Hujan ekstrem semakin sering terjadi seiring laju pemanasan global sehingga meningkatkan ancaman bencana. Namun, banjir hanya terjadi jika kita gagal memitigasi dan mengelola lingkungan.
Solusi banjir DKI Jakarta baru sebatas menyerap air, bukan mengalirkan air. Program mitigasi banjir masih kurang.
Waduk-waduk itu berada di Lebak Bulus, Brigif, dan Ulujami di Jakarta Selatan, serta di Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Banjir telah surut. Namun, penyakit masih tersisa di sebagian warga yang kebanjiran. Di tengah pandemi Covid-19, sebagian orang memilih tidak berobat ke fasilitas kesehatan.
Penanggulangan banjir di Jakarta perlu dilakukan komprehensif. Selain revitalisasi sungai dan saluran air, tata kelola bantaran kali juga butuh diperbaiki.
Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan ada hubungan antara penurunan tingkat okupansi tempat isolasi pasien Covid-19 dan PSBB ataupun pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Pada Senin ini, 3.651 pasien dirawat di Wisma Atlet Kemayoran sehingga tingkat keterisiannya 60,91 persen.
Sungai-sungai utama idealnya selebar 15-30 meter dan saluran-saluran air harus saling tersambung, jangan ada yang buntu dan tidak berfungsi. Area limpahan air sungai seperti bantaran kali tidak bisa dibiarkan diokupasi.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia DKI Jakarta memperkirakan kerugian akibat banjir Rp 30 miliar hingga Rp 40 miliar karena terganggunya pasokan logistik.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan per hari Senin (22/2/2021) banjir di wilayah Jakarta sudah 100 persen surut dan tidak lagi mengganggu kegiatan perekonomian dan pemerintahan.