Di Balik Operasi Senyap Densus 88 di DI Yogyakarta
Densus 88 Antiteror Polri menggeledah sejumlah rumah dan satu pondok pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (2/4/2021). Sejumlah warga yang menjadi saksi menuturkan kisah di balik penggeledahan tersebut.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menggeledah sejumlah rumah dan satu pondok pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (2/4/2021). Dalam penggeledahan itu, petugas menyita sejumlah barang, misalnya busur, anak panah, senjata tajam, dan buku-buku. Sejumlah warga yang menjadi saksi penggeledahan menuturkan kisah di balik penggeledahan tersebut.
Jumat sekitar pukul 07.00, Safii (41) dan istrinya melihat sebuah mobil warna hitam berhenti cukup lama tak jauh dari rumah mereka. Merasa penasaran, istri Safii lalu memotret mobil tersebut dengan telepon selulernya. Namun, begitu melihat ada orang yang memotret, penumpang mobil tersebut langsung turun.
Sang penumpang meminta istri Safii menghapus foto tersebut. Penumpang itu juga memperkenalkan diri sebagai petugas Densus 88 dari Jakarta. ”Begitu difoto, orang yang di dalam mobil keluar. Dia bilang, ’Mbak jangan difoto, dihapus saja’. Dia juga bilang, ’Saya dari Jakarta, dari Densus 88’,” ujar Safii saat ditemui di rumahnya, Jumat sore.
Mereka bilang mau ’eksekusi’ rumah di situ. Terus saya diminta diam dulu, enggak boleh ambil gambar dan enggak boleh komentar apa-apa.
Safii merupakan Ketua RT 003 Dusun Widoro, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Pagi itu, setelah bertemu petugas Densus 88, Safii mendapat informasi bahwa para petugas tersebut hendak menjalankan operasi di wilayah RT 003 Dusun Widoro. Sasaran operasi tersebut adalah sebuah rumah yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah Safii.
”Mereka bilang mau ’eksekusi’ rumah di situ. Terus saya diminta diam dulu, enggak boleh ambil gambar dan enggak boleh komentar apa-apa,” ungkap Safii.
Sekitar pukul 13.00, Safii diminta menjadi saksi saat petugas Densus 88 menggeledah sebuah rumah di RT 003 Dusun Widoro. Selama proses penggeledahan yang berlangsung hingga pukul 16.00, jalan menuju rumah tersebut ditutup dan dijaga petugas kepolisian. Penutupan jalan ini merupakan prosedur standar yang biasa dilakukan saat petugas Densus 88 menjalankan operasi.
Dalam penggeledahan itu, Safii menuturkan, petugas menyita sejumlah barang, misalnya busur, anak panah, dan buku. Selain itu, Safii juga sempat melihat petugas menyita sebuah senapan yang dia duga merupakan senapan angin untuk berburu burung. ”Ada 14 kelompok (barang). Isinya bermacam-macam barang. Ada buku, ada panah, ada busur. Macam-macam, saya enggak hafal semua,” ujarnya.
Menurut Safii, rumah yang digeledah itu merupakan milik seorang pria berinisial W (45). W disebut berasal dari Kabupaten Gunungkidul, DIY, tetapi telah tinggal di Dusun Widoro sejak beberapa tahun lalu. Di rumah tersebut, W tinggal bersama seorang istri dan tiga anaknya. Sehari-hari, W disebut bekerja sebagai pedagang soto.
Safii menuturkan, sehari-hari, W bukan pribadi yang tertutup. Menurut dia, W kerap berinteraksi dengan warga lain dan sering kali ikut aktivitas kerja bakti bersama warga lainnya. ”Sehari-hari ya biasa saja. Hubungan sosial dengan masyarakat ya biasa saja,” ujarnya.
Saat ditanya apakah W ikut ditangkap oleh petugas Densus 88, Safii mengaku kurang tahu pasti. ”Saya kurang tahu. Yang saya tahu persis pas penggeledahan,” katanya.
Sleman
Sesudah menggeledah rumah di Dusun Widoro, petugas Densus 88 melanjutkan operasinya dengan menggeledah sebuah rumah di RT 006 RW 005 Dusun Dawukan, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, DIY. Salah seorang yang menjadi saksi penggeledahan itu adalah Kadiyono (48), Ketua RW 05 Dusun Dawukan.
