Merapi Keluarkan Awan Panas Guguran Sejauh 1,5 Km ke Arah Kali Krasak
Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur 1,5 kilometer pada Sabtu (16/1/2021) pagi. Ini merupakan awan panas guguran dengan jarak luncur terjauh sejak Merapi mengalami erupsi pada 4 Januari.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur 1,5 kilometer, Sabtu (16/1/2021) pagi. Ini merupakan awan panas guguran dengan jarak luncur terjauh sejak erupsi pada 4 Januari 2021. Namun, status gunung di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu masih Siaga.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), awan panas guguran terjadi pada Sabtu pukul 04.00. Saat kemunculannya, teramati kolom erupsi setinggi 500 meter. Awan panas itu tercatat di seismogram dengan amplitudo maksimal 60 milimeter dan durasi 150 detik.
Awan panas guguran itu meluncur sejauh 1,5 km ke arah hulu Kali Krasak di perbatasan Kabupaten Magelang (Jateng) dan Kabupaten Sleman (DIY). Saat itu, angin bertiup ke arah timur. Belum dilaporkan adanya hujan abu di kawasan lereng Merapi.
Awan panas guguran kali ini memiliki jarak luncur lebih jauh dibandingkan dengan sebelumnya. Bahkan, jika dihitung sejak fase erupsi pada 4 Januari, jarak luncurnya adalah yang terjauh. Sejak 7 Januari, Merapi telah mengeluarkan tujuh kali awan panas guguran, termasuk Sabtu pagi ini.
Pada 7 Januari, Merapi tercatat mengeluarkan awan panas guguran sebanyak empat kali pada pukul 08.02, 12.50, 13.15, dan 14.02 WIB. Jarak luncur terjauh empat awan panas guguran tersebut diperkirakan kurang dari 1 km menuju ke hulu Kali Krasak.
Saat 9 Januari pukul 08.45, Merapi juga mengeluarkan awan panas guguran dengan kolom erupsi setinggi 200 meter. Awan panas itu memiliki amplitudo 45 mm, durasi 120 detik, dan jarak luncur 600 meter ke arah hulu Kali Krasak. Setelah itu, pada 13 Januari pukul 10.40, awan panas guguran juga terjadi di Merapi dengan amplitudo 16 mm, durasi 141 detik, tetapi jarak luncurnya tidak teramati.
Selain awan panas guguran, Merapi juga terus mengeluarkan guguran lava pijar. Berdasarkan data BPPTKG, pada 8-14 Januari 2021, Merapi mengalami 128 kali guguran lava pijar dengan jarak luncur maksimal 900 meter ke arah barat daya atau menuju hulu Kali Krasak.
Jumlah guguran lava pijar itu meningkat signifikan dibandingkan dengan pekan sebelumnya atau periode 1-7 Januari 2021. Saat itu, Merapi tercatat mengalami 19 kali guguran lava pijar dengan jarak luncur maksimal 800 meter ke arah hulu Kali Krasak.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menjelaskan, guguran lava dan guguran lava pijar terjadi saat lava atau magma yang telah sampai ke permukaan itu runtuh. Pada malam hari, lava yang runtuh atau gugur itu akan tampak berpijar karena lava tersebut memiliki suhu yang tinggi. Oleh karena itu, fenomena itu kemudian disebut dengan guguran lava pijar.
”Guguran lava pada siang hari itu tidak tampak berpijar. Sementara, pada malam hari, kita bisa melihat pijaran dari panas atau tingginya suhu lava itu karena lava ini, kan, memiliki suhu yang sangat tinggi,” tutur Hanik.
Berdasarkan data BPPTKG, awan panas guguran itu terjadi pada Sabtu pukul 04.00. Saat awan panas guguran itu muncul, teramati kolom erupsi setinggi 500 meter.
Kubah lava
Selain itu, BPPTKG juga menyebut Gunung Merapi telah mengalami pertumbuhan kubah lava baru (kubah lava 2021). Hanik menyatakan, kubah lava baru tersebut berada di sisi barat daya Gunung Merapi, tepatnya di sekitar tebing lava sisa erupsi tahun 1997.
”Pada tanggal 14 Januari 2021, volume kubah lava terukur sebesar 46.766 meter kubik dengan laju pertumbuhan sekitar 8.500 meter kubik per hari,” kata Hanik.
Hanik juga menyatakan, jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya, aktivitas kegempaan Merapi pada periode pada 8-14 Januari turun signifikan. Penurunan terutama terjadi pada gempa vulkanik dangkal, gempa fase banyak, dan gempa embusan.
Akan tetapi, intensitas gempa guguran pada pekan ini justru lebih tinggi dibandingkan dengan pekan sebelumnya. Pada periode 8-14 Januari, Merapi mengalami 1.056 gempa guguran. Adapun pada periode 1-7 Januari, gunung api tersebut tercatat 611 kali gempa guguran.
Menurut Hanik, gempa guguran atau biasa disebut juga dengan gempa rock-fall (RF) itu menjadi indikasi terjadinya guguran lava di Merapi. Semakin tinggi intensitas gempa RF menjadi indikasi tingginya aktivitas guguran lava.
Meski begitu, BPPTKG masih menetapkan Merapi berstatus Siaga. Status ini telah ditetapkan sejak 5 November 2020. Hal ini karena potensi bahaya akibat erupsi Merapi masih sama dengan sebelumnya, radius maksimal 5 km dari puncak. Apalagi, jarak luncur awan panas dan guguran lava dari Merapi yang selama ini muncul juga belum melebihi radius 5 km dari puncak.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana mengatakan, terus berkoordinasi dengan BPPTKG mengenai perkembangan aktivitas Merapi. Biwara menyebut, sampai saat ini, potensi bahaya akibat erupsi memang belum mencapai radius 5 km dari puncak.
Meski begitu, BPBD DIY dan BPBD Kabupaten Sleman juga menyiapkan antisipasi apabila radius bahaya tersebut diperluas. Salah satu langkah yang dilakukan adalah menyiapkan barak-barak pengungsian, termasuk di wilayah Kabupaten Sleman bagian barat.
”Tentu antisipasi terus kami lakukan. Sudah disiapkan 12 barak pengungsian, termasuk pemasangan sekat-sekat di barak itu untuk mengantisipasi penularan Covid-19,” ungkap Biwara.