Jeritan Warga dan Belum Optimalnya Infrastruktur Penangkal Banjir
Banjir masih melanda sejumlah permukiman warga. Beberapa infrastruktur untuk meminimalkan banjir belum efektif membantu.
Rabu (10/1/2023) siang, bercak kecokelatan sisa banjir masih menempel di dinding rumah warga RT 003 RW 003 Kelurahan Cilandak Timur, Kecamatan Pasar Minggu. Sebagian perabotan yang sempat terendam banjir diletakkan di muka rumah.
”Daerah langganan banjir. Datangnya cepat, surutnya lama,” ujar Hasanah (62), warga setempat.
Hujan deras pada Minggu (7/1/2024) menyebabkan Kali Krukut meluap sehingga terjadi banjir setinggi 150 cm. Warga pun dievakuasi menggunakan tali tambang dan dua perahu karet. Banjir baru surut Senin (8/1/2024) dini hari.
Permukiman warga itu masuk bantaran Kali Krukut. Ada sejumlah rumah yang berdiri di badan air. Rumah yang menempel dengan Kali Krukut ini belum diturap. Warga mengandalkan tanggul darurat dari karung berisi tanah dan tancapan kayu untuk meredam laju air.
Tak kehabisan ide, warga juga memanfaatkan tripleks sebagai sekat di pintu rumah. Fungsinya mengurangi volume air yang masuk ke rumah sekaligus menyaring sampah.
Untuk pakaian, dokumen kependudukan, dan barang berharga disimpan dalam boks plastik. Boks ini lalu diberi pemberat agar tak hanyut saat banjir.
”Hanya itu yang bisa kami lakukan karena dulu di sini sawah. Tidak kebanjiran. Sekarang jadi kompleks perumahan, air larinya ke permukiman padat,” kata Hasanah.
Permukiman padat di RT 003 RW 003 berdekatan dengan kompleks perumahan. Area kompleks perumahan itu sudah diturap sehingga tidak kebanjiran.
Baca Juga: Atasi Banjir Rob Jakarta, Pembangunan Tanggul Pantai Sepanjang 46 Kilometer Dikebut
Warga lainnya, Gusnadi (42) juga mengutarakan hal serupa. Alih fungsi sawah menjadi kompleks perumahan menimbulkan banjir.
”Air mau ke mana. Kali makin ke utara makin sempit,” kata Gusnadi.
Warga belum mendengar lagi kabar tentang penurapan ataupun normalisasi Kali Krukut di permukiman mereka. Rencana itu terakhir kali bergulir saat kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Banjir setinggi 50 cm akibat luapan Kali Krukut juga masih menggenangi Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, pada Kamis (4/1/2024). Akibatnya, arus lalu lintas dan aktivitas warga pun terganggu. Tak sedikit kendaraan yang nekat menerobos banjir dan menyebabkan sejumlah kendaraan mogok.
Tanggul saluran penghubung (Phb) induk sepanjang enam meter di RW 001, Kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, juga sempat jebol. Permukiman warga RW 001 dan RW 006 Kelurahan Batu Ampar sempat terdampak banjir dengan ketinggian sekitar 40 cm akibat jebolnya tanggul tersebut.
Air mau ke mana. Kali makin ke utara makin sempit.
Kepala Sudin Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Timur Wawan Kurniawan mengatakan, tanggul tersebut jebol akibat diterjang derasnya arus Phb Induk. Pihaknya pun sudah melakukan penanganan jangka pendek. Sementara untuk solusi jangka panjang penanganan banjir luapan Phb Induk, pihaknya masih berupaya mencari akses alat berat untuk mengeruk pendangkalan.
”Saat ini, tanggul sudah diperbaiki. Diperkuat dengan besi dan dicor. Bagian yang jebol sudah ditutup agar jika hujan air tidak masuk lagi ke permukiman warga,” ujarnya.
Warga RW 001, Kelurahan Batu Ampar, Arfian (47) mengatakan, warga kerap kehilangan akses penghubung (jembatan) dua RW jika hujan deras melanda wilayahnya. Ia berharap agar jembatan itu ditinggikan.
”Konstruksi jembatan yang rendah seperti saat ini juga membuat sampah yang terbawa arus jadi tersangkut. Pengerukan kali saja tidak cukup. Jika hujan lebih deras, kali dapat meluap ke atas jembatan,” katanya.
Luapan Kali Angke juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di beberapa wilayah Jakarta dan sekitarnya saat diguyur hujan lebat beberapa hari lalu. Salah satu kelurahan yang dilanda banjir akibat luapan itu ialah Kelurahan Kembangan Utara, Jakarta Barat.
Ketua RT 007 RW 001 Kelurahan Kembangan Utara, Jakarta Barat, Abdul Mujib mengatakan, kondisi musim hujan kali ini masih sama dengan kondisi dua dekade sebelumnya, yakni menyebabkan genangan air yang cukup tinggi hingga 1 meter. Turap Kali Angke yang telah dibangun belum mampu meminimalkan banjir.
”Airnya berwarna coklat dan menggenangi jalan. Sejumlah warga sampai mengungsi di mushala. Mereka tidur di atas tikar,” ujarnya, Selasa (9/1/2024).
