Soal Keterlibatan di Vaksin Nusantara, Undip Ikuti RS Kariadi Semarang
Sebelumnya, pimpinan dan sejumlah anggota DPR beramai-ramai menjadi sukarelawan uji klinis fase II vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Padahal, penelitian itu belum mendapat izin uji klinis fase II.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pihak Universitas Diponegoro Semarang, yang sebelumnya terlibat dalam penelitian Vaksin Nusantara, tak secara tegas menyampaikan perkembangan posisinya dalam penelitian itu. Namun, pihak Undip mengaku mengikuti RSUP Dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah. Adapun penelitian itu dipastikan sudah tak dilakukan lagi di RSUP Dr Kariadi.
Saat dikonfirmasi mengenai keterlibatan Universitas Diponegoro (Undip) pada Vaksin Nusantara, Pelaksana Tugas Wakil Rektor III Undip Dwi Cahyo Utomo tidak berkomentar banyak. Menurut dia, sejak awal tim peneliti dari Undip membantu para peneliti yang berada di bawah koordinasi RSUP Dr Kariadi.
”Jadi, saya kira yang bisa menjawab apakah tim peneliti Undip masih ikut terlibat, ya, dari pihak RSUP Kariadi. Undip akan terus men-support ke semua peneliti dalam bentuk apa pun, untuk semua penelitian dalam usaha penanganan Covid-19. Mengaten (Begitu) yang bisa saya jawab. Suwun (terima kasih),” ujar Dwi melalui pesan singkat, Jumat (16/4/2021).
Parna dari Humas RSUP Dr Kariadi Semarang membenarkan bahwa RS itu tak lagi menjadi tempat penelitian Vaksin Nusantara. ”Sudah tidak, Mas. Maaf saya enggak bisa berkomentar lebih jauh. Kewenangan pada Pak Dirut. Suwun,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu beredar di media sosial surat dari Pelaksana Tugas Direktur Utama RSUP Dr Kariadi Dodik Tugasworo kepada Menteri Kesehatan. Surat itu berisi permohonan izin penghentian sementara penelitian di RSUP Kariadi sebagai site research. Hal itu karena kelengkapan dan persiapan persyaratan yang harus dipenuhi dalam vaksin denditrik belum mendapat izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) fase II dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut tentang hal tersebut, Parna tidak merespons. Pesan singkat Kompas hanya tertanda dibaca.
Sebelumnya, pimpinan dan sejumlah anggota DPR beramai-ramai menjadi sukarelawan uji klinis fase II Vaksin Nusantara pada Rabu (14/4) di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta. Padahal, vaksin Covid-19 tersebut belum lulus uji klinis fase I sehingga belum bisa mendapatkan persetujuan untuk fase II dari BPOM.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta mengatakan, sekitar 40 orang menjadi sukarelawan uji klinis fase II vaksin Nusantara, termasuk dirinya. Sebagai sukarelawan uji klinis, ia mengatakan, sampel darahnya telah diambil oleh tim peneliti Vaksin Nusantara untuk diolah hingga satu pekan ke depan.
”Tujuh hari ke depan, darah yang sudah diproses yang hari ini diambil akan disuntikkan kembali (ke dalam tubuh) untuk divaksin kepada yang sudah diambil darahnya,” ujar Dasco. (Kompas.id, 14/4)
Sejak awal, tim peneliti dari Undip membantu para peneliti yang berada di bawah koordinasi RSUP Dr Kariadi.
Koordinasi
Ketua Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito di Jakarta, Kamis (15/4), mengatakan, Vaksin Nusantara atau vaksin dendritik ialah jenis vaksin yang dikembangkan di Amerika Serikat dan diuji coba di Indonesia. Pemerintah mendukung pengembangan semua vaksin Covid-19 selama memenuhi ketentuan.
”Pada prinsipnya, semua vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat harus mendapat izin dari Badan POM, terutama terkait aspek keamanan, efikasi, dan kelayakan. Tim pengembangan Vaksin Nusantara diharapkan berkoordinasi lebih baik dengan Badan POM agar isu terkait vaksin ini bisa segera diselesaikan,” ujar Wiku. (Kompas, 16/4)
Vaksin Nusantara dikembangkan tim dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi Semarang, dan Universitas Diponegoro. Penelitian disponsori PT Rama Emerald atau PT Aivita Indonesia bekerja sama dengan Balitbangkes Kemenkes.
Vaksin tersebut menggunakan campuran sel dendritik yang berasal dari setiap orang yang menjadi sasaran vaksinasi, antigen SARS-CoV-2 spike protein (protein paku), dan GMCSF (sarmogastrim) yang menjadi faktor pertumbuhan. Antigen dan GMCSF saat ini belum diproduksi di Indonesia sehingga perlu diimpor dari AS.
Pada Februari 2021, anggota tim peneliti Vaksin Nusantara, Yetty Movieta Nency, di RSUP Dr Kariadi Semarang, mengatakan, prosedur vaksin berbasis sel dendritik berbeda dengan vaksin Covid-19 yang kini sudah beredar. Subyek atau penerima vaksin diambil darah terlebih dulu, kemudian diambil sel darah putih, lalu diambil sel dendritiknya.
”Di laboratorium, kami kenalkan sel itu dengan rekombinan dari SARS-CoV-2. Dengan demikian, sel tersebut jadi bisa mengenali dan mengantisipasi SARS-CoV-2. Setelah itu disuntikkan kembali ke subyek vaksin. Jadi, ada rentang seminggu dari awal diambil hingga disuntikkan kembali karena vaksin harus diinkubasi dulu,” kata Yetty, Rabu (17/2).
Saat dihubungi dan ditanya perkembangan keterlibatan RSUP Dr Kariadi dan Undip pada penelitian Vaksin Nusantara, Jumat (16/4), Yetty tidak merespons. Pesan singkat Kompas tidak dibalas.