Dua Dekade Transjakarta Merajut Integrasi Antarmoda
Transjakarta telah mendapatkan tempat di hati warga. Inovasi perlu terus dilakukan untuk tingkatkan kualitas layanan.
Menginjak usia ke-20 tahun pada 15 Januari 2024, publik mengapresiasi layanan Transjakarta. Publik juga menitipkan asa agar angkutan umum massal milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu terus berbenah meningkatkan kualitas layanan.
Novita Adriana (27) berjalan dari Stasiun LRT Jabodebek menuju Halte Dukuh Atas 2, Selasa (16/1/2024). Ia hendak pergi ke Blok M siang itu. Menurut rencana, ia akan turun di Halte Blok M di Jakarta Selatan.
Halte Dukuh Atas 2 memang telah terintegrasi dengan Stasiun LRT Dukuh Atas. Integrasi ini meliputi Koridor 4 (Pulogadung 2-Dukuh Atas 2), Koridor 6 (Ragunan-Dukuh Atas 2), Koridor 1 (Blok M-Kota), rute 6Q (Dukuh Atas-Casablanca via Epicentrum Raya), rute 6B (Ragunan MH Thamrin via Semanggi), rute 13C (Puribeta-Dukuh Atas 1), rute 4C (TU gas-Polda Metro Jaya), dan rute 1B (Stasiun Palmerah-Tosari).
Novita hanya memerlukan jalan kaki kurang dari 5 menit untuk berada di halte Dukuh Atas 2. Integrasi transportasi di Jakarta membawa dampak baik baginya. Keuntungan integrasi ini dinilai dapat meningkatkan kemudahan dan kenyamanan dalam menggunakan transportasi publik. Selain itu, juga dapat mengefektifkan waktu.
Menurut Novita, keberhasilan Transjakarta menghadirkan pelayanan transportasi umum massal yang aman, nyaman, dan terintegrasi ini sudah saatnya diterapkan pula di kota-kota besar lain di Indonesia.
Baca juga: Transjakarta, 20 Tahun Perjalanan Membangun Budaya Transportasi Publik
Sependapat dengan Novita, warga Jakarta Barat, Trian Veroza (30), mengatakan, salah satu hal yang membuat transportasi umum tidak nyaman adalah tidak adanya integrasi antarmoda. Sebab, untuk mencapai lokasi tujuan, masyarakat harus mengeluarkan upaya ekstra, baik secara fisik maupun materi.
Trian sangat menyayangkan jika perbaikan layanan transportasi publik tidak dibarengi dengan adanya fasilitas integrasi yang memadai. Ia mencontohkan, Halte Bundaran Hotel Indonesia (HI), khususnya akses keluar-masuk Stasiun MRT Bundaran HI, seharusnya dapat ditambah menggunakan lift atau eskalator. Ia menilai tangga yang menjadi pintu keluar-masuk stasiun MRT itu terlalu tinggi untuk diakses secara manual tanpa bantuan fasilitas khusus.
Contoh lain adalah kawasan Cawang Cikoko yang baru terintegrasi pada tahun lalu. Dulu, pengguna kereta komuter yang turun di Stasiun Cawang Cikoko 1 harus berjalan melalui jalur pejalan kaki yang lebarnya kurang dari 1 meter untuk menuju halte Transjakarta Cikoko Stasiun Cawang. Kondisi itu semakin tidak layak saat malam hari dan turun hujan. Selain itu, tak ada fasilitas lampu penerangan. Kini, cerita itu tinggal kenangan, berganti dengan layanan yang selangkah lebih baik.
Meningkatkan layanan
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Welfizon Yuza mengatakan, sepanjang 2023, Transjakarta mampu mengangkut 280 juta penumpang. Angka ini naik sekitar 47 persen dibandingkan dengan pencapaian tahun 2022.
Yuza mengatakan, hal tersebut juga menjadi rekor tertinggi selama 20 tahun berjalannya transportasi itu. Setelah pandemi Covid-19 usai, Transjakarta terus mengalami kenaikan jumlah penumpang. Untuk itu, di tahun 2024, Dinas Perhubungan DKI menargetkan Transjakarta bisa mengangkut 340 juta penumpang.
Pada 2023, jumlah penumpang harian Transjakarta mencapai rekor tertinggi hingga 1.174.098 penumpang per hari. Kemudian, jumlah armada yang beroperasi pada perkiraan tahun 2023 sebanyak 4.348 unit, sedangkan pada 2024 ditargetkan menjadi 4.728 unit.
Baca juga: Beban Ganda Penumpang Transportasi Publik Kala Musim Hujan
Untuk mencapai lebih banyak penumpang, saat ini Transjakarta sedang dalam proses membangun tiga halte integrasi untuk memudahkan mobilitas warga Jakarta ataupun kota-kota sekitarnya.
Direktur Operasi dan Keselamatan Transjakarta Daud Joseph mengatakan, Transjakarta akan memiliki tiga halte baru yang besar seperti Harmoni, yakni Halte Monas, Cakra Selaras Wahana (CSW), dan UKI (Universitas Kristen Indonesia).
