Bawaslu Gunung Kidul Tak Keluarkan Rekomendasi Pemungutan Suara Ulang
Bawaslu Gunung Kidul mengklarifikasi informasi mengenai potensi pemungutan suara ulang dalam pilkada di kabupaten itu. Hingga sekarang, tidak ada rekomendasi pemungutan suara ulang di Gunung Kidul.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
WONOSARI, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengklarifikasi informasi mengenai potensi pemungutan suara ulang dalam pemilihan kepala daerah di kabupaten itu. Bawaslu Gunungkidul menyatakan, sampai saat ini, tidak ada rekomendasi pemungutan suara ulang karena belum ditemukan pelanggaran yang mengharuskan adanya pemungutan suara ulang di kabupaten itu.
”Kami sama sekali tidak memberikan rekomendasi atau masukan khusus untuk pemungutan suara ulang. Dari 1.900 tempat pemungutan suara (TPS) di Gunung Kidul, tidak satu pun yang kami berikan rekomendasi untuk pemungutan suara ulang,” kata Komisioner Bawaslu Gunungkidul, Rosita, saat dihubungi, Jumat (11/12/2020).
Sebelumnya, beredar informasi mengenai potensi pemungutan suara ulang dalam pilkada di Gunung Kidul. Informasi tersebut berasal dari pernyataan yang disampaikan Bawaslu RI mengenai adanya 43 TPS yang berpotensi dilakukan pemungutan suara ulang. Dalam daftar daerah yang dirilis Bawaslu RI, Gunung Kidul termasuk ke dalam daerah yang berpotensi menggelar pemungutan suara ulang.
Rosita menjelaskan, saat proses pemungutan suara Pilkada Gunung Kidul pada Rabu (9/12/2020), Bawaslu Gunung Kidul memang menemukan adanya warga yang tak memiliki hak pilih, tetapi ikut mencoblos. Peristiwa itu terjadi di salah satu TPS yang ada di Kecamatan Gedangsari, Gunung Kidul.
Di TPS itu, kata Rosita, terdapat warga yang secara administratif sudah tidak berstatus sebagai warga Gunung Kidul, tetapi namanya masih masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Selain itu, warga tersebut juga masih mendapat undangan untuk memilih. Kondisi itu terjadi karena warga tersebut pindah domisili setelah penetapan DPT.
Menurut Rosita, pada hari pemungutan suara, warga tersebut datang ke TPS dan ikut mencoblos surat suara. Namun, sebelum dia memasukkan surat suara ke kotak suara, petugas pengawas TPS mengetahui bahwa yang bersangkutan seharusnya tidak memiliki hak pilih. Oleh karena itu, warga tersebut tidak jadi memasukkan surat suara ke kotak suara. Surat suara yang dicoblosnya pun dianggap sebagai surat suara yang tidak sah.
Rosita menyatakan, peristiwa itu tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan pemungutan suara ulang. Hal ini karena surat suara yang dicoblos oleh warga tak berhak itu tidak jadi dimasukkan kotak suara. Oleh karena itu, Bawaslu Gunung Kidul juga tidak memberikan rekomendasi pemungutan suara ulang. ”Kondisinya berbeda kalau surat suara itu sudah dimasukkan ke kotak suara karena itu kan mempengaruhi hasil,” ungkapnya.
Meski begitu, Rosita mengakui, saat dimintai laporan oleh Bawaslu RI pada Rabu malam kemarin, Bawaslu Gunung Kidul memang menyebutkan adanya potensi pemungutan suara ulang. Hal ini karena Bawaslu Gunung Kidul khawatir persoalan serupa juga terjadi di kecamatan lain. ”Kenapa kami bilang kalau itu potensi (pemungutan suara ulang) karena takutnya terjadi juga di kecamatan lain,” tuturnya.
Namun, berdasarkan rapat koordinasi dengan Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam) pada Kamis (10/12/2020), ternyata peristiwa yang terjadi di Kecamatan Gedangsari itu tidak terjadi di kecamatan lain. Oleh karena itu, Bawaslu Gunung Kidul pun tidak mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan pemungutan suara ulang.
Komisioner Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Rahayu Werdiningsih, menyatakan, hingga sekarang, tidak ada rekomendasi pemungutan suara ulang terkait pilkada yang diselenggarakan di tiga kabupaten di DIY. Selain Gunung Kidul, kabupaten lain di DIY yang menggelar pilkada tahun ini adalah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman.
Dari 1.900 tempat pemungutan suara (TPS) di Gunung Kidul, tidak satu pun yang kami berikan rekomendasi untuk pemungutan suara ulang.
43 TPS
Dalam kesempatan sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan, terdapat 43 TPS di sejumlah daerah yang berpotensi dilakukan pemungutan suara ulang. ”Secara umum, pelaksanaan pemungutan suara dalam pilkada bisa dikatakan berjalan lancar. Namun, memang ada beberapa daerah yang berpotensi ada pemungutan suara ulang,” kata Abhan saat berkunjung ke kantor Bawaslu Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis kemarin.
Abhan memaparkan, 43 TPS yang berpotensi dilakukan pemungutan suara ulang itu tersebar di sejumlah daerah, misalnya Agam, Bukittinggi, Sawahlunto, Pasaman, dan Tanah Datar (Sumatera Barat), Banggai, Tolitoli, dan Parigi Moutong (Sulawesi Tengah), Barito Selatan dan Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Binjai dan Labuhanbatu Utara (Sumatera Utara), serta Gunung Kidul (DIY).
Beberapa daerah lainnya adalah Indramayu (Jawa Barat), Malang (Jawa Timur), Tangerang Selatan (Banten), Bolaang Mongondow Timur, Minahasa Utara, dan Kotamobagu (Sulawesi Utara), Kapuas Hulu dan Melawi (Kalimantan Barat), Kota Jambi, Sungai Penuh, dan Bungo (Jambi), Kota Makassar dan Pangkajene Kepulauan (Sulawesi Selatan), Kutai Timur (Kalimantan Timur), Musi Rawas Utara (Sumatera Selatan), Nabire (Papua), serta Seram Bagian Timur (Maluku).
Menurut Abhan, potensi pemungutan suara ulang di 43 TPS itu muncul akibat berbagai persoalan. Conton persoalan yang terjadi itu adalah adanya pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari sekali serta adanya pemilih yang menggunakan hak pilih orang lain.
Di sisi lain, Bawaslu juga menyebut terdapat TPS yang berpotensi dilakukan pemungutan suara ulang karena adanya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang mencoblos surat suara. ”Ada juga KPPS yang membagikan surat suara kepada saksi pasangan calon untuk dicoblos,” kata Abhan.
Abhan menuturkan, jajaran Bawaslu sedang mengkaji rekomendasi untuk pemungutan suara ulang di 43 TPS tersebut. Dia berharap proses pemungutan suara ulang tersebut bisa dilakukan dalam waktu sesegera mungkin. ”Kita sedang kaji beberapa rekomendasi di TPS yang berpotensi ada pemungutan suara ulang,” ujarnya.