Ragam Teknologi untuk Tekan Kebocoran Minyak
Gerak cepat penanganan meminimalkan dampak patut diapresiasi. Namun, mitigasi jelas harus menjadi yang utama.
Ragam teknologi dilakukan untuk meminimalkan dampak ledakan hingga kebocoran pipa minyak milik Pertamina di Jawa Barat. Lain di laut, berbeda juga penanganannya saat insiden terjadi di darat.
Kamis (15/4/2021), tumpahan minyak (oil spill) kembali terjadi di sekitar pantai utara Jawa. Kebocoran pipa Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) itu muncul di area BZZA atau sekitar 15 mil dari bibir pantai Karawang, Jawa Barat.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih, Selasa (27/4/2021), mengatakan, pipa di PHE ONWJ dibangun sejak 1977. Artinya, pipa ini sudah cukup berumur.
Sejak tahun 2000-an, gelembung (bubble) sudah sering muncul, bubble ini sebagai indikasi ada kebocoran sangat halus. Secara berkala pihaknya melakukan asesmen terhadap fasilitas ini. Hasilnya, ada ruas pipa yang masih dalam kondisi bagus dan beberapa masih bisa ditoleransi.
Akan tetapi, kelayakan suatu pipa tidak hanya dilihat dari usia. Ada banyak faktor lain yang memicunya. Dibutuhkan penilaian secara menyeluruh agar fasilitas itu layak untuk beroperasi kembali.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno menambahkan, penyebab kebocoran pipa minyak diduga akibat korosi internal pipa yang sudah berumur. Sejauh ini tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan eksternal pada pipa. ”Karena memang sudah fasilitas aging alias sepuh,” ucap Julius.
Perkiraan kehilangan produksi akibat kebocoran minyak di perairan Karawang ini sekitar 6.000 barel per hari (bpod). Hingga kini, jumlah tumpahan minyak yang telah dikumpulkan sedikitnya ada 10 barel. Pekerjaan perbaikan pipa dengan pemasangan clamp masih berlangsung. Saat ini sudah mencapai 80 persen.
Baca juga: Hidup-Mati Kami Bergantung dari Laut
Rekomendasi terkait penggantian pipa, disebut Susana, beberapa kali sempat mengemuka. Namun, keputusan mengganti semua pipa dalam kurun waktu sama tidaklah mudah karena biaya yang dikeluarkan tinggi. Belum lagi jika produksi minyak di lokasi sudah tidak sebanyak produksi di awal proyek.
Terkait dengan penggantian pipa di fasilitas PHE ONWJ, Julius menyebutkan, penggantian akan dilakukan secara bertahap dan terencana sesuai dengan kajian teknis. ”Tidak mungkin diganti sekaligus semuanya, tergantung dari kondisi tiap-tiap segmen pipa,” kata Julius.
Manager Communications Relations & CID PHE ONWJ Hari Setyono mengatakan, pihaknya telah melakukan pengamanan dan perbaikan pipa sehingga dipastikan tidak ada lagi ceceran minyak yang keluar.
PHE ONWJ kini sedang dan telah melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup sesuai arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di area terdampak. Daerah itu terjadi di Karawang, Bekasi, Kepulauan Seribu, dan Banten. Program pemulihan ditargetkan selesai tahun ini
Tim penanganan juga mengerahkan beberapa kapal untuk melakukan pembersihan minyak di area laut. Pemantauan pun terus dilakukan melalui laut dan udara mengikuti trajektori model tumpahan minyak (MOTUM), termasuk fasilitas produksi PHE ONWJ dan area potensial lainnya.
PHE ONWJ kini sedang dan telah melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup sesuai arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di area terdampak. Daerah itu terjadi di Karawang, Bekasi, Kepulauan Seribu, dan Banten. Program pemulihan ditargetkan selesai tahun ini.
Kejadian itu mengingatkan insiden tumpahan minyak pada 12 Juli 2019. Berdasarkan catatan Kompas, tumpahan minyak berdampak pada pesisir pantai utara di wilayah Karawang, Bekasi, Kepulauan Seribu, dan Banten.
