Transjakarta, 20 Tahun Perjalanan Membangun Budaya Transportasi Publik
Berusia 20 tahun, kontribusi Transjakarta bagi Jakarta dan area sekitarnya kian besar. Sisi kekurangan perlu diperbaiki.
Layanan Transjakarta yang pertama kali diluncurkan pada 15 Januari 2004 telah menapaki perjalanan selama dua dekade pada Senin (15/1/2024). Di usia yang baru ini, sejumlah masyarakat masih mendapati beberapa catatan yang harus segera diselesaikan, seperti tepat waktu dan perbaikan layanan penunjang.
Pada awal pengoperasian Transjakarta, banyak warga menolak pengadaan angkutan massal ini. Kehadiran Transjakarta dianggap menambah kemacetan lalu lintas karena memakan satu bagian jalan raya untuk lajur pribadinya. Namun, pada akhirnya transportasi ini diterima publik setelah pelayanan yang diberikan kian prima.
Rute pertama Transjakarta dimulai dari Blok M-Kota dengan panjang 12,9 kilometer. Selama empat tahun pertama beroperasi dengan tujuh koridor (2004-2008), pelayanan Transjakarta masih bertumpu pada sistem koridor tertutup. Sistem ini mengharuskan penumpang untuk dipindahkan di halte-halte tertentu jika ingin melanjutkan perjalanan ke koridor lain.
Baca juga: Transjakarta Meningkatkan Layanan di Kota Tangerang
Pada 2009, Transjakarta mulai menerapkan jaringan antarkoridor dengan membuka rute 2A Pulogadung-Kalideres dan rute 6A Ragunan-Monas. Rute lintas koridor ini memudahkan penumpang berpindah koridor. Penumpang dapat terus melanjutkan perjalanan tanpa harus pindah di halte transfer, seperti Harmoni dan Dukuh Atas.
Lalu, tahun 2016 menjadi momentum tersendiri bagi Transjakarta. Pada tahun itu pengembangan rute layanan langsung dilakukan secara masif, ditandai tersedianya 155 rute di area Jakarta.
Kini, panjang total sistem bus rapid transit (BRT) di Jakarta itu menjadi 244 kilometer. Dengan angka tersebut, Transjakarta menjadi rute BRT terpanjang di dunia dan cakupan layanannya mencapai 82,3 persen luas wilayah kota Jakarta.
Adapun Transjakarta telah melayani 244 rute dengan 14 koridor utama dengan 8 tipe layanan, yaitu 51 rute BRT, 61 rute angkutan umum integrasi, 94 rute Mikrotrans, 5 rute bus wisata, 1 layanan Transjakarta Cares, 13 rute Royaltrans, 10 rute Transjabodetabek, dan 19 rute ke kawasan rumah susun.
Sejak Koridor 13 yang melayani Tendean-Blok M dibuka pada Agustus 2017, Rita Agustina (34) memilih Transjakarta sebagai moda transportasi utama. Selain akses mudah, tarif juga murah.
Rita sangat mengapresiasi pencapaian Transjakarta. Meskipun demikian, ia masih memiliki beberapa catatan agar layanan bus ini senantiasa berkembang dan semakin lebih baik.
Ia masih kerap melihat beberapa halte dengan lantai kotor. Menurut dia, tidak hanya layanan dan perluasan rute yang perlu ditingkatkan, tetapi kebersihan juga harus diutamakan.
Selain itu, antara frekuensi dan jumlah bus dinilai Rita sering kali tidak memenuhi harapan penumpang. Banyak penumpang yang berjubel menunggu di halte karena kedatangan bus yang lama.
Warga Jakarta Barat, Syafira (26), juga mengeluhkan suasana yang kerap berdesakan di dalam bus dan waktu tunggu yang tidak lagi konsisten dan tepat waktu. Apalagi jika sudah mendekati jam pengoperasian terakhir.
”Di satu sisi, Transjakarta memang berhasil karena menjangkau banyak target dan banyak pembangunan. Namun, di sisi lain, ada penurunan kualitas pada pelayanan transportasi ini,” ujarnya.
Di satu sisi, Transjakarta memang berhasil karena menjangkau banyak target dan banyak pembangunan. Namun, di sisi lain, ada penurunan kualitas pada pelayanan transportasi ini.
Perubahan nama sejumlah halte juga disayangkan Syafira. Mau tak mau masyarakat harus mengenali ulang nama-nama halte itu. Ia juga menilai penamaan sejumlah halte kurang tepat, seperti Halte Garuda Taman Mini yang berubah menjadi Halte Makasar.
