Sultan HB X: Waspadai Tumbuhnya Bibit Terorisme di DI Yogyakarta
Sultan Hamengku Buwono X meminta semua pihak mewaspadai bibit-bibit terorisme yang tumbuh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kewaspadaan itu penting setelah adanya penggeledahan oleh Densus 88 di sejumlah lokasi di DIY.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X meminta semua pihak mewaspadai bibit-bibit terorisme yang tumbuh di daerah tersebut. Kewaspadaan dinilai penting setelah beberapa hari terakhir petugas Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menggeledah sejumlah tempat di DIY yang diduga terkait dengan tindakan terorisme.
Pernyataan tersebut disampaikan Sultan HB X dalam silaturahmi antara Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) DIY dengan tokoh agama dan pengurus partai politik, Selasa (6/4/2021), di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta.
”Harus ada deteksi dini terhadap semua gejala distorsi, baik bencana alam, merebaknya pandemi Covid-19, atau gangguan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang merenggangkan rasa kebangsaan kita. Terutama gangguan teroris yang diduga bibit-bibitnya bersemi dan tumbuh di wilayah DIY,” kata Sultan HB X saat memberikan sambutan dalam acara itu.
Sultan menyatakan, silaturahmi dengan para tokoh agama dan pengurus partai politik itu merupakan salah satu cara mengantisipasi tumbuhnya bibit-bibit terorisme. Selain melalui dialog semacam itu, upaya lain yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) DIY adalah dengan membentuk kelompok Jaga Warga di desa-desa.
Kelompok Jaga Warga diharapkan bisa membantu petugas Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari TNI dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) dari Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di desa-desa. Sultan menyebut, dengan kelompok Jaga Warga, upaya deteksi dini terhadap berbagai masalah di masyarakat diharapkan bisa dilakukan lebih baik.
”Jaga Warga itu untuk membantu Babinsa dan Bhabinkamtibmas terkait kekerasan, narkoba, terorisme, dan sebagainya,” ujar Sultan HB X yang juga Raja Keraton Yogyakarta.
Semua pihak harus menerima perbedaan tersebut dan tidak menjadikan perbedaan sebagai sumber konflik.
Dalam pertemuan itu, Sultan secara khusus juga meminta para tokoh agama di DIY menyampaikan kepada umatnya bahwa perbedaan di tengah masyarakat merupakan suatu keniscayaan. Oleh karena itu, semua pihak harus menerima perbedaan tersebut dan tidak menjadikan perbedaan sebagai sumber konflik.
”Marilah kita mendorong para tokoh agama untuk mengintensifkan komunikasi dan dialog di masyarakat serta menyerukan pemahaman bahwa perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan yang tak terelakkan,” kata Sultan.
Sultan juga menyatakan, agama tidak boleh menjadi alat untuk membenarkan tindak kekerasan terhadap orang lain. Oleh karena itu, aksi kekerasan dan terorisme yang mengatasnamakan agama merupakan tindakan yang tak bisa dibenarkan. ”Mestinya agama tidak dijadikan pembenaran untuk melakukan berbagai bentuk kekerasan terhadap sesama,” ucapnya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY Dewo Isnu Broto mengatakan, keberadaan kelompok Jaga Warga diharapkan bisa ikut memantau kehadiran pendatang baru di wilayah mereka. Pemantauan itu penting karena bibit-bibit terorisme kerap muncul dari pendatang baru di suatu wilayah.
”Ketika ada pendatang baru, bagaimana kelengkapan administrasinya dan bagaimana hubungan dengan masyarakat sekitar,” ujar Dewo.
Penggeledahan
Kewaspadaan terhadap bibit-bibit terorisme di DIY penting ditingkatkan setelah adanya penggeledahan oleh aparat Densus 88 Antiteror Polri di sejumlah tempat di daerah tersebut beberapa hari lalu. Berdasarkan pantauan Kompas, penggeledahan oleh Densus 88 di DIY dilakukan selama tiga hari, yakni sejak Jumat (2/4/2021) hingga Minggu (4/4/2021).
Pada Jumat, Densus 88 menggeledah sejumlah rumah di Kabupaten Bantul dan Sleman, DIY. Dalam penggeledahan itu, petugas menyita sejumlah barang, misalnya buku-buku, busur dan anak panah, serta senjata tajam. Pada Jumat itu pula, petugas Densus 88 menggeledah sebuah pondok pesantren di Sleman dan menyita laptop, komputer, buku-buku, buku tabungan, serta busur dan anak panah.
Pada keesokan harinya atau Sabtu, petugas Densus 88 kembali menggeledah sebuah rumah di Bantul. Dalam kesempatan itu, petugas menyita beberapa barang, misalnya buku, handy talkie, telepon seluler, stempel, compact disc (CD), flashdisk, kamera digital, dan rompi. Tidak ditemukan senjata ataupun bahan peledak dalam penggeledahan tersebut.
Sementara itu, pada Minggu, aparat Densus 88 menggeledah kantor lembaga bernama Syam Organizer di Jalan Suryodiningratan, RT 030 RW 008, Kampung Kumendaman, Kelurahan Suryodiningratan, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Dalam penggeledahan itu, petugas menyita dokumen keuangan, komputer, laptop, peralatan kantor, dan kaleng-kaleng untuk pengumpulan donasi.
Dewo Isnu Broto menuturkan, Syam Organizer telah memiliki status badan hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, Dewo menyebut, lembaga tersebut justru tidak terdaftar di Badan Kesbangpol DIY. Hal ini karena tidak ada regulasi yang mewajibkan lembaga dengan status badan hukum mendaftar ke pemda.
”Lembaga itu (Syam Organizer) izinnya ke Kemenkumham dan tidak melakukan registrasi ke pemda. Memang tidak ada regulasi yang memerintahkan mereka mendaftar ke Kesbangpol,” ujar Dewo.
Meski begitu, Dewo menambahkan, pihaknya akan melakukan pendekatan ke lembaga dan organisasi kemasyarakatan (ormas) di DIY agar mendaftarkan diri ke Badan Kesbangpol DIY. Pendaftaran itu penting agar Badan Kesbangpol DIY bisa memiliki informasi yang memadai terkait lembaga dan ormas di provinsi tersebut.