Kadiyono menuturkan, dirinya mendapat informasi soal penggeledahan itu pada Jumat sekitar pukul 17.30. Setelah mendapat kabar itu, ia pun datang ke lokasi penggeledahan. Sesampainya di lokasi, ia melihat proses penggeledahan sudah dimulai.
Oleh karena itu, Kadiyono tidak mengikuti proses penggeledahan dari awal. ”Laporan yang saya terima, ada Densus 88 ke rumah itu,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Jumat malam.
Berdasarkan pantauan Kompas, lokasi sekitar penggeledahan itu sempat dijaga ketat petugas kepolisian. Warga dan wartawan tidak diperkenankan mendekat ke lokasi. Para petugas kepolisian yang berjaga di sekitar lokasi itu baru mulai meninggalkan tempat sekitar pukul 19.20.
Menurut Kadiyono, dalam penggeledahan itu, petugas menyita beberapa barang, misalnya buku dan senjata tajam. Namun, ia mengaku tak tahu persis berapa jumlah senjata tajam yang disita petugas. ”Setahu saya, ada buku-buku (yang disita). Selain buku, ada senjata seperti pedang,” ujarnya.
Ia menambahkan, penggeledahan itu dilakukan di rumah pria berinisial H. Di rumah itu, H tinggal bersama seorang istri dan tiga anaknya. H sudah tinggal di rumah tersebut sejak kecil. Namun, secara administratif dia bukan warga Desa Sendangtirto, melainkan warga Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Sleman.
Menurut Kadiyono, sehari-hari, H dikenal sebagai warga yang baik. Dia juga menyebut, selama ini tidak ada perilaku aneh yang ditunjukkan H dalam kehidupan sehari-hari. ”Kalau saya secara pribadi mengenalnya baik. Kalau ada kerja bakti, ya ikut. Enggak ada yang aneh-aneh,” paparnya.
Saat penggeledahan, Kadiyono menyebut, H tidak terlihat di lokasi. Namun, ia tidak tahu pasti apakah H telah ditangkap atau belum. ”Katanya dibawa, tapi dibawa ke mana saya juga enggak tahu,” ucapnya.
Petugas menggeledah sejumlah ruangan di ponpes tersebut, termasuk ruangan kerja direktur ponpes.
Ponpes
Selain menggeledah sejumlah rumah, petugas Densus 88 Antiteror Polri juga menggeledah sebuah pondok pesantren (ponpes) di RT 004 RW 007 Dusun Gandu, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Sleman, pada Jumat malam. Ponpes yang digeledah itu merupakan ponpes khusus perempuan.
Ketua RT 004 RW 007 Dusun Gandu Agus Purwanto (48) menuturkan, petugas menggeledah sejumlah ruangan di ponpes tersebut, termasuk ruangan kerja direktur ponpes. Selain itu, petugas juga menggeledah rumah milik direktur ponpes.
Dalam penggeledahan itu, kata Agus, petugas menyita laptop, komputer, buku-buku, buku tabungan, serta busur dan anak panah. Menurut Agus, saat penggeledahan itu, sang direktur ponpes juga ikut hadir menyaksikan. Direktur ponpes itu merupakan seorang perempuan berinisial A.
Agus menyebut, ponpes tersebut sudah berdiri sejak 1980-an. Selama ini, lanjutnya, aktivitas ponpes tersebut tidak mencurigakan. ”Aktivitasnya biasa saja kok. Ponpes ini kan santrinya perempuan semua,” katanya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi pada Jumat malam, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan belum mendapat informasi mengenai penggeledahan yang dilakukan Densus 88 di Bantul dan Sleman. ”Saya belum mendapat laporan,” katanya singkat.
Hingga Sabtu (3/4/2021) pagi, kepolisian juga belum memberikan keterangan resmi mengenai penggeledahan yang dilakukan Densus 88 Antiteror di wilayah DIY. Oleh karena itu, belum bisa dipastikan apakah penggeledahan itu juga diikuti penangkapan terhadap sejumlah terduga teroris. Selain itu, belum bisa dipastikan pula penggeledahan tersebut berkaitan dengan aktivitas teror yang terjadi beberapa waktu belakangan atau tidak. Yang pasti, penggeledahan di DIY mesti membuat warga makin waspada terhadap aktivitas sekitarnya, terlebih untuk meredam tumbuhnya paham radikalisme. Bukan mencurigai, tetapi saling menjaga demi keamanan bersama.