Kasus Covid-19 Anak di DIY Melonjak, Ruang Perawatan Intensif Minim
Sejak awal Juni 2021, kasus Covid-19 pada anak di Daerah Istimewa Yogyakarta melonjak signifikan. Di tengah lonjakan kasus itu, ruang perawatan intensif khusus anak-anak yang terpapar Covid-19 di DIY masih minim.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Jumlah kasus penularan Covid-19 pada anak di Daerah Istimewa Yogyakarta melonjak signifikan sejak awal Juni 2021. Namun, di DIY, ruang perawatan intensif khususnya ternyata masih minim. Kondisi itu rentan membuat anak-anak itu tidak teperhatikan.
”Bertambahnya total kasus Covid-19 di DIY secara tajam berarti sumber penularan di masyarakat semakin banyak. Anak-anak menjadi berisiko lebih tinggi tertular dibandingkan periode sebelumnya,” kata Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DIY Sumadiono dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (26/6/2021) sore.
Sumadiono memaparkan, sampai 20 Juni 2021, jumlah kasus Covid-19 pada anak usia 0-18 tahun di DIY sebanyak 6.663 kasus. Jika dipersentase, kasus Covid-19 anak di DIY itu mencapai 12,7 persen dari total kasus di provinsi tersebut. Sementara itu, angka kematian atau case fatality rate kasus Covid-19 anak di DIY sebesar 0,09 persen.
Sumadiono menambahkan, pada awal April hingga akhir Mei 2021, penambahan kasus Covid-19 anak di DIY masih menunjukkan fluktuasi naik turun. Namun, sejak awal Juni, tren kasus Covid-19 anak di provinsi tersebut terus menunjukkan kenaikan tiap minggu. Pada 1-6 Juni, misalnya, jumlah kasus Covid-19 anak di DIY sebanyak 275 kasus.
Jumlah kasus itu kemudian meningkat menjadi 436 kasus pada periode 7-13 Juni 2021. Sementara itu, pada periode 14-20 Juni 2021, jumlah kasus lagi-lagi meningkat menjadi 708 kasus. Jika ditotal, selama tiga pekan pertama Juni 2021, total kasus Covid-19 pada anak di DIY mencapai 1.419 kasus.
Padahal, pada tiga pekan sebelumnya atau periode 16-30 Mei 2021, jumlah kasus Covid-19 anak di DIY hanya sebanyak 646 kasus. Artinya, kasus Covid-19 di provinsi tersebut pada tiga pekan pertama Juni telah meningkat dua kali lipat lebih dibanding tiga pekan sebelumnya.
Selain karena tingginya tingkat penularan, Sumadiono menilai, lonjakan kasus Covid-19 pada anak di DIY juga terjadi karena melemahnya penerapan protokol kesehatan di masyarakat. Penerapan protokol kesehatan yang melemah itu mengakibatkan penularan Covid-19 menjadi lebih mudah.
”Kita lihat bagaimana kondisi di pasar, supermarket, toko, dan rumah makan itu penuh. Jaga jarak belum diterapkan dengan baik, masker kadang-kadang tidak dipakai,” ujar Sumadiono.
Di sisi lain, Sumadiono menuturkan, belum ada bukti kenaikan kasus Covid-19 anak di DIY disebabkan varian Delta dari virus SARS-CoV-2. Meski demikian, kemungkinan kemunculannya harus diwaspadai. ”Di DIY, kami belum ada datanya (varian Delta) sehingga kami belum berani bilang,” tutur Sumadiono.
Cegah penularan
Sumadiono juga menyebut, meskipun angka kematian kasus Covid-19 anak relatif kecil, penularan pada anak tetap harus dicegah. Hal ini karena anak yang terinfeksi Covid-19 bisa menularkan kepada orang dewasa dan lanjut usia. Jika orang yang tertular itu memiliki penyakit penyerta atau komorbid, risiko kematian akibat Covid-19 menjadi lebih tinggi.
”Keparahan dan kematian karena Covid-19 pada anak lebih rendah daripada dewasa. Namun, anak yang terkonfirmasi positif dapat menularkan ke orang lain, terutama yang serumah atau kontak erat,” ungkap Sumadiono.
Untuk mencegah anak tertular Covid-19, IDAI DIY merekomendasikan seluruh kegiatan yang melibatkan anak usia 0-18 tahun dilakukan secara daring. Selain itu, IDAI DIY juga merekomendasikan pendidikan tatap muka ditunda. Hal ini karena pendidikan tatap muka juga dikhawatirkan menjadi sarana penularan baru.
Di tengah lonjakan kasus Covid-19 pada anak, jumlah ruang perawatan intensif (ICU) khusus untuk anak yang terpapar Covid-19 ternyata masih minim. Sumadiono memaparkan, tidak semua rumah sakit di DIY memiliki fasilitas ruang perawatan intensif (ICU) untuk anak. Selain itu, tidak semua rumah sakit di DIY juga memiliki tenaga kesehatan dan fasilitas lengkap untuk menangani Covid-19 pada anak.
”Karena jumlah pasien anak tidak sebanyak pasien dewasa, pasien anak kurang mendapat prioritas,” ujar Sumadiono.
Menurut Sumadiono, penanganan pasien Covid-19 anak memiliki perbedaan signifikan dengan penanganan pada pasien dewasa. Oleh karena itu, dokter yang menangani pasien Covid-19 anak juga harus memiliki keahlian khusus.
Anggota Tim Covid-19 IDAI DIY Rina Triasih menuturkan, ruangan ICU khusus untuk anak biasanya disebut pediatric intensive care unit (PICU). Dia menambahkan, sampai saat ini IDAI DIY belum memiliki data berapa jumlah tempat tidur PICU di DIY untuk merawat anak dengan kondisi kritis.
Sementara itu, berdasarkan data di situs Sistem Informasi Rawat Inap (Siranap) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hanya ada satu rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY yang menyediakan ruangan PICU untuk pasien Covid-19 anak. Rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito di Kabupaten Sleman.
Menurut data Siranap, RSUP Dr Sardjito menyediakan empat tidur PICU untuk merawat pasien Covid-19 anak yang membutuhkan perawatan intensif. Akan tetapi, berdasar data pada Sabtu pukul 20.00, hanya ada dua tempat tidur PICU Covid-19 di RSUP Dr Sardjito yang masih kosong.
Menurut data Siranap, terdapat lima rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY yang menyediakan ruangan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) Covid-19. NICU digunakan untuk merawat bayi yang baru lahir hingga berusia 28 hari. Adapun total tempat tidur NICU Covid-19 di DIY sebanyak 18 tempat tidur.
Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie menyatakan, banyaknya kasus Covid-19 pada anak itu harus menjadi peringatan bagi para orangtua. Untuk menghindari penularan Covid-19, Pembajun mengimbau para orangtua untuk sangat selektif saat mengajak anak-anak keluar rumah.
”Sebenarnya tempat paling aman untuk anak adalah di rumah dengan protokol kesehatan yang baik,” katanya.