Mendagri: Peran Kepala Daerah Vital dengan Melarang Warganya Mudik
Jika tidak dilarang, dikhawatirkan akan menimbulkan gelombang pemudik yang berisiko pandemi Covid-19 sulit dikendalikan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta setiap kepala daerah mengimbau warganya tidak mudik guna menekan angka penularan Covid-19. Jika larangan tidak disampaikan, dikhawatirkan timbul gelombang pemudik yang berisiko pandemi sulit dikendalikan.
Hal itu disampaikan Tito ketika berkunjung ke Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (2/5/2021). ”Titik. Tidak ada lagi koma, apalagi ada makna tersirat yang memperbolehkan mudik,” ucapnya.
Menurut Tito, peran kepala daerah sangat penting dalam mencegah meluasnya penularan dengan melarang warga untuk mudik. ”Sudah dilarang saja masih ada yang nekat mudik, apalagi jika dibiarkan atau diperbolehkan,” ujarnya.
Ini bukan terkait agama, tetapi tentang ketaatan kita menjalani protokol kesehatan. (Tito Karnavian).
Berdasarkan survei, jika tidak ada larangan mudik, diperkirakan 33 persen warga akan memutuskan mudik. Jika ada larangan saja tanpa ada pengetatan, ada sekitar 11 persen yang tetap mudik. Apabila ada larangan diikuti pengetatan, kemungkinan masih ada warga yang bisa lolos mudik sekitar 7 persen.
Jika tidak ada larangan, dikhawatirkan gelombang arus mudik akan sulit dikendalikan. ”Aparat tidak akan sanggup menangani gelombang pemudik yang begitu besar,” ujarnya.
Jangan sampai karena kenekatan warga untuk mudik malah akan membuat penularan semakin meningkat. ”Alih-alih ingin meminta maaf kepada orangtua, kita malah berbuat dosa karena menularkan virus kepada mereka,” ujar Tito.
Masyarakat diharapkan bisa belajar dari kejadian di India yang kini kewalahan menghadapi tsunami Covid-19 karena lalai menjalankan protokol kesehatan kala rangkaian hari raya berlangsung. Kini ada sekitar 4.000 kasus positif Covid-19 per hari di India dengan angka kematian 3.000 orang per hari. ”Ini bukan terkait agama, tetapi tentang ketaatan kita menjalani protokol kesehatan,” kata Tito.
Menurut dia, sangat penting bagi pemerintah daerah untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak, terutama tokoh agama atau tokoh masyarakat, agar mengajak umatnya tidak mudik atau menunda mudik, terutama di daerah yang tren kasus penularannya meningkat.
Tidak hanya itu, pejabat daerah diharapkan jangan membuat acara yang bisa menimbulkan kerumunan, seperti buka puasa bersama atau acara open house yang bisa memancing kerumunan.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Sumsel Nasrun Umar menegaskan, Pemprov Sumsel akan mengikuti aturan dari pemerintah pusat. ”Kalaupun ada hal yang mendesak, tentu harus mengikuti persyaratan yang sudah ditentukan,” ucapnya.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Herman Deru membolehkan ”balik dusun” asalkan dengan menaati protokol kesehatan. ”Tarawih, shalat Id boleh asalkan menerapkan protokol kesehatan,” ucapnya. Ditanya mengenai kondisi Sumsel, Herman menyatakan kondisi di Sumsel memang sangat fluktuatif sehingga sewaktu-waktu bisa berubah.
Sementara itu, Direktur Lalu lintas Polda Sumsel Komisaris Besar Cornelis Ferdinand Hotman Sirait mengatakan, untuk membatasi warga yang mudik, baik dari luar maupun di dalam wilayah Sumsel, disiapkan 46 posko penyekatan. Delapan posko ada di perbatasan kawasan antarprovinsi, baik jalur arteri maupun jalan tol, sedangkan 38 posko lain berada di dalam wilayah Sumsel yang membatasi kawasan antarkabupaten/kota.
Kendaraan yang membawa logistik, bahan bakar, keperluan kesehatan, dan warga yang membawa surat tugas serta surat bebas Covid-19 boleh melewati posko penyekatan. ”Selain itu akan diminta putar balik,” ucapnya.
Tim terpadu dari sejumlah instansi terkait akan berjaga di setiap posko dan memeriksa setiap kendaraan yang masuk atau keluar di wilayah perbatasan Sumsel. Aturan ini akan mulai berlaku 6-17 Mei 2021 dengan melibatkan 2.100 personel dari tim gabungan. ”Kami juga berkoordinasi dengan Polda Banten, Lampung, Bengkulu, Jambi, dan Bangka Belitung untuk skema penyekatan ini,” jelas Cornelis.
Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, menuturkan, pembatasan mendekati Lebaran sangat dibutuhkan mengingat mobilitas masyarakat diperkirakan akan meningkat. Berkaca pada Idul Fitri tahun lalu, walau sudah ada larangan mudik, masih terjadi peningkatan mobilitas yang memicu penularan hingga 20 persen. ”Fenomena ini harus ditanggulangi agar tidak terulang kembali,” katanya.
Dia berharap agar kepala daerah benar-benar tegas melarang warga mudik agar penularan dapat ditekan. ”Kepala daerah juga harus memberi teladan kepada masyarakat sehingga mereka mau mengikuti imbauan yang diberikan,” ujar Iche.