Alibo, Angkot Listrik yang Layani Warga Kota Bogor
Alibo akan uji coba selama tiga bulan di Kota Bogor. Kehadiran Alibo disambut antusias warga.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Selama tiga bulan ke depan, Alibo atau angkot listrikKota Bogor akan melayani masyarakat Kota Bogor, Jawa Barat. Alibo diharapkan menjadi pintu masuk Kota Bogor menjadi kota biru.
Uji coba lima angkutan kota listrik Alibo berlangsung selama tiga bulan dengan sistem pembayaran nontunai dengan tarif Rp 5.000. Alibo melayani 30 titik wilayah di Kota Bogor dengan rute Halte Cidangiang, Tugu Kujang, Jalan Suryakencana, Jalan MP Sidik, Jalan Pahlawan, masuk Jalan Djuanda, Jalan Jalak Harupat, Tugu Kujang, dan balik lagi ke Halte Cidangiang.
Wali Kota Bogor Bima Arya menuturkan, kehadiran angkot listrik itu menjadi bagian penting dalam transformasi angkutan perkotaan di Kota Bogor.
”Ke depannya hanya ada BisKita Transpakuan, angkot listrik, dan trem di Kota Bogor. Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi,” ujar Bima, Kamis (4/4/2024).
Setelah tiga bulan uji coba, Alibo akan dikaji ulang dan dievaluasi secara keseluruhan, termasuk terkait penganggarannya hingga keamanannya.
Bima menegaskan, kehadiran angkot listrik ini bukan menambah banyak angkot di Kota Bogor, tetapi justru sejalan dengan program konversi angkot yang sebelumnya sudah berjalan. Konversi angkot terdahulu dengan sistem 3:1 atau tiga angkot diganti satu armada BisKita Transpakuan.
Jika dalam uji coba angkot listrik berhasil, konversi angkot, menurut rencana, akan menggunakan sistem 2:1 atau dua angkot konvensional diganti dengan satu Alibo. Pemkot Bogor akan menghentikan angkot konvensional yang berusia di atas 20 tahun.
”Ini bagian dari reformasi angkot. Dan ingat, program konversi, BisKita, dan rerouting terus berjalan. Ini bukan hal yang baru, tapi bagian dari keseluruhan. Semua harus on the track,” kata Bima.
Antusias warga
Kehadiran Alibo di Kota Bogor diapresiasi warga. Mereka menilai angkot listrik ini tak hanya melengkapi kehadiran BisKita Transpakuan, tetapi juga menambah alternatif angkutan perkotaan yang layak dan ramah lingkungan.
”Bagus, mendukung pastinya. Setelah BisKita, sekarang Bogor punya angkot listrik. Harganya juga murah. Menurutku, jangan diuji coba, langsung saja diresmikan. Maksudnya, program ini sudah bagus. Kalau sudah bagus, kenapa diuji coba,” kata Defri Juliana (38), salah seorang warga.
Warga lainnya, Tania Gunadi (25), penasaran dan tak ingin ketinggalan menjajal Alibo. Menurut dia, angkot listrik dan angkot konvensional tak jauh berbeda. Hanya saja, angkot listrik lebih bersih dan rapi.
Angkot listrik ini lebih sejuk karena ada pendingin udara. Di dalam angkot juga tersedia kamera pemantau sehingga penumpang akan merasa aman. Selain itu, tidak ada pengamen masuk dan tidak ngetem.
”Sama saja kayak angkot lainnya. Yang aku dukung juga karena ini ramah lingkungan, ya. Kota Bogor (semoga) tidak macet dan polusi. Mungkin masukan perbanyak angkotnya (listrik) dan titik-titik juga. Tapi, enggak apa-apa, ini masih uji coba,” katanya.
Sementara itu, pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan, uji coba Alibo mengisi kekosongan di titik-titik koridor 3-4 BisKita Transpakuan. Inisiatif Pemkot Bogor untuk mengisi kekosongan koridor itu agar menjangkau dan mengakomodasi kebutuhan layanan angkutan perkotaan bagi masyarakat.
”Dalam uji coba perlu banyak yang harus dicatat nanti oleh dishub. Meski sudah dipikirkan agar tidak berbenturan dengan angkot reguler, tetapi jika ada tumpang tindih harus dicatat. Karena sifatnya uji coba, tentu akan ada evaluasi ke depannya,” kata Yayat saat dihubungi.
Hal yang perlu dicatat dan diperhatikan selama uji coba ialah memastikan kelaikan kendaraan jika terjadi masalah teknis. Hal ini perlu diperhatikan karena selama ini belum ada pemeriksaan atau uji KIR angkot listrik.
Kalau uji coba ini berhasil, semoga angkot reguler mau mengganti angkot dengan angkot listrik, apalagi jika ada dukungan dari investor dan pemerintah daerah dan pusat.
Alibo yang menggunakan pembayaran cashless atau nontunai, lanjut Yayat, ke depan harus terintegrasi dengan angkutan umum lainnya, seperti BisKita Transpakuan. Integrasi ini berlaku luas pula untuk KRL, LRT, MRT, dan Transjakarta sehingga warga Kota Bogor yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya atau masyarakat Jabodetabek lebih dimudahkan.
Pembayaran seperti ini bisa menjadi pintu masuk pengusaha angkot reguler untuk mengembangkan layanan transportasi publik yang layak. Tidak hanya secara pembayaran, pengusaha angkot reguler juga perlu berbenah dengan memberikan pelayanan sesuai standar operasional agar tetap dilirik oleh masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah perlu kembali merangkul para sopir dan pengusaha angkot reguler untuk duduk bersama menciptakan transportasi umum yang layak, bersih, tidak ngetem, tidak macet, tidak berpolusi, dan masalah lainnya.
”Kalau uji coba ini berhasil, semoga angkot reguler mau mengganti angkot dengan angkot listrik, apalagi jika ada dukungan dari investor dan pemerintah daerah dan pusat,” kata Yayat.
Melalui kehadiran Alibo, lanjut Yayat, bisa menjadi pintu masuk menciptakan ekosistem biru atau Kota Bogor menjadi kota biru. Untuk menciptakan itu, perlu ada penguatan aturan, salah satunya dengan menetapkan zona rendah emisi karbon di kawasan sistem satu arah (SSA) Kebon Raya Bogor.
Pelebaran trotoar di SSA Kebon Raya Bogor untuk pejalan kaki dan dibuat jalur sepeda saja tidak cukup. Pemerintah harus berani membuat kebijakan kuat agar yang masuk ke SSA hanya kendaraan pribadi dan umum yang telah lolos uji emisi dan pastinya kendaraan listrik.