Sumber Tekanan Magma Merapi Diperkirakan Berlokasi 1,3 Km di Bawah Puncak
Magma di dalam tubuh Gunung Merapi diperkirakan terus mendekati permukaan. Namun, BPPTKG masih menetapkan Merapi berstatus Siaga.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Magma di dalam tubuh Gunung Merapi diperkirakan terus mendekati permukaan. Kondisi ini diketahui berdasarkan lokasi sumber tekanan magma yang makin dekat dengan puncak. Saat ini, sumber tekanan magma Merapi diperkirakan berlokasi 1,3 kilometer di bawah puncak. Padahal, hingga pertengahan Oktober 2020, sumber tekanan magma masih berada 5,9 km di bawah puncak.
”Dari akhir Oktober hingga sekarang, kami menduga lokasi sumber tekanan sudah berada di lokasi yang lebih dangkal dibandingkan periode sebelumnya,” kata penyelidik bumi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Nurnaning Aisyah, saat menyampaikan siaran informasi Gunung Merapi secara daring, Rabu (2/12/2020), di Yogyakarta.
Seperti diketahui, sejak 5 November 2020, status Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinaikkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). BPPTKG menyatakan, potensi bahaya dari erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas dengan jarak maksimal 5 km dari puncak.
Nurnaning mengatakan, BPPTKG terus memantau aktivitas Gunung Merapi melalui berbagai metode. Salah satu yang dipantau adalah deformasi atau perubahan bentuk tubuh gunung api. Pemantauan deformasi itu, antara lain, dilakukan melalui pengukuran jarak elektronik (electronic distance measurement/EDM).
Berdasarkan data BPPTKG, deformasi di Gunung Merapi mulai teramati setelah terjadi erupsi pada 21 Juni 2020. Deformasi itu teramati dari adanya pemendekan jarak tunjam EDM dari pos pemantauan Gunung Merapi di wilayah Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Pemendekan jarak tunjam tersebut menunjukkan adanya deformasi berupa penggembungan atau inflasi di tubuh Gunung Merapi. Semakin besar pemendekan jarak, semakin besar pula penggembungan yang terjadi. Penggembungan itu menjadi indikasi adanya magma di dalam tubuh gunung api yang naik menuju ke permukaan.
Nurnaning memaparkan, berdasarkan data EDM itu, BPPTKG melakukan pemodelan untuk memperkirakan lokasi sumber tekanan magma di dalam tubuh Merapi. Sumber tekanan magma itu diasumsikan sebagai lokasi aktivitas magma yang menekan batuan ketika sedang bergerak menuju ke permukaan. ”Kami butuh pemodelan untuk memperkirakan di mana lokasi sumber tekanan itu berada,” ujarnya.
Berdasarkan pemodelan tersebut, BPPTKG menyatakan, sumber tekanan magma Merapi sejak Juni hingga pertengahan Oktober 2020 berlokasi di area dengan jarak 5,9 km di bawah puncak. Namun, sejak akhir Oktober 2020 sampai sekarang, sumber tekanan magma di Merapi berada pada area yang berjarak 1,3 km di bawah puncak. Artinya, sumber tekanan magma saat ini berada di area yang lebih dangkal dibandingkan sebelumnya.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa magma di dalam tubuh Merapi makin mendekati permukaan. ”Ini sesuai dengan dugaan kami bahwa kemungkinan sudah terjadi migrasi (magma),” ungkap Nurnaning.
Ia menambahkan, perkiraan lokasi sumber tekanan magma itu diperkuat dengan hasil pemantauan deformasi menggunakan sistem pemosisi global (global positioning system/GPS). Berdasarkan analisis dan pemodelan data GPS, sumber tekanan magma di Merapi beberapa bulan lalu diperkirakan berada pada area yang berjarak 5-6 km di bawah puncak. Namun, saat ini, sumber tekanan magma diperkirakan berada 1-2 km di bawah puncak.
