Kelompok kriminal bersenjata kembali membakar fasilitas sekolah menengah pertama di pedalaman Papua. Sembilan ruangan di sekolah itu hangus terbakar.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kelompok kriminal bersenjata kembali membakar sembilan ruangan di SMP Negeri 1 Beoga di Kabupaten Puncak, Papua, pada Minggu (11/4/2021) malam. Dalam empat hari terakhir, kelompok kriminal bersenjata telah dua kali melakukan pembakaran sekolah.
Bupati Puncak Willem Wandik, saat dihubungi dari Jayapura pada Senin (12/4/2021), mengatakan, pihaknya merasa terkejut dan heran dengan aksi kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang terus membakar fasilitas sekolah di Beoga. Sebab, belum pernah terjadi aksi itu di Kabupaten Puncak.
”Kami sangat menyesalkan aksi pembakaran sekolah kembali terjadi. Perbuatan mereka menyebabkan anak-anak kehilangan fasilitas untuk belajar,” kata Willem.
Sebelumnya, KKB telah membakar sejumlah ruangan di SD Jambul, SMP Negeri 1 Beoga, dan SMA Negeri 1, Kamis (8/4/2021) lalu. Kelompok ini juga yang melakukan penembakan terhadap dua guru, yakni Oktovianus Rayo dan Yonatan Renden hingga tewas.
Oktovianus adalah guru kelas di SD Jambul, sedangkan Yonatan adalah guru matematika di SMP Negeri 1 Beoga. Oktovianus ditembak KKB pada Kamis di Kampung Julukoma, Distrik Beoga. Sementara Yonatan ditembak mati KKB pada Jumat (9/4/2021) di ibu kota Distrik Beoga.
Willem menuturkan, Pemda Puncak telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian setempat untuk menyelidiki motif di balik aksi pembakaran sekolah di Beoga.
Negara tidak boleh kalah menghadapi masalah ini. (Willem Wandik)
”Kami akan mengusut penyebab kelompok ini menyerang fasilitas publik hingga tuntas. Negara tidak boleh kalah menghadapi masalah ini,” tuturnya.
Kepala Polsek Beoga Ipda Ali Akbar memaparkan, bangunan sekolah SMP Negeri 1 Beoga yang dibakar meliputi enam ruang kelas, satu ruang laboratorium, dan satu ruangan perpustakaan dan gudang. ”Kejadian pembakaran ruangan-ruangan SMP Negeri 1 Beoga itu pada pukul 18.25 WIT. Total sembilan ruangan yang dibakar kelompok tersebut,” papar Ali.
Ia menduga KKB masih berada di sekitar wilayah Beoga hingga kini. ”Kami berharap adanya penambahan pasukan ke Beoga. Jumlah anggota kami sangat minim,” ujarnya.
Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri mengatakan, Polda Papua akan berkoordinasi dengan Pemda Puncak terkait keamanan masyarakat di Beoga. Pembakaran sekolah yang dilakukan KKB tidak hanya merugikan masyarakat setempat namun juga masa depan anak-anak Papua.
”Kami masih berupaya mengirimkan satu peleton pasukan Brimob yang berjumlah 30 orang ke Beoga. Pesawat belum dapat memasuki Lapangan Terbang Beoga karena situasi keamanan yang tidak kondusif,” kata Fakhiri.
Polda Papua juga akan mengevakuasi 46 warga dari Beoga. Hal ini untuk mengantisipasi serangan KKB ke warga sipil terulang lagi.
Pascapenembakan terhadap dua guru, saat ini terdapat sembilan tenaga kesehatan dan lima kerabatnya yang masih mengungsi di sebuah rumah. Sementara tujuh orang guru mengungsi di markas Koramil Beoga.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey menyatakan, aksi KKB yang juga disebut Organisasi Papua Merdeka tidak dapat dibenarkan apa pun alasannya.
Ia berpendapat, aksi KKB yang membunuh tenaga pengajar dan membakar sekolah sangat merugikan anak-anak Papua yang membutuhkan pendidikan.
”Aksi mereka telah melanggar hak warga untuk hidup aman dan hak untuk mendapatkan pendidikan. Negara harus hadir untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat Beoga,” kata Frits.