Kasus Melonjak dan RS Hampir Penuh, Pemda DIY Didesak Tarik ”Rem Darurat”
Kasus Covid-19 di DIY terus melonjak, sementara tingkat keterisian rumah sakit di provinsi itu sudah lebih dari 90 persen. Pemda DIY didesak menarik ”rem darurat” dengan menerapkan pembatasan sosial lebih ketat.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta terus melonjak, sedangkan tingkat keterisian rumah sakit telah mencapai lebih dari 90 persen. Oleh karena itu, sejumlah pihak mendesak Pemerintah Daerah DIY segera menarik ”rem darurat” dengan menerapkan pembatasan sosial lebih ketat.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DIY, pada Senin (28/6/2021), jumlah kasus baru Covid-19 di DIY bertambah 859 kasus. Jumlah tersebut merupakan rekor tertinggi kasus harian Covid-19 di DIY sejak awal pandemi. Selain itu, jumlah kematian pasien Covid-19 di DIY yang dilaporkan pada Senin ini juga mencatatkan rekor tertinggi, yakni 32 kasus.
”Penambahan kasus terkonfirmasi Covid-19 di DIY sebanyak 859 kasus sehingga total kasus terkonfirmasi menjadi 58.717 kasus. Penambahan kasus meninggal sebanyak 32 kasus sehingga total kasus meninggal menjadi 1.511 kasus,” ujar Kepala Bagian Humas Pemda DIY Ditya Nanaryo Aji melalui keterangan tertulis, Senin sore, di Yogyakarta.
Penambahan kasus harian pada Senin ini kian membuat kasus Covid-19 di DIY melonjak. Berdasarkan catatan Kompas, lonjakan kasus Covid-19 di DIY terjadi sejak 16 Juni 2021. Sejak hari itu, jumlah kasus virus korona baru di DIY selalu melebihi 500 kasus dalam sehari. Padahal, sebelumnya, kasus di DIY belum pernah melebihi 500 kasus dalam sehari.
Pada 16 Juni, tercatat ada 534 kasus baru yang saat itu merupakan rekor harian di DIY. Keesokan harinya, rekor kasus baru Covid-19 kembali pecah dengan jumlah 595 kasus sehari. Dua hari kemudian atau 19 Juni, rekor kasus baru di DIY kembali pecah dengan 638 kasus. Ini juga kali pertama kasus Covid-19 di provinsi tersebut menembus 600 kasus sehari.
Pada 20 Juni dan 22 Juni, kasus harian di DIY lagi-lagi pecah rekor dengan 665 kasus dan 675 kasus. Lalu, pada 23-24 Juni, pecah rekor kembali terjadi dengan 694 kasus dan 791 kasus dalam satu hari. Selanjutnya, pada Minggu (27/6/2021), kasus harian di DIY lagi-lagi memecahkan rekor dengan 830 kasus. Rekor baru itu pun kemudian kembali pecah pada Senin ini.
Lonjakan kasus itu kemudian diikuti dengan naiknya bed occupancy rate (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit untuk perawatan pasien Covid-19. Berdasarkan data Dinas Kesehatan DIY, pada Minggu kemarin, total BOR Covid-19 di provinsi tersebut mencapai 85,37 persen. Jika dirinci, BOR tempat tidur isolasi mencapai 87,7 persen, sedangkan BOR tempat tidur di unit perawatan intensif (ICU) sebesar 69,3 persen.
Sementara itu, pada Senin ini, total BOR Covid-19 di DIY telah mencapai 91,05 persen. Secara khusus, BOR tempat tidur isolasi mencapai 94,1 persen, sedangkan BOR tempat tidur di ICU sebesar 69,3 persen.
Mengkhawatirkan
Kasus yang terus melonjak dan kondisi rumah sakit yang hampir penuh itulah yang membuat sejumlah pihak mendesak Pemda DIY segera menarik ”rem darurat”. Desakan itu, antara lain, disampaikan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY.
”Kondisi DIY sedang tidak baik-baik saja dan dalam kondisi mengkhawatirkan,” ujar Ketua Pengarah MCCC Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY Arif Jamali Muis dalam konferensi pers secara daring, Senin siang.
Arif memaparkan, pada Senin pagi, MCCC Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY telah berkirim surat kepada Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X untuk menyampaikan beberapa hal. Salah satunya, MCCC Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY meminta Sultan HB X mengambil tindakan dengan menarik rem darurat agar situasi DIY tidak memburuk.
”Kami memohon kebijaksanaan dan kewelasasihan Bapak Gubernur DIY untuk mengambil tindakan yang radikal, mendasar, dan komprehensif sebagai rem darurat agar situasi DIY tidak bertambah buruk,” ungkap Arif.
MCCC Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY juga menilai perlunya penerapan kebijakan pembatasan sosial skala provinsi yang lebih ketat untuk mengendalikan kasus. Arif menyebut, kebijakan pembatasan sosial itu bisa diberi nama apa saja, misalnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau lockdown (karantina wilayah).
”Kami tidak mempersoalkan nama, mau PSBB atau lockdown sekalipun. Yang penting ada pembatasan sosial berskala DIY yang lebih ketat untuk menekan penularan Covid-19,” ujar Arif.
Pembatasan sosial itu, tambah Arif, bisa dilakukan dengan sejumlah cara. Salah satunya menerapkan kebijakan bekerja dari rumah untuk aparatur sipil negara dan pekerja formal swasta, kecuali mereka yang bekerja di sektor vital dan pelayanan publik esensial.
Arif menambahkan, pembatasan sosial itu juga bisa dilakukan dengan menghentikan semua kegiatan yang bisa menimbulkan kerumunan, misalnya aktivitas wisata, pembelajaran tatap muka, kegiatan sosial, dan ritual keagamaan.
Desakan menarik rem darurat itu juga disampaikan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) DIY. ”Kami menilai perlu diambil kebijakan pembatasan sosial berskala DIY yang lebih ketat untuk menekan atau menurunkan potensi penularan,” kata Koordinator Umum FPRB DIY Muhammad Taufiq dalam surat terbuka kepada Gubernur DIY.
Taufiq juga mendesak Pemda DIY memberikan jaminan bagi sukarelawan dan pekerja medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19 dengan cara memenuhi hak-hak mereka secara tepat waktu. ”Kami juga memohon Bapak Gubernur menjamin ketersediaan kebutuhan respons medis berupa alat pelindung diri sesuai standar, obat-obatan, termasuk kebutuhan oksigen medis yang beberapa waktu belakangan ini kebutuhannya meningkat drastis dan sempat langka,” ungkapnya.
Sementara itu, dalam kesempatan sebelumnya, Sultan HB X menyatakan, Pemda DIY tidak akan menerapkan kebijakan lockdown. Sebab, jika kebijakan ituditerapkan, Pemda DIY harus menanggung biaya hidup seluruh warga. Padahal, Pemda DIY tidak memiliki anggaran untuk membiayai kebutuhan tersebut.
Untuk mengatasi lonjakan kasus, Sultan meminta pemerintah kabupaten/kota di DIY menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro secara ketat. ”Kepada pemerintah kabupaten dan kota se-DIY, saya tekankan, urgensi memberlakukan kebijakan PPKM mikro secara ketat dan terpadu sudah tak bisa ditunda lagi,” ujarnya.