Lebih dari Sebulan Berstatus Siaga, Kubah Lava Baru Merapi Belum Muncul
Gunung Merapi berstatus Siaga (Level III) selama satu bulan lebih. Namun, sampai sekarang, belum muncul kubah lava baru di puncak Merapi yang menandakan magma belum mencapai ke permukaan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta berstatus Siaga (Level III) selama satu bulan lebih. Namun, sampai sekarang, belum muncul kubah lava baru di puncak Merapi yang menandakan magma belum mencapai permukaan.
”Di puncak Merapi, sampai sekarang belum muncul kubah lava. Kita masih harus sabar menunggu,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida seusai menerima kunjungan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, Senin (7/12/2020), di kantor BPPTKG, Yogyakarta.
Sejak 5 November 2020, BPPTKG telah menaikkan status aktivitas Gunung Merapi dari Waspada (Level II) menjadi Siaga. BPPTKG menyatakan, potensi bahaya dari erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas dengan jarak maksimal 5 kilometer (km) dari puncak.
Hingga Senin ini, status Siaga di Gunung Merapi telah berlangsung lebih dari sebulan. Dengan kondisi tersebut, masa status Siaga di Merapi saat ini kemungkinan bakal lebih lama dibandingkan masa Siaga sebelum erupsi tahun 2001 dan 2006.
Berdasarkan data BPPTKG, masa Siaga di Merapi tahun 2001 berlangsung sekitar sebulan, yakni 10 Januari hingga 10 Februari 2001. Sementara sebelum erupsi tahun 2006, masa Siaga di Gunung Merapi juga berlangsung sekitar sebulan, yakni antara 12 April dan 13 Mei 2006.
Hanik memaparkan, BPPTKG terus memantau aktivitas vulkanik yang terjadi di Gunung Merapi. Salah satu yang dilakukan adalah melakukan pemantauan visual melalui drone atau pesawat nirawak untuk mengambil foto kondisi puncak Merapi. Pemotretan menggunakan drone terakhir kali dilakukan petugas BPPTKG pada Sabtu (5/12/2020).
”Foto terbaru itu kami ambil pada hari Sabtu kemarin. Hasil fotonya kurang bagus karena tertutup asap, tetapi kami melihat belum ada kubah lava,” ujar Hanik. Belum adanya kubah lava baru itu menandakan bahwa magma di dalam tubuh Gunung Merapi belum mencapai ke permukaan.
Di sisi lain, kemungkinan munculnya kubah lava baru itu perlu dipantau secara terus-menerus. Sebab, apabila kubah lava baru sudah muncul dan volumenya terus bertambah dari waktu ke waktu, kubah tersebut bisa runtuh dan menyebabkan munculnya awan panas yang dapat membahayakan warga.
Di puncak Merapi, sampai sekarang belum muncul kubah lava. Kita masih harus sabar menunggu. (Hanik Humaida)
Rekahan
Meski kubah lava baru belum muncul, Hanik menuturkan, BPPTKG mengamati adanya rekahan-rekahan di kawah yang ada di puncak Gunung Merapi. Rekahan yang muncul di bagian dalam kawah dan di bagian tebing kawah itu terus melebar karena adanya desakan magma di dalam tubuh Gunung Merapi yang naik ke permukaan. ”Desakan magma terus terjadi sehingga menyebabkan rekahan-rekahan,” katanya.
Hanik juga memaparkan, aktivitas vulkanik Merapi saat ini masih cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan tingginya intensitas gempa yang terjadi di Merapi setiap hari. Pada Minggu (6/12/2020), misalnya, Merapi mengalami 259 kali gempa fase banyak, 30 kali gempa vulkanik dangkal, 47 kali gempa guguran, 45 kali gempa embusan, dan 1 kali gempa frekuensi rendah.
Selain kegempaan, aktivitas vulkanik yang cukup tinggi di Gunung Merapi juga ditandai oleh terjadinya deformasi atau perubahan bentuk tubuh gunung api. Menurut data BPPTKG, deformasi yang terjadi di Merapi saat ini mulai terpantau sesudah erupsi pada 21 Juni 2020.
Deformasi itu teramati dari adanya pemendekan jarak tunjam berdasarkan pengukuran jarak elektronik (electronic distance measurement/EDM) dari pos pemantauan Merapi di wilayah Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Pemendekan jarak tunjam itu menunjukkan deformasi berupa penggembungan atau inflasi di tubuh Gunung Merapi yang menjadi indikasi adanya magma yang naik menuju ke permukaan. Semakin besar pemendekan jarak, semakin besar pula penggembungan yang terjadi.
Data BPPTKG menunjukkan, dalam kurun waktu Juni-September 2020, laju pemendekan jarak tunjam hanya 3 milimeter (mm) per hari. Sementara pada 4 November 2020, laju pemendekan jarak tunjam 11 sentimeter (cm) per hari. Beberapa hari setelah status Siaga, pemendekan jarak tunjam meningkat menjadi 12 cm per hari. Saat ini pemendekan jarak tunjam 11 cm per hari.
Sementara itu, Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, Pemerintah Daerah DIY terus berkoordinasi dengan BPPTKG mengenai kondisi Merapi. Koordinasi itu penting agar pemerintah daerah bisa menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi erupsi Gunung Merapi.
”Kami ingin antisipasi seberapa jauh kemungkinan erupsi itu. Hal-hal seperti ini bagi kami jadi penting karena menyangkut masalah kebijakan dan konsekuensi yang akan timbul seperti apa,” kata Sultan yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta.