Alih Fungsi Hutan Jadi Ladang Jagung Turut Jadi Penyebab Banjir Bandang di Bima
Banjir bandang yang melanda Bima diduga tidak lepas dari alih fungsi lahan menjadi ladang jagung yang terus berlangsung. Jika tidak dihentikan, banjir bandang yang lebih besar berpotensi kembali terjadi.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
BIMA, KOMPAS — Wilayah hulu di Kabupaten Bima bagian selatan banyak beralih fungsi dari kawasan hutan menjadi ladang jagung. Hal itu diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir bandang yang melanda belasan desa di Kecamatan Monta dan Woha. Jika tidak dihentikan, banjir bandang akan terus terjadi.
Hal itu yang terlihat di kawasan Bendungan Pelaparado, Kecamatan Monta, Jumat (9/4/2021). Saat hujan dengan intensitas tinggi melanda Kabupaten Bima pada Jumat (2/4/2021), Bendungan Pelaparado tidak mampu menahan debit air dan meluap.
Dalam sekejap, banjir bandang melanda desa-desa di wilayah hilir. Tidak hanya Desa Pela di dekat Pelaparado serta desa lain di Monta, tetapi hingga lebih dari 20 kilometer jauhnya ke desa-desa di Kecamatan Woha.
Satu warga Monta meninggal serta lebih dari 4.000 keluarga atau 12.698 jiwa yang tersebar di 18 kecamatan di Monta dan Woha terdampak. Itu belum termasuk kecamatan lain yang juga terdampak, seperti di Kecamatan Bolo dan Madapangga. Data sementara, total ada 10.185 keluarga atau 29.182 jiwa di Kabupaten Bima yang terdampak banjir bandang. Ribuan rumah warga rusak.
Pantauan Kompas, kawasan perbukitan selingkar bendungan Pelaparado dari jauh terlihat hijau. Namun, saat mendekat, itu adalah ladang-ladang jagung. Mulai dari sisi, selatan, dan timur, dan sebagian di sisi barat daya bendungan.
Di sisi selatan, tiga bukit besar telah menjadi ladang jagung. Di sisi timur, jumlahnya lebih banyak lagi. Adapun di sisi barat daya, masih banyak tutupan hutan. Akan tetapi, sudah ada bukit kecil yang menjorok masuk ke tengah bendungan sudah dibuka sebagai ladang baru.
”Rencananya, di sana mau ditanami singkong, tetapi harus dibuka dulu. Tidak ada yang larang,” kata Mahmud (45), salah satu warga Parado yang memiliki ladang jagung.
Di bukit-bukit yang sudah jadi ladang jagung, tutupan hutan hanya berada pada area sulit dijangkau atau sangat curam. Itu pun sudah terancam karena terlihat ada longsor. Di area ladang-ladang jagung, hanya ada satu dua pohon peneduh.
Rencananya, di sana mau ditanami singkong, tetapi harus dibuka dulu. Tidak ada yang larang.
Secara kasatmata, proses pembukaan ladang jagung baru juga masih berlangsung. Ladang baru itu berada persis di sisi area tutupan hutan yang masih memiliki pepohonan. Misalnya yang berada tepat di bagian selatan bendungan.
”Kalau buka lahan, memang harus begitu. Pohonnya ditebang dulu,” kata Siti (37), warga Kecamatan Parado yang sudah tiga tahun berladang jagung di sana.
Jika dilihat dari citra satelit, alih fungsi hutan menjadi ladang jagung akan semakin terlihat, bahkan lebih luas. Tidak hanya di area sekitar bendungan, tetapi berlanjut ke selatan hingga perbukitan kawasan pesisir.
Selain itu, tidak sulit menemukan sisa-sisa bekas pembukaan hutan di kawasan bendungan dengan area genangan 104 hektar itu. Termasuk dari sisa banjir bandang kemarin. Batang pohon yang dipotong rata terlihat berserakan mulai dari pinggir bendungan hingga jalan di atas bendungan. Jika menyusuri sungai yang menjadi jalur banjir bandang, juga banyak sekali batang-batang pohon.
”Di atas, makin banyak pohon ditebang buat orang tanam jagung. Jadinya seperti ini. Banjir dengan batang-batang pohon,” kata Mahmud (65), warga Desa Pela, Kecamatan Monta.
Mahmud memang tidak terdampak karena posisi rumahnya yang lebih tinggi. Juga sawah miliknya. ”Namun, saya tidak tahu besok-besok. Kalau hutan makin habis, bisa juga kena banjir,” kata Mahmud.
Mahmud mengatakan, sebelum hutan dibuka untuk ladang jagung, tidak pernah terjadi banjir. Apalagi sampai sebesar Jumat lalu yang dampaknya dirasakan belasan desa di dua kecamatan.
Desa lain
Tidak hanya wilayah selatan Kabupaten Bima, banjir bandang juga melanda wilayah tengah, seperti Kecamatan Bolo, serta wilayah barat, seperti Madapangga. Di dua kecamatan itu, ada 17 desa terdampak.
Banjir bandang diduga juga turut dipicu pembukaan hutan untuk ladang jagung. ”Penggundulan hutan salah satu penyebab, selain cuaca,” kata Kepala Desa Leu, Kecamatan Bolo, Muhammad Taufik.
Leu merupakan salah satu desa yang terdampak sangat parah akibat banjir bandang kemarin. Satu warga di sana meninggal. Kemudian banyak rumah di sempadan sungai di desa itu yang roboh hingga hanyut.
”Di daerah-daerah hulu, kawasan hutan jadi ladang jagung. Kami bahkan sudah coba dua kali tahun ini hentikan penanaman jagung, tetapi tidak bisa juga. Susah,” kata Taufik.
Menurut Taufik, perlu ada tindakan nyata dan tegas dari pihak-pihak terkait. Tidak cukup jika sekadar berkomitmen. ”Kalau tidak, ya, banjir akan terus datang. Lalu, apa mau membiarkan kami bernasib seperti ini terus,” kata Taufik.
Pengundulan hutan salah satu penyebab selain cuaca.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB Madani mengakui jika alih fungsi hutan menjadi ladang jagung adalah salah satu penyebab banjir di Kabupaten Bima.
Ia mencontohkan banjir bandang yang melanda Monta dan Woha akibat meluapnya Bendungan Pelaparado.
”Dulu, di kawasan itu adalah hutan lebat. Hutan kemiri. Namun, kemudian habis ditanami jagung,” kata Madani.
Moratorium penebangan kayu
Menurut Madani, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, mulai dari sosialisasi hingga penertiban. Akan tetapi, hal itu tidak akan berhasil tanpa adanya kesadaran dari masyarakat.
”Kami juga terbatas secara personel. Di Kesatuan Pengelolaan Hutan di Parado, misalnya, hanya ada delapan orang. Mereka harus berhadapan dengan ribuan orang sehingga sering terjadi konflik,” kata Madani.
Madani mengatakan, Gubernur NTB juga mengeluarkan moratorium penebangan dan pengangkutan kayu keluar Sumbawa dan NTB. Patroli rutin dilakukan di sebelas pos bersama TNI, Polri, pihak kecamatan dan desa.
Selain itu, Pemerintah Provinsi NTB juga menghapus APBD untuk bantuan jagung, termasuk di dalamnya benih. Akan tetapi, bantuan justru datang dari APBN untuk program swasembada jagung.
”Sekarang, kami juga mulai proses rehabilitasi. Bekerja sama dengan TNI. Jadi, warga yang menanam jagung harus juga menanam pohon lain. Kalau tidak tumbuh, disuruh keluar dari ladang itu,” kata Madani.