Beban Ganda Penumpang Transportasi Publik Kala Musim Hujan
Derasnya dan sisa-sisa air hujan mengusik kelancaran pengguna moda transportasi publik. Selain harus ekstra hati-hati saat berdesak-desakan, mereka juga harus memastikan tetap aman dari licinnya lantai.
Aroma dan bekas genangan air hujan masih tersisa di beberapa sudut stasiun dan halte di Jakarta pada Kamis (30/11/2023) pagi. Maklum saja, Rabu (29/11/2023) malam, hujan deras mengguyur beberapa wilayah Jakarta. Bahkan, hingga Kamis pagi, gerimis masih membasahi sebagian jalanan Ibu Kota.
Risa Furi Sarifa (23) berjalan penuh kehati-hatian saat memasuki area Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat. Sisa-sisa genangan air hujan di lantai stasiun dan lantai peron menyambutnya.
Untuk mencegah bahaya terpeleset, papan peringatan ”caution wet floor” terpasang di beberapa sudut stasiun. Beberapa petugas sibuk mondar-mandir membawa kain pel dan ember untuk membersihkan sisa air hujan.
Baca juga: Kisah di Stasiun KRL, Eskalator Rusak dan Lantai Licin Kala Hujan
”Saat tidak basah, lantai di stasiun sudah licin, apalagi kalau basah. Harus ekstra hati-hati, apalagi saat sesak-sesaknya penumpang,” kata Risa.
Risa mengatakan, guyuran air hujan akan tetap memasuki area stasiun. Apalagi, terdapat area untuk menaiki rangkaian kereta yang beratap dan tidak di Stasiun Sudirman. Area stasiun tanpa atap membuat penumpang berlari menuju peron atau rangkaian saat hujan. Dengan begitu, bahaya semakin mengintai para penumpang.
Jarak antara peron dan gerbong KRL di sejumlah stasiun juga belum semuanya ideal. Celah peron yang terlalu lebar itu dikeluhkan Risa dapat membahayakan penumpang saat hendak naik maupun turun, terutama di musim hujan.
Beberapa bulan lalu saat hujan turun, Risa pernah hampir terpeleset di lantai peron Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Penumpukan penumpang di stasiun transit tersebut membuatnya kehilangan kendali saat hendak turun dari kereta.
Pemilihan keramik tersebut memang terlihat lebih bagus dan modern, tetapi justru membuat kenyamanan penumpang menurun. (DavidTjahja)
”Kalau sedang hujan, harus benar-benar hati-hati. Pernah sampai dibantu petugas untuk turun agar tidak terpeleset,” kata karyawan swasta berdomisili di Jakarta Pusat itu.
Di area Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Dukuh Atas menuju arah Stasiun LRT Dukuh Atas juga banyak papan penanda lantai licin berwarna kuning terpasang pada Kamis (30/11/2023). Bahkan, ada yang sampai diberi garis larangan melintas yang mengganggu pergerakan pejalan kaki, karena ada bagian atap yang terus meneteskan air.
”Seharusnya saat musim hujan, pengecekan dan perbaikan layanan lebih maksimal. Takutnya tiba-tiba ada atap yang bocor dan belum diberi tanda saat ada warga yang melintas,” ujar Sofyan (31), warga Jakarta Pusat, saat melewati area tersebut.
Masalah genangan air dan licinnya lantai memang menjadi perhatian publik sejak lama. Lantai stasiun yang basah bisa karena dampak hujan deras dari luar atau memang atap stasiun yang bocor, seperti halnya yang pernah terjadi di Stasiun Manggarai.
Tahun lalu, warga Jakarta Barat, Muhammad Afdal (33), pernah merasakan dampak atap bocor di Stasiun Manggarai. Akibatnya, lantai peron menjadi lebih licin dan ia harus hati-hati saat melangkah agar tidak terpeleset.
”Saat itu, atap bocor di peron 7, persis di tengah-tengah, sehingga para penumpang harus berjalan di sisi peron. Selain itu, di beberapa stasiun, celah antara kereta dan pijakan turun cukup lebar. Saat musim hujan, ini bisa lebih berbahaya,” tuturnya.
Baca juga: Eskalator di Stasiun KRL Rusak Berbulan-bulan
Pada Minggu (21/5/2023), salah satu kereta di Stasiun Bogor juga pernah tergenang air hujan akibat hujan deras kala itu. Pintu KRL yang terbuka saat menunggu jadwal pemberangkatan membuat air hujan masuk ke dalam gerbong.
