Penyerapan Gabah Petani Cirebon Terkendala Kualitas dan Gudang Bulog
Penyerapan hasil panen petani di Cirebon terkendala menurunnya kualitas gabah dan tempat penyimpanan. Penyerapan tak optimal bisa berdampak pada anjloknya harga gabah.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon berkomitmen menyerap hasil panen petani untuk mengantisipasi anjloknya harga gabah. Namun, penyerapan terkendala menurunnya kualitas gabah dan tempat penyimpanan.
Pemimpin Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon Ramadin Ruding mengatakan, serapan panen petani berkisar 2.000 ton dari target 3.000 ton setara beras. ”Kami berupaya memaksimalkan penyerapan untuk membantu petani,” katanya, Rabu (24/3/2021), di Cirebon, Jawa Barat.
Akan tetapi, pembelian hasil panen petani terkendala kualitas gabah yang menurun. Pihaknya menemukan, kadar air dalam gabah rata-rata di atas 30 persen. Padahal, aturannya maksimal 25 persen. Kadar hampa atau kotoran gabahnya juga tinggi. Pemicunya intensitas hujan yang tinggi.
Kendala lain, gudang Bulog nyaris penuh. Berdasarkan data Perum Bulog Cabang Cirebon, akhir pekan lalu, stok beras di gudang berkisar 70.000 ton. Beras itu, antara lain, dari penyerapan tahun 2018 sekitar 4.400 ton, 34.000 ton (2019), dan 21.000 ton (2020). Bahkan, 5.000 ton beras sisa impor dari Vietnam pada 2018 masih menumpuk.
Stok 70.000 ton beras itu dapat memenuhi kebutuhan beras di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Majalengka, dan Kuningan hingga 13 bulan ke depan. Dengan kondisi tersebut, kapasitas 10 kompleks pergudangan nyaris penuh karena kapasitas gudang 111.000 ton.
Artinya, tempat yang tersisa untuk menyimpan beras sekitar 41.000 ton. ”Namun, karena ada broken space (gudang yang tidak bisa digunakan), sisa ruang yang optimal digunakan hanya 21.000 ton,” katanya.
Dengan begitu, target serapan hasil panen petani 42.000 ton pada 2021 sulit tercapai. Padahal, lanjut Ramadin, potensi panen di wilayah Cirebon, Majalengka, dan Kuningan pada panen raya April ini 1,4 juta ton beras.
Di sisi lain, pihaknya kesulitan menyalurkan beras. Skema penyaluran melalui program ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH) yang dikenal dengan operasi pasar untuk sementara dihentikan.
Setiap bulan pihaknya bisa menyalurkan 5.000 ton beras. Penyaluran dilakukan untuk mengantisipasi harga beras naik. ”Kami fokus penyerapan dulu. Nanti, kalau kami keluarkan, harga beras bisa tertekan dan berdampak kepada petani,” katanya.
Ketua Gapoktan Sri Jaya Makmur, Cirebon, Amrin mengatakan, kualitas gabah menurun karena beberapa sentra pertanian kebanjiran. ”Di Panguragan saja, 700 hektar sawah terendam. Padi petani juga diserang hama dan penyakit. Ini yang membuat kualitas dan harga gabah turun,” ujarnya.
Dampak impor bukan hanya kelebihan beras, melainkan juga membuat pedagang ragu beli gabah petani.
Pantauan Kompas, sepekan terakhir di Cirebon, harga gabah berkisar Rp 3.300-Rp 3.700 per kg tergantung dari kualitasnya. Menurut Amrin, harga gabah masih bisa turun seiring dengan rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras.
”Dampak impor bukan hanya kelebihan beras, melainkan juga membuat pedagang ragu beli gabah petani. Gabah petani nanti enggak laku,” ungkapnya.