Meskipun demikian, Transjakarta dinilai Syafira sangat ramah kantong. Selama 20 tahun melayani, Transjakarta hanya sekali menaikkan tarif. Pada tahun pertama, tarif yang dibebankan Rp 2.000 per orang. Kemudian, dari 2005 hingga sekarang, tarifnya Rp 3.500 per orang. Bahkan, untuk Mikrotrans, tidak dipungut biaya.
Optimistis meningkat
Pada ulang tahunnya yang ke-20, Dinas Perhubungan DKI Jakarta optimistis Transjakarta bisa menggaet penumpang lebih banyak tahun ini. Targetnya mencapai 340 juta penumpang atau meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
”Jumlah penumpang Transjakarta ditargetkan meningkat setiap tahunnya. Tahun 2023 target penumpang sebanyak 264 juta penumpang dan tahun 2024 ditargetkan sebanyak 340 juta penumpang,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, Senin (15/1/2024).
Setiap tahun, dikatakan Syafrin, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dishub DKI melakukan evaluasi terhadap layanan Transjakarta, terutama terkait dengan kinerja layanan. Hal ini meliputi jumlah penumpang, armada, rute, rasio penumpang per kilometer, hingga ketercapaian standar pelayanan minimal (SPM).
Pada 2023, jumlah penumpang harian Transjakarta mencapai rekor tertinggi hingga 1.174.098 penumpang per hari. Kemudian, jumlah armada yang beroperasi pada perkiraan tahun 2023 sebanyak 4.348 unit, sedangkan pada 2024 ditargetkan menjadi 4.728 unit.
Terkait dengan rute layanan, setiap triwulan dilakukan evaluasi untuk rute yang memiliki performa rendah, dengan cara melakukan perubahan rute, modifikasi rute, memperbaiki jarak tempuh, dan lainnya.
Kemudian, rasio penumpang per kilometer juga mengalami peningkatan dari tahun 2023. Mulanya ditargetkan sebesar 1,01 dan tercapai sebesar 1,08. Sementara pada tahun 2024 ditargetkan mencapai 1,16.
”Standar pelayanan minimal (SPM) layanan Transjakarta juga terus meningkat dengan ketercapaian di atas 95 persen,” kata Syafrin.
Dari sisi manajemen Transjakarta, perbaikan juga terus dilakukan, antara lain layanan berbasis digitalisasi, kemudahan menjangkau layanan, dan revitalisasi halte agar semakin nyaman.
Baca juga: Catatan 15 Tahun Transjakarta
Transjakarta juga akan terus-menerus melakukan perbaikan dan inovasi untuk melayani masyarakat secara maksimal. Syafrin mencontohkan, pada 2023 juga telah beroperasi 100 unit bus listrik. Pada 2024 ditargetkan penambahan armadanya termasuk 200 unit bus listrik sehingga total menjadi 300 unit bus listrik yang beroperasi.
”Diharapkan pada tahun 2030 seluruh armada Transjakarta dapat menggunakan bus listrik,” kata Syafrin.
Selain itu, menginjak usia ke-20 tahun beroperasi, tarif Transjakarta masih setia dengan nominal Rp 3.500. Khusus untuk layanan Mikrotrans bahkan dapat dinikmati masyarakat secara gratis.
Seluruh hal tersebut merupakan langkah Pemprov DKI untuk mendorong masyarakat agar semakin banyak dan rutin menggunakan angkutan umum dalam bermobilitas sehari-hari.
Tidak hanya Transjakarta, saat ini Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) juga melakukan perluasan jaringan transportasi dengan menambah rute bus Jabodetabek Residence Connexion (JRC) di 117 permukiman di sekitar Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Penambahan rute akan dilakukan secara bertahap mulai tahun ini hingga tahun 2026.
”Ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mencapai target 60 persen moda share penggunaan angkutan umum massal di tahun 2029, sesuai yang diamanatkan dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ),” ujar Pelaksanaan Tugas Kepala BPTJ Suharto.
Sejak diluncurkan pada 2017, kata Suharto, JR Connexion telah melayani 23 permukiman di kawasan Bodetabek. Wilayah itu tersebar di wilayah seperti Kota Wisata (Gunung Putri), Legenda Wisata (Cibubur), dan Sentul City (Babakan Madang) di Kabupaten Bogor serta Grand Wisata di Kabupaten Bekasi.