Daud mengharapkan halte itu nantinya menjadi pusat transit, yakni Halte CSW untuk menampung rute Jakarta Selatan dan halte UKI menjadi pintu masuk dari berbagai kawasan, seperti Depok, Cibubur, dan Bogor. Sementara untuk Halte Monas akan diperpanjang hingga ke dekat Patung Kuda Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat.
Selain terintegrasi dengan KRL Jabodetabek, LRT Jakarta, ataupun LRT Jabodebek, dan MRT Jakarta, sejak Kamis (28/9/2023), Transjakarta juga telah menghadirkan rute yang terintegrasi dengan kereta cepat, Whoosh. Rute Cawang-Stasiun Halim KCJB (7W) itu beroperasi setiap hari pukul 06.00-16.00 WIB.
Baca juga: Enam Bulan Diterapkan, Penumpang dengan Tarif Integrasi Tergolong Minim
Selain integrasi, Transjakarta akan melakukan inovasi untuk melayani masyarakat dan meminimalkan polusi. Pada 2023, terdapat 100 bus listrik yang telah beroperasi. Untuk tahun 2024, ditargetkan penambahan armada bus listrik sebanyak 200 unit sehingga total akan ada 300 bus listrik yang beroperasi.
Adapun saat ini Transjakarta telah melayani 244 rute dengan 14 koridor utama dengan 8 tipe layanan, yaitu 51 rute BRT, 61 rute angkutan umum integrasi, 94 rute Mikrotrans, 5 rute bus wisata, 1 layanan Transjakarta Cares, 13 rute Royaltrans, 10 rute Transjabodetabek, dan 19 rute ke kawasan rumah susun.
Ketepatan waktu
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan bahwa integrasi moda transportasi di DKI Jakarta juga harus mencakup integrasi pada aspek biaya dan waktu daripada sekadar integrasi moda fisiknya saja.
Yayat mendorong manajemen Transjakarta memperbaiki waktu kedatangan bus. Ian menilai, keberadaan layanan transportasi berbasis rel, seperti MRT dan KRL, sudah cukup memadai dalam hal ketepatan waktu.
Menurut dia, ketepatan waktu datangnya bus sangat penting demi memaksimalkan integrasi dengan moda transportasi lain, seperti MRT, LRT, dan KRL. Sebab, jika hanya moda transportasi berbasis rel yang tepat waktu, integrasi tak bisa berjalan dengan baik.
Baca juga: Tantangan Setelah Integrasi Transportasi Jakarta
”Salah satu kekhawatiran yang muncul di benak pengguna transportasi umum jika mereka harus berpindah moda transportasi adalah waktu tunggu yang lama dan waktu tiba angkutan yang tidak pasti,” tutur Yayat.
Yayat menilai, Transjakarta harus segera memperbaiki sistem layanan tersebut. Ketepatan waktu itu bisa dijamin dengan menambah jumlah bus hingga memastikan jalur bus steril dari kendaraan lain.
”Jika seluruh moda transportasi di Jakarta bisa menjamin ketepatan waktu dan kenyamanan pengguna, lambat laun masyarakat akan beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum,” ujarnya.
Selain itu, Yayat mengatakan integrasi tarif harus diterapkan untuk menarik sebanyak mungkin masyarakat menggunakan transportasi umum dan menghilangkan kesan bahwa angkutan umum merupakan moda transportasi yang mahal. Apalagi, saat ini ada perbedaan harga antara Transjakarta, LRT, MRT, dan KRL.
”Integrasi tarif perlu dipertimbangkan karena dapat menjadi insentif kepada masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi. Jangan sampai angkutan umum identik dengan penderitaan dan mahalnya tarif,” katanya.
Integrasi dengan moda transportasi yang bisa memberikan layanan first mile last mile akan sangat berpotensi meningkatkan jumlah penumpang. Hal itu sudah terbukti di beberapa negara.
Memperkuat integrasi
Dengan target Transjakarta yang meningkatkan kapasitas penumpangnya menjadi 1,5 juta orang per hari pada 2024, peneliti pusat kajian transportasi dan logistik dari Universitas Gadjah Mada, Muhammad Zudhy Irawan, menilai Transjakarta harus memiliki strategi jemput bola.
Menurut Zuhdy, Tranjakarta harus memperkuat integrasi dengan moda transportasi lain yang dapat mencakup first mile (titik awal keberangkatan) dan last mile (titik akhir tujuan). Setelah Jaklingko, Transjakarta dinilai perlu mempercepat integrasi dengan moda transportasi lain, seperti ojek daring. Ia mencontohkan, integrasi Gojek dan PT KAI Commuter sudah berjalan dengan baik melalui fitur GoTransit.
”Integrasi dengan moda transportasi yang bisa memberikan layanan first mile last mile akan sangat berpotensi meningkatkan jumlah penumpang. Hal itu sudah terbukti di beberapa negara,” ujarnya.
Transjakarta telah menjadi ”tulang punggung” dalam membangun integrasi dengan transportasi publik lainnya. Walakin, Transjakarta masih perlu terus berinovasi demi memantapkan diri menjadi pilihan utama masyarakat untuk bermobilitas.