Baku Tembak Kembali Pecah di Poso, Seorang Polisi Gugur
Kontak tembak kembali terjadi di Kabupaten Poso, Sulteng, antara aparat Polri-TNI dan anggota kelompok teroris MIT. Satu anggota kepolisian gugur.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Baku tembak atau kontak senjata terjadi lagi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (3/3/2021), antara aparat Satuan Tugas Operasi Madago Raya dan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur. Satu anggota Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sulteng gugur dalam kejadian itu.
Baku tembak tersebut pecah di pegunungan Desa Gayatri, Kecamatan Poso Pesisir Utara, sekitar 8 kilometer dari permukiman warga, pukul 15.30 Wita. Baku tembak bermula saat anggota Satuan Tugas Operasi Madago Raya berpatroli dan bertemu dengan anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
”Telah gugur salah satu personel Brimob Polda Sulteng atas nama Brigadir Satu Herlis. Jenazahnya telah berada di RS Bhayangkara untuk divisum,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto, di Palu.
Jenazah Herlis, menurut rencana, diterbangkan ke Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tengara, Kamis (4/3/2021). Herlis berasal dari Kolaka dan selama ini bertugas di Satuan Brimob Polda Sulteng.
Didik memastikan kontak senjata tersebut terjadi antara aparat dan kelompok MIT yang dipimpin Ali Kalora. Baku tembak masih serangkaian dengan kontak senjata pada Senin (1/3/2021) di Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara. Namun, Didik tidak bisa memastikan kelompok itu orang yang sama yang terlibat baku tembak pada Senin, yang dipastikan ada Ali Kalora di dalamnya.
Sebelumnya, kontak senjata terjadi pada Senin yang menewaskan dua anggota MIT dan satu anggota TNI. Dua orang tersisa dari kelompok itu kemudian dikejar aparat. Salah satu dari dua orang tersebut dipastikan Ali Kalora, pemimpin kelompok MIT. ”Satuan Tugas Operasi Madago Raya masih mengejar kelompok MIT,” katanya.
Operasi Madago Raya digelar untuk mengejar anggota MIT di Poso. Operasi digelar sejak 2016 yang sebelumnya bernama Operasi Tinombala. Sejak Januari 2021 operasi itu berganti sandi menjadi Operasi Madago Raya. Tinombala merujuk nama gunung di timur Kabupaten Parigi Moutong, kabupaten tetangga Poso. Sementara madago,kata dalam bahasa Pamona, bahasa yang dipakai suku Pamona, salah satu suku di Poso,berarti ’baik hati’.
Operasi berpusat di pegunungan berhutan lebat di Kabupaten Poso, Parigi Moutong, dan Sigi. Wilayah itu merupakan medan gerilya kelompok Ali Kalora, yang diperkirakan tersisa 9 orang setelah dua orang tewas pada Senin.
Kelompok MIT dideklarasikan pada 2012 oleh Santoso, yang tewas ditembak aparat pada pertengahan 2016. Kelompok itu bercita-cita mendirikan negara di Poso. Komandan Resor Militer 132/Tadulako Palu, beberapa waktu lalu, menyebutkan, kelompok MIT memiliki sekitar tiga senjata laras panjang.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Sulteng Dedi Askary menyatakan, Satgas Operasi Madago Raya tetap perlu melakukan upaya humanis terhadap kelompok MIT. Upaya itu dilakukan dengan berunding untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan atau meminta mereka menyerahkan diri. ”Bagaimanapun mereka saudara kita yang perlu disentuh akal dan pikirannya. Hanya memang pendekatan ini butuh waktu dan keseriusan,” katanya.
Ia menyatakan, pendekatan tersebut bisa menghindarkan jatuhnya korban jiwa dari pihak aparat dan anggota MIT, seperti yang terjadi dalam tiga hari terakhir. Meskipun agak sulit dilakukan, langkah tersebut tetap harus diusahakan dengan melibatkan berbagai unsur di masyarakat, seperti tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Dalam berbagai kesempatan, Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal Abdul Rakhman Baso meminta agar anggota MIT menyerahkan diri atau turun gunung. Namun, itu hanya imbauan tanpa diikuti upaya nyata untuk berunding ataupun berdialog.
Anggota MIT juga sering melancarkan aksi kejamnya terhadap warga sejumlah desa di sekitar daerah Operasi Madago Raya. Teror terakhir yang mereka lakukan yakni pembunuhan empat warga Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, akhir November 2020. Mereka biasanya membunuh warga yang tak memberikan bahan makanan (logistik).