Saat itu, tumpahan disebabkan kebocoran pada anjungan pengeboran sumur YYA-1 PHE ONWJ. Setelah kejadian ini, Pertamina melakukan penanganan sumur, tumpahan minyak di darat dan perairan, serta masyarakat terdampak.
Dikutip dalam laman resmi Pertamina, strategi pemulihan dampak tumpahan minyak di sumur YYA-1 melalui beberapa tahap, yakni penanganan sumur YYA-1 (combat and killing), penanganan tumpahan minyak di pesisir pantai dan perairan (secure and cleaning), serta pemulihan (restore and recovery).
Tahap combat and killing sumur YYA-1 berlangsung pada 14 Juli-21 September 2019. Tahapan ini bertujuan menutup sumur YYA-1 secara permanen dengan melakukan pengeboran sumur relief well YYA-1 RW. Pengeboran dilakukan pada 1 Agustus 2010 menggunakan rig Soehanah yang berjarak 1 kilometer dari anjungan YY. Kedalaman pengeboran yang ditargetkan sekitar 2.765 meter.
Baca juga: Limbah Minyak Pertamina di Karawang Berdampak hingga Pulau Seribu
Ifki Sukarya, yang kala itu menjabat Vice President Relations PT Pertamina Hulu Energi, menjelaskan, pihaknya menggandeng perusahaan di bidang well control yang pernah berpengalaman menangani tumpahan minyak di Teluk Meksiko pada 22 April 2010. Saat itu, untuk menutup mulut sumur digunakan kapal selam robot dan membangun kubah raksasa penjebak minyak.
Insiden yang terjadi di perairan Karawang dinilai masih dalam skala yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan Teluk Meksiko. Rig Soehanah tiba di lokasi relief well YYA-1 RW lebih awal sehingga pengeboran langsung dilakukan.
Tahap secure and cleaning dilakukan mulai tanggal 21 September-24 Desember 2019. Pembersihan wilayah terdampak tumpahan minyak di darat, lepas pantai, dan pesisir pantai menjadi prioritas.
Pada akhir Juli 2019, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, Pertamina berupaya maksimal menangani tumpahan minyak dengan menerjunkan berbagai peralatan dan metode sesuai standar di industri migas.
Pertamina menurunkan lima giant octopus skimmer yang dapat menyedot oil spill dengan kecepatan tinggi. Alat ini dinilai mampu mengangkat minyak dengan kecepatan sekitar 250.000 liter per jam.
Selain penggunaan static oil boom dan giant octopus skimmer, Pertamina juga menyiagakan puluhan kapal yang membentangkan dynamic oil boom secara berlapis sehingga mengurangi potensi tumpahan minyak yang tidak tertangkap dan terbawa arus sampai ke pesisir pantai.
Selanjutnya, tumpahan minyak dipompa ke kapal-kapal untuk penampungan sementara. Static oil boom ditempatkan di sekitar anjungan YY yang diindikasikan terdapat sumber utama keluarnya minyak mentah sehingga dapat mengisolasi minyak tersebut agar tidak melebar di lautan.
Selain penggunaan static oil boom dan giant octopus skimmer, Pertamina juga menyiagakan puluhan kapal yang membentangkan dynamic oil boom secara berlapis. Tujuannya, mengurangi potensi tumpahan minyak yang tidak tertangkap dan terbawa arus sampai ke pesisir pantai.
Dalam proses pembersihan, Pertamina juga melibatkan warga dan nelayan terdampak untuk menjadi tenaga lepas pengumpul limbah. Upah warga yang mengumpulkan limbah di darat sebesar Rp 100.000 per hari. Pertamina juga menyediakan posko kesehatan di sejumlah titik terdampak. Jumlah warga yang periksa ke posko per 20 September 2019 sebanyak 24.236 orang.
Pada tahapan ini, Pemerintah Kabupaten Karawang mulai membentuk Tim Kompensasi untuk merumuskan standar nilai kompensasi, menerima pengaduan warga, hingga verifikasi data kerugian. Kompensasi pun diberikan secara bertahap, akhir Maret 2021, PHE ONWJ membayar tahapan final kompensasi untuk 10.379 orang dengan total Rp 72,16 miliar. Mereka adalah 7.095 orang nelayan, wisata bahari (1.146), dan kelompok pengolah pemasar (2.138).
Dampak lingkungan
Pertamina menargetkan tahap pemulihan dan restorasi lingkungan rampung 2021 atau dua tahun pascainsiden. Akhir Agustus 2020, Ifki mengatakan, pihaknya berkomitmen memulihkan lingkungan yang terkontaminasi sesuai dengan hasil dokumen Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup yang telah disetujui KLHK.
Upaya pemulihan lingkungan area terkontaminasi minyak meliputi batuan lahan, substrat mangrove, dan ekosistem dengan menggunakan metode kerja yang disetujui. Selain itu, pembersihan break wave, tanggul, dan penggantian sand bag, serta penanaman mangrove dan pemeliharaannya sepanjang Karawang hingga Bekasi.
”Beberapa program telah kami laksanakan lebih dulu, di periode bulan Juni-Agustus, seperti pekerjaan housekeeping dan clean up sudah berlangsung di 15 lokasi pantai, termasuk di antaranya perbaikan rumah warga yang terkena banjir rob,” kata Ifki dalam keterangan resminya.
Baca juga: Lagi, Tumpahan Minyak di Pantai Utara Karawang
Lain di laut, berbeda juga penanganan di darat. Insiden ledakan tangki T-301 yang berada di area Kilang Balongan, Senin, (29/3/2021), pukul 00.45, jadi contohnya. Dari 72 tangki di area kilang dengan total kapasitas 1,35 juta kiloliter (KL), ada 4 tangki yang terdampak dengan kapasitas 100.000 KL atau sekitar 7 persen dari total kapasitas penyimpanan di Kilang Balongan.
Tim Emergency Pertamina mengambil langkah-langkah darurat untuk mengisolasi dan mendinginkan area sekitar titik nyala api hingga memadamkan pusat titik api.
Dalam proses penanganan api, Tim Emergency Pertamina melokalisasi titik api di dalam bundwall atau tanggul di sekeliling tangki T-301. Pemadaman juga dilakukan dengan menggunakan busa (foam) ke perimeter bundwall dan pusat nyala api.
Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relations Pertamina Agus Suprijanto menjelaskan, pihaknya fokus menangani insiden dan telah mengerahkan segala daya dengan offensive fire handling. Pertamina juga telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah sehingga area kebakaran tidak meluas.
Menurut dia, dalam proses penanganan api, Tim Emergency Pertamina melokalisasi titik api di dalam bundwall atau tanggul di sekeliling tangki T-301. Pemadaman juga dilakukan dengan menggunakan busa (foam) ke perimeter bundwall dan pusat nyala api.
Pertamina juga mengerahkan 10 mobil pemadam kebakaran, yang terdiri dari mobil pemadam kebakaran Pertamina Group, yakni Pertamina Pusat, Pertamina EP, Pertamina Region Jawa Bagian Barat, dan Politama, serta instansi terkait yang membantu dari Pemda Cirebon dan Indramayu.
Pemadaman juga dilakukan dengan memompa air laut untuk memadamkan total titik api. Untuk itu, Pertamina mendatangkan bantuan pompa submersible dari RU IV Cilacap. Pada 3 April 2021, api di semua tangki yang sempat terbakar telah dipadamkan.
Gerak cepat penanganan meminimalkan dampak patut diapresiasi. Namun, mitigasi jelas harus menjadi yang utama. Tidak hanya memunculkan kerugian kehilangan pemasukan negara, kebocoran minyak rentan mengancam kualitas lingkungan dan masa depan banyak manusia di sekitarnya.
Baca juga: Ironi Tragedi Berulang Tumpahan Minyak di Karawang