Cuaca Ekstrem Berpotensi Terjadi pada Awal hingga Pertengahan Januari 2024
Hujan intensitas ringan dan lebat, termasuk cuaca ekstrem, berpotensi terjadi hingga pertengahan Januari 2024 di sejumlah wilayah di Indonesia.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wilayah sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek diguyur hujan intensitas ringan hingga sedang pada Rabu (3/1/2023) pagi. Kondisi hujan intensitas ringan hingga lebat termasuk cuaca ekstrem berpotensi masih akan terjadi pada awal hingga pertengahan Januari 2024 di sejumlah wilayah di Indonesia.
Deputi Bidang Meterologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto menyampaikan, selama periode Januari 2024 ini terdapat beberapa fenomena dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah Indonesia. Kondisi ini terutama saat periode awal hingga pertengahan Januari 2024.
”Adanya aktivitas monsun Asia musim dingin yang diasosiasikan dengan musim angin baratan dan fenomena tersebut turut diperkuat dengan adanya aktivitas Madden Jullian Oscillation (MJO). Kondisi ini yang biasanya memicu peningkatan potensi cuaca ekstrem di wilayah Indonesia,” ujarnya ketika dihubungi, Rabu (3/1/2024).
Dari analisis pola garis arus angin (streamline) pada 3 Januari, sirkulasi siklonik terpantau di perairan utara Kalimantan Barat dan perairan timur Timor Leste. Kemudian membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) memanjang di Laut Natuna Utara hingga Laut Natuna, Teluk Bone hingga Laut Banda, dan Laut Maluku hingga Laut Seram.
Sementara daerah pertemuan angin (konfluensi) terpantau berada di Kalimantan Tengah hingga Laut Natuna Utara dan Kepulauan Riau hingga Selat Karimata. Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi ataupun konfluensi tersebut.
Sebelumnya, BMKG memaparkan bahwa berdasarkan jumlah zona musim (ZOM), sebanyak 52 persen wilayah Indonesia telah masuk musim hujan sejak dasarian II Desember 2023. BMKG juga memperkirakan hujan intensitas ringan masih akan terjadi di wilayah Jabodetabek pada 3 dan 4 Januari terutama pada pagi, siang, malam, dan dini hari.
Kemudian dari prakiraan berbasis dampak (impact-based forecast/IBF), beberapa wilayah masuk kategori siaga cuaca ekstrem untuk dua hari ke depan. Wilayah tersebut meliputi Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.
Masyarakat diminta untuk menghindari zona rawan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan banjir, pada saat ataupun setelah hujan.
Sementara puncak musim hujan untuk wilayah Sumatera Selatan bagian selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Pulau Jawa diperkirakan antara Januari dan Maret 2024. Adapun prakiraan hujan hingga dasarian II Januari 2024 untuk wilayah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan didominasi kriteria rendah hingga tinggi.
Indikasi pertumbuhan awan hujan pada Januari dan Februari menjadi sangat tinggi mengingat dalam periode waktu ini sebagian wilayah Indonesia telah memasuki puncak musim hujan. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk menghindari zona rawan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan banjir pada saat maupun setelah hujan.
Kesiapsiagaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi ini juga perlu ditingkatkan di wilayah tinggi kejadian bencana, seperti Jawa Barat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, Jawa Barat menjadi provinsi yang mengalami kejadian bencana terbanyak sepanjang 2023 dengan 754 kejadian, disusul Jawa Tengah (580 kejadian), Kalimantan Selatan (490 kejadian), Sulawesi Selatan (268 kejadian), Kalimantan Timur (252 kejadian), dan Aceh (230 kejadian).
Iklim netral
Dalam rilis Climate Outlook 2024 yang dikeluarkan BMKG, anomali pada suhu permukaan laut di Samudra Pasifik (El Nino-Southern Oscillation/ENSO) diperkirakan berada pada fase lemah sampai moderat pada awal tahun dan fase netralhingga akhir tahun 2024.
Terdapat peluang, tetapi kecil untuk berkembang menjadi fenomena La Nina yang merupakan pemicu anomali iklim basah. Demikian juga fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang merupakan penyebab gangguan iklim dari Samudera Hindia diprediksikan berada pada fase Netral dari awal hingga akhir tahun 2024.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, berdasarkan dinamika atmosfer tersebut, jumlah curah hujan tahunan pada 2024 diprediksiumumnya berkisar pada kondisi normal. Namun, terdapat beberapa wilayah yang diperkirakan dapat mengalami hujan tahunan di atas normal, seperti Sumatera Barat bagian selatan, Sulawesi Barat bagian utara, Papua bagian utara, dan sebagian kecil wilayahAceh, Riau, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, serta Papua Barat.
Selain itu, terdapat pula daerah yang diprediksikan mengalami hujan tahunan di bawah normal. Daerah tersebut meliputi sebagian Banten dan Yogyakarta, Papua bagian selatan, dan sebagian kecil Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Nusa Tenggara Timur.
”Meskipun kemarau 2024 diprediksi berlangsung dengan normal, terdapat wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan karena secara iklim memang memiliki curah hujan yang rendah. Daerah tersebut meliputi sebagian wilayah di Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua bagian selatan,” kata Dwikorita.
Selain perkiraan cuaca, Climate Outlook 2024 dari BMKG juga menyertakan sejumlah rekomendasi umum untuk sektor-sektor terkait atau terdampak oleh fenomena iklim tersebut. Rekomendasi tersebut, antara lain, melakukan langkah antisipatif terhadap potensi jumlah curah hujan tahunan yang melebihi maupun di bawah normal yang bisa menyebabkan bencana hidrometeorologi ataupun kebakaran hutan dan lahan.