Suap Mantan Bupati Banggai Laut Dipakai untuk ”Serangan Fajar” Pilkada
Suap yang diterima mantan Bupati Banggai Laut, Sulteng, dalam operasi tangkap tangan pada awal Desember 2020 rencananya dipakai untuk membiayai politik pilkada.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Mantan Bupati Banggai Laut, Sulawesi Tengah, Wenny Bukamo didakwa menerima hadiah atau suap total Rp 2,2 miliar pada Mei-Desember 2020. Uang yang diberikan oleh para pengusaha tersebut rencananya digunakan untuk memberi uang kepada pemilih atau dikenal juga dengan ”serangan fajar” demi memenangkan terdakwa dalam pemilihan kepala daerah.
Demikian dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palu, Sulteng, Selasa (27/4/2021). Dakwaan dibacakan bergantian oleh Eva Yustiana dan Erlangga Jaya Negara. Selain Wenny, jaksa juga mendakwa dua orang dekat mantan bupati tersebut, yakni Recky Suhartono Godiman dan Hengky Thiono, dalam berkas dakwaan yang sama.
Para terdakwa hadir secara virtual dari tahanan KPK di Jakarta. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Muhammad Djamir dengan anggota Darmansyah dan Bonifasius N Ariwiwobo.
Wenny ditangkap oleh KPK pada 3 Desember 2020 di Banggai, Kabupaten Banggai Laut, Sulteng, bersama sejumlah pengusaha dan orang dekatnya. Wenny menjabat Bupati Banggai periode 2015-2020.
Wenny mencalonkan diri lagi pada Pilkada 2020 bersama Ridaya Laode Ngkowe dengan kendaraan utama PDI Perjuangan. Waktu itu, ia menjabat Ketua DPC PDI-P Banggai Laut. Saat pilkada digelar, pasangan Wenny-Ridaya berada di urutan kedua, kalah dari pasangan Sofyan Kaepa-Ablit H Ilyas.
Wenny, seperti dibeberkan jaksa dalam dakwaan, pada 1 Desember 2020 menghubungi Martinus,pengusaha, dan meminta Hengky untuk mengontak Hedy Thiono (pengusaha, pemberi suap), Hendri Wijaya Gosali, dan John Robert untuk datang ke Posko Pemenangan Paslon Nomor Urut 01 Wenny-Ridaya. Yang hadir dalam pertemuan tersebut Wenny, Hengky, Ridaya, Hedy, Martinus, John, dan Hendri Wijaya.
Dalam pertemuan tersebut, Wenny membahas pengumpulan uang untuk serangan fajar dan distribusinya. Hedy menyampaikan uang yang terkumpul Rp 1 miliar yang berasal dari dia sendiri, Djufri Katili (pengusaha, pemberi suap), dan Andreas Hongkoriwang (pengusaha, pemberi suap).
Wenny meminta uang tersebut diserahkan kepada Recky, tetapi karena ia tak hadir, uang lalu diserahkan ke Hengky yang rumahnya berdekatan dengan rumah Wenny yang juga dijadikan posko pemenangan. Esoknya, Hedy kembali menyerahkan Rp 700 juta kepada Wenny melalui Hengky. Uang tersebut sisa dari komitmen yang diberikan oleh Djufri dan Andreas.
Sebanyak Rp 500 juta sebelumnya telah diserahkan Djufri kepada Wenny melalui Recky pada Mei 2020 di Hotel Carabella Bobolon, Desa Lampa, Kecamatan Banggai. Uang tersebut adalah kompensasi atas diperolehnya paket pekerjaan yang diterima Djufri, Andreas, dan Hengky.
Tak hanya pada 1 Desember, Wenny juga telah mengutarakan kebutuhan dana untuk pencalonan pilkada kepada Hedy pada September 2020. Atas hal tersebut, Hedy bertemu dengan para pengusaha lain, seperti Martinus, Octavianus Jocom alias Ronald Jocom, dan Hendri Wijaya Gosal. Hasilnya ada kesepakatan untuk memberikan uang kepada terdakwa.
Hadiah atau suap untuk Wenny diberikan Andreas, Djufri, dan Hedy, ketiganya juga menjadi terdakwa, karena mereka mendapatkan paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Banggai Laut. Mereka mendapatkan paket pekerjaan tersebut karena telah diurus dan diatur oleh Wenny melalui orang kepercayaannya, Recky; Kepala Dinas PUPR Banggai Laut Basuki Mardiono; Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Ramli Hi Patta; serta Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Nasir Gobel.
Selanjutnya, Wenny memerintahkan Mardiono untuk memberikan paket-paket pekerjaan tersebut sebagaimana akan dikoordinasikan oleh Recky.
Atas perintah dan koordinasi tersebut, Ramli menyampaikan kepada rekanan bahwa Wenny mengikuti pilkada dan agar menjabat kembali, proyek-proyek pekerjaan telah diatur pemenangnya. Untuk mendapatkan pekerjaan, Andreas, Djufri, dan Hedy berkomunikasi dengan Wenny, Mardiono, Ramli, dan Nasir.
Selanjutnya, Wenny memerintahkan Mardiono untuk memberikan paket-paket pekerjaan tersebut sebagaimana akan dikoordinasikan oleh Recky. Ketiga pengusaha lalu diarahkan untuk berkomunikasi dengan Recky.
Hasil koordinasi itu, paket-paket pekerjaan jatuh ke ketiga pengusaha tersebut dengan paket paling banyak diterima Hedy, yakni delapan pekerjaan. Ketiganya mendapatkan pekerjaan tersebut dengan bendera perusahaan yang berbeda-beda.
Wenny, Recky, dan Hengky didakwa dengan Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 junctoPasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 11 UU No 31/1999. Ancamannya pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Atas dakwaan jaksa, penasihat hukum Wenny dan kedua terdakwa menyatakan tak mengajukan keberatan (eksepsi). ”Dakwaan jaksa jelas dan terang. Kami siap untuk pembuktian dan nanti pembelaan (pleidoi),” kata penasihat hukum Wenny, Iwan Lamakampali.
Sidang pemeriksaan saksi yang dihadirkna jaksa KPK akan digelar Selasa minggu depan. Djamir pun meminta agar semua pihak datang sidang tepat waktu tidak seperti pada sidang Selasa ini. Sidang yang dijadwalkan dimulai pukul 09.00 Wita baru dimulai pukul 09.30 karena terlambatnya Iwan, penasihat hukum Wenny. Djamir bahkan sempat meminta Wenny untuk menghubungi penasihat hukumnya yang berada di Palu untuk segera datang ke ruang sidang.