Baca Juga: Warga Bersiap Hadapi Dampak Cuaca Ekstrem
Abdul merasa kecewa karena permasalahan tidak efektifnya turap tanggul Kali Angke tidak ditanggapi kontraktor. Pada Desember lalu, lapangan sepak bola dan sejumlah kebun warga juga sempat tergenang. Ia menilai dinding turap itu bocor sehingga air dari Kali Angke masih tetap bisa masuk ke permukiman warga.
Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Barat Purwanti Suryandari menyampaikan, proses identifikasi penyebab banjir di kawasan Kelurahan Kembangan Utara masih dilakukan hingga saat ini.
Ada dua kemungkinan yang sedang ditelusuri. Pertama, banjir di permukiman terjadi karena tanggul turap bocor sehingga air Kali Angke sampai ke luar tanggul. Kemungkinan kedua, saluran pembuangan dari arah warga tidak bisa masuk ke Kali Angke sehingga membanjiri sisi luar tanggul hingga ke permukiman.
”Di sana ada dua pintu air untuk membuang air dari warga. Kemarin saat turun hujan, wilayah tersebut aman. Itu saat kondisi Kali Angke sedang normal. Saat Kali Angke Siaga 1, baru air mulai rembes sedikit demi sedikit,” tutur Purwanti.
Menurut rencana, pihak dinas SDA akan membuat ”saluran gendong”, yakni saluran air sejajar dengan kali, tetapi berada di luar sisi tanggul yang kini sudah dibangun. Pada titik tertentu, saluran gendong itu akan masuk ke Kali Angke lewat pintu air dan pompa air.
Menurut Roy Chudley dalam bukunya yang berjudul Building Construction Handbook, dalam membangun turap, selain memikirkan desain, juga harus memperhatikan perawatannya. Salah satu tujuan perawatan turap untuk menjaga agar kadar air tanah tidak tinggi. Caranya, dengan membuat saluran drainase di sekitar turap.
Saluran drainase bertujuan untuk mengalirkan dan membuang air yang meresap ke dalam tanah. Dengan begitu, turap pun diharapkan memiliki usia pakai yang lebih lama dan bisa memberikan keamanan bagi warga sekitar.
Baca Juga: Dampak Luapan Kali Angke Meresahkan Warga Jakarta Barat
Terbaru, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat di Jakarta dan sekitarnya untuk meningkatkan kewaspadaan banjir pada 10-20 Januari 2024. Berdasarkan data BMKG, hingga Senin (8/1/2024), hampir seluruh daerah di Jakarta dan Bodetabek memiliki risiko banjir. Meski demikian, potensi banjir di wilayah tersebut masih tergolong rendah. Artinya, peluang terjadinya banjir ada, tetapi risikonya tidak tinggi.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, potensi banjir di Jabodetabek mengalami peningkatan signifikan pada puncak musim hujan 2024 di Indonesia. Pada periode ini, sekitar 55 persen wilayah Indonesia, termasuk Jabodetabek, telah memasuki zona musim. Zona musim adalah wilayah yang memiliki pola hujan dengan perbedaan yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan.
Misalnya setiap persil tanah di Kemang harus menjalankan zero run off. Caranya dengan sumur resapan, kolam retensi dan detensi.
Kurangnya resapan air
Secara garis besar menurut anggota Dewan Penasihat Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia, Danang Priatmodjo, banjir di Jakarta disebabkan oleh kurangnya kawasan resapan air dan perlunya audit sistem drainase.
Kurangnya danau, situ atau waduk sebagai tempat parkir air menimbulkan banjir, terutama saat ada kiriman dari hulu dan hujan deras. Padahal, danau, situ atau waduk berfungsi sebagai parkir air sementara.
”Harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan penyebaran merata sebagai tempat parkir air sementara,” kata Danang.
Selanjutnya perlu mengaudit sistem drainase di seluruh wilayah kota. Hal ini untuk memastikan aliran air berujung ke mana. Jangan sampai aliran air hanya berputar-putar di suatu kawasan sehingga meluap dan menggenang ketika hujan deras.
Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja juga menyampaikan hal serupa. Normalisasi sungai akan mengurangi beban puncak saat hujan deras, tetapi fungsi resapan harus dikembalikan agar tak terjadi banjir saat hujan lokal.
”Misalnya setiap persil tanah di Kemang harus menjalankan zero run off. Caranya dengan sumur resapan, kolam retensi dan detensi. Jadi fungsinya kembali menjadi meresapkan atau menyimpan air,” tutur Elisa.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Berpotensi Terjadi pada Awal hingga Pertengahan Januari 2024
Zero run off berarti mengelola sumber daya air dengan menahan atau menampung limpasannya. Sementara kolam retensi adalah penampungan air hujan dalam jangka waktu tertentu dan kolam detensi merupakan prasarana drainase yang berfungsi untuk menampung sementara air hujan di suatu wilayah.
Menurut Elisa untuk membuatnya bisa dengan memadukan lanskap dan memodifikasi lahan parkir. Konsep itu disebut water sensitive urban design. Di China dikenal sebagai konsep sponge city atau kota spons.
”DKI mulai bangun sumur resapan yang setidaknya menuruti standar teknis. Lalu ada beberapa taman dan waduk yang menerapkan konsep tersebut. Namun, sumur resapan dibangun pemerintah dan lokasinya di lahan publik. Pemilik bangunan atau tanah juga seharusnya membangun agar tidak membiarkan air keluar dari persil tanah,” kata Elisa.