Ikhtiar Demokrasi di Tengah Ancaman Merapi dan Pandemi
Sejumlah warga di lereng Merapi, Kabupaten Sleman, DIY, harus mengikuti Pilkada 2020 dengan dua ancaman bencana, yakni pandemi Covid-19 dan erupsi Gunung Merapi. Rasa khawatir dihapus dengan terus menjaga kewaspadaan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Sayem (65) berjalan pelan dari barak pengungsian menuju bilik suara sambil menggenggam kertas undangan coblosan. Masker menutup rapat separuh wajah. Dihadapkan pada ancaman ganda, erupsi Gunung Merapi pun pandemi Covid-19, semangatnya memilih pemimpin baru Kabupaten Sleman tak luntur.
Sayem, warga Dusun Kalitengah Lor tersebut, menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 08 Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (9/12/2020). TPS itu hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempatnya mengungsi lebih dari sebulan terakhir di Balai Desa Glagaharjo.
Ia patuh saat petugas memeriksa suhu tubuhnya begitu akan masuk ke TPS. Pistol termometer menunjukkan angka 35,6 derajat celsius. Selanjutnya, tanpa diminta, Sayem bergegas mencuci tangan di tempat yang sudah tersedia. Setelah daftar ulang, ia duduk di kursi yang sudah diatur saling berjarak 1 meter. Masker sama sekali tak dilepaskan selama menunggu waktu memilih.
”Tidak masalah ada aturan-aturan buat kesehatan ini. Wong ini juga buat kami. Diminta pakai masker, ya, pakai masker. Cuci tangan, ya, tinggal cuci tangan saja,” kata Sayem seusai memberikan suaranya pada Pilkada Kabupaten Sleman, Rabu (9/12/2020).
Pengalaman memilih kepala daerah dalam kondisi bencana menjadi hal baru bagi Sayem. Lebih-lebih, bukan hanya satu ancaman bencana yang mengintai. Ada dua ancaman bahaya, yakni erupsi Gunung Merapi dan pandemi Covid-19.
”Yang penting, selalu waspada saja. Patuh dengan protokol kesehatan ini salah satunya. Dengan ancaman erupsi, saya selalu ikut imbauan pemerintah. Seperti harus mengungsi lebih dulu, ini saya jalani saja,” kata Sayem, yang sudah mengungsi di Balai Desa Glagaharjo sejak 7 November 2020.
Fajar (42), warga Dusun Kalitengah Lor lainnya, juga tak berkeberatan harus memberikan hak pilihnya di TPS darurat meski saat ini tengah mengungsi. Menurut dia, memberikan suara merupakan hak warga negara yang sudah seharusnya dilakukan.
Lebih lanjut, Fajar mengungkapkan, protokol kesehatan yang diterapkan dalam pemungutan suara menjadi hal baru baginya. Ia merasa lebih aman dengan protokol kesehatan tersebut.
”Dulu biasanya tidak diwajibkan cuci tangan. Sekarang diwajibkan. Saya tidak keberatan sama sekali. Justru protokol-protokol ini lebih bagus agar mencegah penularan Covid-19 di sini,” ujarnya.
TPS darurat
Rekomendasi mengungsikan warga dikeluarkan setelah peningkatan status Gunung Merapi dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) pada 5 November 2020. Warga yang diprioritaskan mengungsi lebih dahulu merupakan warga kelompok rentan, seperti warga lansia, ibu hamil, anak-anak, dan anak balita.
Pasca-peningkatan status, ada tiga dusun yang berada dalam ancaman bahaya erupsi Merapi. Ketiga dusun itu adalah Dusun Kalitengah Lor di Desa Glagaharjo, Dusun Pelemsari di Desa Umbulharjo, dan Dusun Kaliadem di Desa Kepuharjo. Ketiganya berada di Kecamatan Cangkringan. Dari ketiga dusun itu, hanya Dusun Kalitengah Lor yang masih berpenghuni.
Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan Cangkringan Sri Rahayu mengatakan, TPS 08 Glagaharjo merupakan TPS darurat. Seharusnya TPS itu berlokasi di Dusun Kalitengah Lor. Namun, aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang masih tinggi menjadi pertimbangan memindahkan TPS tersebut ke lokasi yang lebih aman, setidaknya di luar radius bahaya ancaman Merapi. Untuk itu, TPS tersebut dipindahkan ke dekat barak pengungsian.
”Sebagian besar warga sudah ada di barak pengungsian. Ini yang jadi salah satu pertimbangan. Pergeseran TPS melihat kondisi dari pengungsi juga yang kebanyakan lansia. Masyarakat rentan tidak mungkin diminta naik turun. Maka, TPS harus dipindah,” kata Sri.
Ia menambahkan, jumlah pemilih dari Dusun Kalitengah Lor mencapai 404 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 100 pemilih merupakan pengungsi. Dilihat dari usianya, hampir 60 persen pemilih berusia lebih dari 45 tahun. ”Jadi, pemilih yang masih tinggal di rumahnya harus turun memilih ke TPS darurat ini,” katanya.
Pergeseran TPS melihat kondisi dari pengungsi juga yang kebanyakan lansia. Masyarakat rentan tidak mungkin diminta naik turun. Maka, TPS harus dipindah.
Terkait kerentanan pada sebagian besar pemilih itu, Ketua Kelompok Penyelenggara Pemilihan Suara TPS 08 Glagaharjo Ngatinu menyatakan, protokol kesehatan wajib diterapkan secara ketat selama proses pemungutan suara. Semua petugas diwajibkan mengenakan alat pelindung diri lengkap, mulai dari masker, pelindung wajah, hingga sarung tangan.
”Sudah konsekuensinya dalam kondisi pandemi seperti ini. Kami tidak ingin terjadi penularan Covid-19 dari pelaksanaan pilkada ini,” ujar Ngatinu.
Ngatinu tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya terhadap penularan Covid-19. Bahkan, ia lebih khawatir dengan ancaman penularan daripada erupsi Merapi. Sebab, terkait ancaman erupsi Merapi, menurut dia, mitigasi warga sudah terbentuk. Mereka juga sudah mengetahui bagaimana menyikapi setiap akitivitas Merapi.
”Kami lebih khawatir dengan Covid-19. TPS banyak dikunjungi orang dari mana-mana. Ini yang membuat kami khawatir. Terlebih, daerah kami masih zona hijau (belum terjadi penularan Covid-19). Memang, satu-satunya cara adalah harus ketat dengan protokol kesehatan,” ujarnya.
Ketua KPU Sleman Trapsi Haryadi menjamin protokol kesehatan ketat bakal diterapkan di setiap TPS, termasuk di lokasi pengungsian ancaman erupsi Merapi. Upaya pencegahan dilakukan agar kluster penularan Covid-19 tidak terbentuk dari ajang pilkada.
Sebab, terkait ancaman erupsi Merapi, menurut dia, mitigasi warga sudah terbentuk. Mereka juga sudah mengetahui bagaimana menyikapi setiap akitivitas Merapi.
Para anggota KPPS dan petugas ketertiban harus menjalani tes cepat terlebih dahulu guna memastikan kondisi kesehatannya. Petugas yang menunjukkan hasil reaktif dalam tes cepat harus langsung diganti dengan petugas lain.
Adapun Pilkada Sleman diikuti tiga pasangan calon. Mereka adalah pasangan calon nomor urut 01 Danang Wicaksana Sulistya-Agus Choliq (DWS-ACH), nomor urut 02 Sri Muslimatun-Amin Purnama (Mulia), dan nomor urut 03 Sri Kustini-Danang Maharsa (Kustini-Danang).
Pilkada 2020 diselenggarakan dalam kondisi sulit, terlebih bagi warga di kaki Merapi. Saat pandemi belum berakhir, ancaman erupsi Gunung Merapi juga mengintai. Namun, seperti petuah leluhur untuk eling lan waspada atau ingat dan waspada, mereka selalu ingat menjalakan protokol kesehatan serta waspada dengan mengikuti arahan terkait mitigasi bencana Merapi.