Muncul Wacana PPKM Darurat, Saatnya Pusat Ambil Kebijakan Tersentral
Pemda DIY membenarkan wacana kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat untuk mengendalikan penularan Covid-19. Kebijakan tegas dan tersentralisasi memang mesti diambil alih pemerintah pusat.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah DI Yogyakarta membenarkan wacana kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat untuk mengendalikan penularan Covid-19. Menurut rencana, kebijakan PPKM darurat akan mulai diberlakukan pada 3 Juli 2021. Namun, Pemda DIY belum menjelaskan secara rinci isi kebijakan PPKM darurat tersebut.
Kepala Bagian Humas Pemda DIY Ditya Nanaryo Aji menjelaskan, pada Selasa (29/6/2021) siang Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengikuti rapat secara daring dengan pemerintah pusat. Rapat tersebut dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Dalam rapat itu, Sultan HB X didampingi sejumlah pejabat, misalnya Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji, Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana, dan Asisten Sekretaris Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan Tri Saktiyana.
”Pembahasan di rapat itu mengenai wacana pemberlakuan PPKM darurat yang rencananya akan dilaksanakan mulai 3 Juli 2021,” ujar Ditya, Selasa sore, di Yogyakarta.
Ditya memaparkan, dirinya belum bisa menyampaikan teknis pelaksanaan PPKM darurat itu. Namun, dia menyebukan akan ada pengetatan kegiatan masyarakat berdasarkan laju penularan dan kapasitas respons. Dua indikator tersebut mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Teknis pelaksanaan belum bisa disampaikan karena masih akan dibahas di pusat. Intinya akan dilakukan pengetatan didasarkan laju penularan dan kapasitas respons sesuai standar WHO,” papar Ditya.
Ditya mengatakan, penjelasan teknis mengenai langkah-langkah yang diambil dalam PPKM darurat akan disampaikan setelah ada pengumuman dari Presiden Joko Widodo. Dalam rapat pada Selasa siang tadi, pemerintah pusat juga meminta masukan dari para peserta rapat terkait dengan rencana penerapan PPKM darurat.
Menurut Ditya, dalam rapat tersebut, Sultan HB X menyampaikan masukan agar pengetatan kegiatan masyarakat selama PPKM darurat bisa dilakukan secara menyeluruh. Sebab, jika satu lokasi ditutup tapi lokasi lain tetap diizinkan buka, kerumunan warga hanya berpindah.
”Beliau (Sultan HB X) menyampaikan agar pengetatan bisa dilakukan menyeluruh, tidak hanya satu titik lokasi, misal mal. Jangan sampai ditutup satu lokasi, kemudian mengalihkan atau menimbulkan kerumunan di tempat lain,” ungkap Ditya.
Wacana PPKM darurat itu muncul setelah ada lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia. Di DIY, menurut catatan Kompas, lonjakan kasus Covid-19 terjadi sejak 16 Juni 2021. Sejak hari itu, jumlah kasus korona di DIY selalu melebihi 500 kasus dalam sehari. Padahal, sebelumnya, kasus di DIY belum pernah melebihi 500 kasus dalam satu hari.
Pada 16 Juni, tercatat ada 534 kasus baru yang saat itu merupakan rekor kasus baru di DIY dalam sehari. Keesokan harinya atau 17 Juni, rekor kasus baru Covid-19 di DIY kembali pecah dengan jumlah 595 kasus dalam sehari. Dua hari kemudian atau 19 Juni, rekor kasus baru di DIY kembali pecah dengan 638 kasus. Ini juga kali pertama kasus Covid-19 di provinsi tersebut tembus 600 kasus sehari.
Pada 20 Juni dan 22 Juni, kasus harian di DIY lagi-lagi pecah rekor dengan 665 kasus dan 675 kasus. Lalu, pada 23-24 Juni, pecah rekor kembali terjadi dengan 694 kasus dan 791 kasus dalam satu hari.
Setelah itu, pada Minggu (27/6/2021), kasus harian di DIY lagi-lagi memecahkan rekor dengan 830 kasus. Rekor baru itu pun kemudian kembali pecah pada Senin (28/6/2021) dengan 859 kasus. Sementara itu, pada Selasa ini, jumlah kasus Covid-19 di DIY juga masih tinggi, yakni 850 kasus.
Proyeksi ke depan
Pendiri Laboratorium Statistik Terapan RoomStat, Budhi Handoyo Nugroho, mengatakan, berdasarkan pemodelan yang dilakukannya, kasus Covid-19 di DIY diperkirakan baru bisa melandai sekitar 9 September 2021 jika pemerintah masih terus menerapkan PPKM mikro seperti sekarang. Namun, apabila pemerintah menerapkan pembatasan sosial yang lebih ketat, penurunan kasus diprediksi lebih cepat.
Budhi menyebutkan, jika pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), penurunan kasus di DIY kemungkinan bisa terjadi sekitar 9 Agustus 2021. Sementara itu, jika menerapkan lockdown atau karantina wilayah, kasus di DIY diperkirakan bisa melandai jauh lebih cepat, yakni sekitar 17 Juli 2021.
”Kalau dengan PPKM mikro, kita butuh waktu dua bulan lebih agar kasus melandai. Tapi, kalau dengan lockdown, kita bisa menurunkan kasus lebih cepat. Menurut perhitungan saya, kalau lockdown efektif, pertengahan Juli kasus sudah menurun,” ujar Budhi.
Budhi mengatakan, perkiraan penurunan kasus itu bisa menjadi lebih panjang karena ada sejumlah tantangan yang bisa mempercepat penularan. Beberapa tantangan itu semisal ada varian Delta Virus SARS-CoV-2 dan penerapan protokol kesehatan yang tak ketat.
Terkait dengan urgensi kebijakan pengetatan PPKM, dosen Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Bayu Dardias mengatakan, dalam kondisi lonjakan kasus Covid-19 seperti sekarang, pemerintah pusat harus segera mengambil kebijakan tegas. Ketegasan pemerintah pusat dibutuhkan karena penanganan pandemi memang membutuhkan kebijakan yang tersentralisasi agar bisa diberlakukan di sejumlah daerah sekaligus.
”Untuk situasi seperti sekarang, pemerintah pusat harus memimpin untuk menyamakan langkah di sejumlah daerah,” ujar Bayu saat dihubungi, Selasa malam, di Yogyakarta.
Bayu memaparkan, sejumlah negara dengan kebijakan kesehatan yang terdesentralisasi ternyata kewalahan menghadapi pandemi Covid-19. Salah satu contoh negara dengan kebijakan desentralisasi yang sempat kesulitan menghadapi lonjakan kasus Covid-19 adalah India. ”India itu, kan, sangat terdesentralisasi,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Bayu, sejumlah negara dengan kebijakan kesehatan yang tersentralisasi, misalnya China dan Vietnam, relatif lebih bisa menangani pandemi. Hal itu menunjukkan, pemerintah pusat memiliki peran yang sangat penting dalam penanggulangan pandemi Covid-19.
”Di saat krisis, yang diperlukan adalah sentralisasi komando. Jadi, kalau kita lihat di negara lain, yang sukses menangani pandemi adalah yang punya komando tersentral,” kata Bayu.