”Hasil ini (pemodelan GPS) memperkuat hasil pemodelan kami dengan menggunakan EDM. Hasil ini konsisten atau bersesuaian dengan hasil pemodelan EDM. Jadi, antara data GPS dan EDM memberikan hasil yang bersesuaian,” paparnya.
Dari akhir Oktober hingga sekarang, kami menduga lokasi sumber tekanan sudah berada di lokasi yang lebih dangkal dibandingkan periode sebelumnya.
Status Siaga
Meskipun magma di dalam tubuh Gunung Merapi terus mendekati permukaan, BPPTKG masih menetapkan Merapi berstatus Siaga. Status itu belum dinaikkan karena belum ada peningkatan potensi bahaya dari erupsi Gunung Merapi.
Hingga sekarang, status Siaga Gunung Merapi hampir mencapai satu bulan. Oleh karena itu, sebagian warga yang tinggal di sekitar Gunung Merapi juga sudah mengungsi dari rumahnya selama sekitar satu bulan. Pengungsian itu tersebar di empat kabupaten, yakni Sleman di DIY serta Magelang, Boyolali, dan Klaten di Jawa Tengah.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso meminta masyarakat untuk bersabar menghadapi aktivitas Merapi saat ini. Apalagi, hingga sekarang belum ada teknologi yang bisa memastikan kapan erupsi gunung api akan terjadi.
”Kami imbau masyarakat untuk tetap tenang dan bersabar menghadapi aktivitas Gunung Merapi ini. Kita berikan waktu kepada Gunung Merapi untuk berekspresi karena selama ini sudah memberikan manfaat yang sangat besar kepada kita semua,” ujar Agus.
Secara terpisah, Kepala Seksi Mitigasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Lelono mengatakan, pihaknya mulai melakukan sosialisasi kepada warga yang tinggal di sisi barat lereng Merapi di Sleman. Sosialisasi ini dilakukan guna meningkatkan kewaspadaan warga terhadap ancaman yang dimungkinkan muncul akibat erupsi Merapi ke depan.
”Ada ancaman juga ke sisi barat karena beberapa kali terjadi guguran pula ke arah barat. Kami ingin membuat masyarakat tahu kondisi Merapi ini Siaga dan masih mengancam. Sosialisasi terus dilakukan,” tutur Joko.
Dia menambahkan, sosialisasi tersebut dilakukan di tiga desa yang berada di sisi barat lereng Merapi di Sleman. Ketiga desa itu adalah Desa Girikerto dan Desa Wonokerto di Kecamatan Turi serta Desa Purwobinangun di Kecamatan Pakem.
Joko mengatakan, kewaspadaan warga di tiga desa tersebut harus ditingkatkan guna mencegah terdampak ancaman erupsi sekecil apa pun. Adapun ancaman paling kecil berupa sebaran abu vulkanik. Harapannya, jika nanti erupsi terjadi, warga sudah bisa terhindar dari risiko-risiko yang dimungkinkan terjadi.
Selain itu, Joko menyatakan, barak pengungsian tambahan juga terus disiapkan. Barak tersebut sudah harus siap sebelum status Merapi meningkat menjadi Awas (Level IV). Barak disiapkan untuk mengantisipasi adanya perluasan skala ancaman erupsi. Sebab, apabila ada perluasan ancaman erupsi Merapi, jumlah pengungsi juga akan bertambah.
Barak-barak tersebut harus dilengkapi protokol kesehatan jika sudah ditempati pengungsi. Saat ini sudah ada empat barak yang dilengkapi protokol kesehatan berupa penyekatan. Keempat barak itu adalah barak Balai Desa Glagaharjo, barak Gayam, barak Koripan, dan barak Kepuharjo. Barak Balai Desa Glagaharjo, barak Gayam, dan barak Kepuharjo berlokasi di Kecamatan Cangkringan, sedangkan barak Koripan berlokasi di Kecamatan Ngemplak.
Joko menyebutkan, barak yang dikelola BPBD berjumlah sedikitnya 13 unit. Secara bertahap, barak-barak yang ada itu akan dilengkapi dengan penyekatan. Semua barak tersebut berjarak lebih dari 10 km dari puncak Merapi.