Pada 2024, BPTJ bersama sejumlah operator akan menambah rute pelayanan JR Connexion di 40 permukiman. Kemudian, tahun 2025 di 40 permukiman dan pada 2026 di 37 permukiman. Dengan demikian, total yang dilayani sebanyak 140 permukiman pad 2026.
”Berdasarkan data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat, terdapat sebanyak 2.010 permukiman di kawasan Jabodetabek. Dari data tersebut, telah dipilih sebanyak 117 permukiman di kawasan Bodetabek yang belum mendapatkan layanan JR Connexion, seperti perumahan Morizen dan Kota Harapan Indah di Bekasi, serta Discovery Bintaro Jaya dan Alam Sutera di Tangerang. Nantinya, JRC tersebut akan melayani destinasi yang dianggap menjadi tujuan terbesar di Jakarta, seperti Gambir, Menteng, dan Tanah Abang,” ujarnya.
Sejumlah catatan
Menurut Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, kehadiran Transjakarta mampu mengatasi sejumlah persoalan transportasi dan aksesibilitas di Ibu Kota. Namun, ia menyoroti bahwa perluasan layanan Transjakarta ke perumahan merupakan langkah penting yang harus dilakukan.
Berdasarkan data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) tahun 2023, permukiman di Jabodetabek dibagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan rata-rata harga pada setiap perumahan, yaitu 158 perumahan kelas atas, 268 perumahan kelas menengah, dan 1.584 perumahan kelas bawah. Total ada 2.010 perumahan. Namun, tidak sampai 5 persen kawasan perumahan itu mendapat fasilitas layanan angkutan umum.
Baca juga: Bus BTS Segera Beroperasi di Depok, Tarif Digratiskan Dua Tahun
Djoko mengatakan, perlunya pemerintah daerah berkolaborasi dalam memperluas layanan ini. Sebagai langkah awal, pemda Jakarta dan daerah sekitarnya, seperti Depok, Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Kota Tangerang, perlu bersiap untuk memperluas jaringan Transjakarta ke perumahan di kawasan tersebut. Hal ini dinilainya dapat membantu mengurangi jumlah warga yang masih menggunakan mobil pribadi, mengurangi kemacetan, serta meningkatkan kualitas udara di Jakarta.
”Pemda juga dapat mempertimbangkan kebijakan tarif yang bersahabat dan subsidi untuk memastikan layanan ini dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat,” katanya.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota MTI Pusat Aditya Dwi Laksana juga menyoroti layanan Transjakarta. Ia melihat sejumlah petugas di halte dan di dalam bus yang kurang cakap memberikan informasi ataupun bantuan kepada penumpang, belum lagi saat ini informasi mengenai kedatangan dan posisi bus tidak tersedia detail, hingga aplikasi Transjakarta yang juga tidak membantu.
”Ketika Transjakarta melakukan revitalisasi halte, Transjakarta juga tidak membangun halte temporer untuk menggantikan sementara halte-halte yang direvitalisasi. Itu menyulitkan penumpang,” kata Aditya.
Pengamat transportasi dari MTI lainnya, David Tjahja, juga turut memberikan catatan. Menurut dia, beberapa fasilitas pendukung di beberapa halte masih belum cukup aman, terutama saat musim hujan.
”Dimulai dari akses masuk ke stasiun atau halte, itu pun kurang aman. Untuk ke halte, akses masuknya ada yang menggunakan JPO (jembatan penyeberangan orang). Namun, sebagian sisi JPO ada yang terbuka. Jadi, masyarakat akan tetap terdampak hujan,” katanya.
David melanjutkan, beberapa halte dengan desain baru kebanyakan halte terbuka. Meski sirkulasi udara menjadi lebih bagus, hal itu rawan tempias air hujan, terutama saat hujan lebat dan disertai angin.
Masalah jarak antara lantai halte dan bus juga masih menjadi perhatian. Menurut dia, jarak yang aman ialah 3 inci atau 7,5 sentimeter. Sebab, lantai halte dan pijakan bus juga belum tentu sejajar.
Ia juga menyoroti beberapa tempat perhentian bus yang sangat terbuka dan tidak ada peneduhnya, terutama untuk bus non-BRT. Ia menilai, meski kecil, fasilitas publik tersebut perlu memiliki atap agar bisa dibuat berteduh.
Manfaat kehadiran Transjakarta setiap tahunnya memang semakin terasa dengan begitu banyak perubahan dan pencapaian. Meski demikian, tak bisa dielakkan bahwa moda ini masih membutuhkan sedikit banyak perbaikan.