Pihak KAI Commuter menyampaikan permohonan maaf kepada penumpang atas ketidaknyamanannya. Petugas kebersihan pun langsung menyingkirkan air yang menggenangi kereta.
Eskalator di sisi selatan Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur, Minggu (5/11/2023), sempat tidak berfungsi akibat terkena air yang mengalir dari atap area luar stasiun. General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa menyampaikan, air yang mengalir deras itu dipastikan bukan berasal dari kebocoran atap stasiun, melainkan dari saluran di plafon yang tidak mampu menahan debit air saat hujan.
Masalah lantai licin dampak setelah hujan juga terjadi di halte bus Transjakarta. Dalam kondisi tersebut, seorang warga lansia kesulitan turun dari bus. Beruntung, ada petugas yang sigap membantu Sri Hartati (51) saat menuruni bus Transjakarta di Halte Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat.
”Kalau di halte Transjakarta lebih aman karena biasanya ada penjaga di setiap pintu bus yang membantu. Sementara KRL pintunya banyak, jadi harus mencari petugas untuk meminta bantuan,” kata Sri.
Baca juga: Meniti Jembatan Penyeberangan Jakarta yang Tidak Aman dan Sempit
Belum aman
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), David Tjahja, menilai beberapa fasilitas pendukung di stasiun ataupun halte masih belum cukup aman, terutama saat musim hujan.
”Dimulai dari akses masuk ke stasiun atau halte, itu pun kurang aman. Untuk ke halte, akses masuknya ada yang menggunakan JPO (jembatan penyeberangan orang). Namun, sebagian sisi JPO ada yang terbuka. Jadi, masyarakat akan tetap terdampak hujan,” katanya.
Selanjutnya, untuk akses memasuki stasiun di beberapa tempat, angkutan pengumpan tidak bisa merapat ke pintu masuk stasiun. Oleh karena itu, para penumpang akan tetap kehujanan.
Baca juga: Evolusi Stasiun Manggarai Menjadi Stasiun Sentral
David menilai, lantai di stasiun ataupun halte juga masih kurang aman, terlebih bagi kelompok penyandang disabilitas dan lansia. Selain itu, masyarakat pengguna moda transportasi juga kerap buru-buru yang membuat mereka kurang fokus akan keselamatannya.
”Sebenarnya sudah ada aturan mengenai lantai stasiun atau halte tidak boleh licin. Namun, tidak disebutkan standarnya,” ujar David.
Saat ini, desain terbaru stasiun menggunakan lantai dengan keramik yang mengilat. Menurut David, pemilihan keramik tersebut memang terlihat lebih bagus dan modern, tetapi justru membuat kenyamanan penumpang menurun.
Maunya terbuka dan mengusung tema tropis, tetapi jadi melupakan dampak hujan di Indonesia seperti apa.
Lantai pada layanan publik seharusnya menggunakan keramik yang aman dan kesat serta mengutamakan desain yang bisa menghindari tempias air hujan agar tidak membasahi lantai.
”Banyak desain stasiun ataupun halte yang dari segi perancangannya cukup bagus dan maju, tetapi dari sisi keselamatan justru jadi ketinggalan. Maunya terbuka dan mengusung tema tropis, tetapi jadi melupakan dampak hujan di Indonesia seperti apa,” tutur David.
David melanjutkan, beberapa halte dengan desain baru kebanyakan haltenya terbuka. Meski sirkulasi udara menjadi lebih bagus, tetapi rawan tempias air hujan, terutama saat hujan lebat dan disertai angin.
Ia turut menyoroti beberapa tempat perhentian bus yang sangat terbuka dan tidak ada peneduhnya, terutama untuk bus non-BRT. Ia menilai, meski kecil, fasilitas publik tersebut perlu memiliki atap agar bisa dibuat berteduh.
Masalah jarak antara peron dan kereta atau bus juga masih menjadi perhatian David. Di stasiun kereta, jarak antara lantai peron dan kereta ialah 20-30 sentimeter. Namun, menurut dia, jarak tersebut masih cukup lebar.
”Lantai halte dan pijakan bus juga belum tentu sejajar. Jarak yang aman ialah 3 inci atau 7,5 sentimeter, semestinya bisa, seperti salah satunya di Pereira, Kolombia,” katanya.