Tangkapan Nelayan Berkurang, Harga Komoditas Laut Naik
Cuaca buruk mengakibatkan nelayan kecil di sekitar Teluk Lampung menghindari perairan bergelombang tinggi. Karenanya, tangkapan ikan berkurang dan harga komoditas laut meningkat.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Cuaca buruk mengakibatkan nelayan kecil di sekitar Teluk Lampung menghindari perairan bergelombang tinggi. Tangkapan ikan pun berkurang dan harga komoditas laut naik.
Sejumlah pedagang ikan yang ditemui di Pasar Ikan Gudang Lelang, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (25/2/2021), mengatakan, kenaikan harga komoditas laut sudah berlangsung sejak awal Februari 2021. Berbagai jenis komoditas laut yang mengalami kenaikan harga, di antaranya ikan tongkol, kembung, dan udang.
”Stok udang sempat kosong bulan lalu. Saya baru bisa jualan udang lagi minggu-minggu ini,” ujar Wasromi (45), salah satu pedagang ikan di Pasar Gudang Lelang.
Dia mengatakan, udang ukuran sedang yang biasanya dijual Rp 60.000 per kilogram kini naik menjadi Rp 70.000 per kg. Sementara udang ukuran jumbo naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 100.000 per kg.
Kenaikan harga juga terjadi pada ikan tongkol dari semula Rp 25.000 per kg menjadi Rp 35.000 per kg. Sementara harga ikan kembung sate naik dari Rp 30.000 menjadi Rp 35.000 per kg.
Kondisi itu terjadi akibat minimnya tangkapan nelayan. Biasanya dia bisa mendapat pasokan ikan tongkol hingga 30 kg per hari dari nelayan. Namun, kini dia hanya mendapat 15 kg per hari.
Ismiyanti (37), pedagang ikan lainnya menuturkan, pasokan ikan budidaya, seperti kerapu, baronang, dan kakap juga berkurang. Kondisi itu terjadi karena lesunya pembelian selama pandemi Covid-19. Kondisi itu membuat sejumlah pembudidaya mengurangi kapasitas budidaya ikan laut.
”Banyak restoran dan rumah makan yang tutup selama pandemi Covid-19. Pelanggan yang biasanya membeli ikan kerapu, baronang, dan kakap jadi berhenti semua,” tutur Ismiyanti.
Minimnya tangkapan dibenarkan oleh sejumlah nelayan. Bisri (34), salah satu nelayan, menuturkan, tangkapan nelayan berkurang akibat gelombang tinggi yang kerap melanda perairan Lampung sejak akhir Desember 2020. Kondisi itu membuat nelayan terpaksa membatasi daerah tangkapan ikan untuk mencegah kecelakaan laut.
Saat ini, nelayan hanya bisa melaut di sekitar perairan Teluk Lampung. Untuk sementara, nelayan tidak mencari ikan hingga ke perairan barat Lampung atau Selat Sunda karena ancaman gelombang tinggi.
Sulitnya mencari ikan saat cuaca buruk juga membuat sejumlah nelayan memilih untuk tidak melaut sementara waktu. ”Kalau tetap melaut juga percuma karena bisa tekor untuk biaya operasional kapal, sedangkan tangkapan ikannya sedikit,” katanya.
Saat ini sejumlah nelayan yang berhenti melaut untuk sementara waktu dan beralih mencari pekerjaan lain, seperti menjadi buruh angkut atau buruh bangunan. (Masirin)
Beralih pekerjaan
Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Bandar Lampung Masirin menuturkan, ada sekitar 700 nelayan dan pedagang ikan di kawasan Gudang Lelang yang bergantung pada usaha perikanan. Saat ini, sejumlah nelayan yang berhenti melaut untuk sementara waktu dan beralih mencari pekerjaan lain, seperti menjadi buruh angkut atau buruh bangunan.
Menurut dia, nelayan di kawasan Gudang Lelang umumnya melaut menggunakan perahu motor selama 3-4 hari. Satu kapal biasanya diisi oleh 8-10 anak buah kapal. Saat cuaca buruk, tangkapan ikan kerap tidak cukup dibagi untuk seluruh awak kapal.
Berdasarkan data prakiraan cuaca BMKG Maritim Lampung, gelombang tinggi disertai angin kencang terjadi di Selat Sunda bagian barat, perairan barat Lampung, Teluk Lampung bagian selatan, dan Samudra Hindia barat Lampung. Di kawasan itu, ketinggian gelombang berkisar 2,5-4 meter. Adapun kecepatan angin bisa mencapai maksimal 25 knot.
Terkait kondisi itu, Kepala Stasiun Meteorologi Kelas IV BMKG Maritim Lampung Andi Cahyadi mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi . Nelayan diminta waspada gelombang setinggi 4 meter bisa terjadi di wilayah perairan barat Lampung dan Selat Sunda bagian barat.
Bahkan, di perairan Samudra Hindia sebelah barat Lampung, ketinggian gelombang bisa 6 meter. Kondisi itu bisa membahayakan perahu nelayan dan kapal-kapal besar yang berlayar di kawasan tersebut.