Eskalator di Stasiun KRL Rusak Berbulan-bulan
Layanan prima kereta rel listrik seharusnya tidak hanya pada moda kereta, tetapi juga sarana penunjang di stasiun.
Fasilitas di beberapa stasiun kereta rel listrik Jabodetabek kerap mengalami masalah, antara lain rusaknya eskalator dan lift yang sudah berbulan-bulan. Warga mendesak perbaikan segera dilakukan saat ada kerusakan yang mengganggu layanan.
Minggu (26/11/2023), eskalator turun di Stasiun Palmerah, tepatnya di peron 1 tujuan Rangkasbitung, masih mati. Terdapat tulisan ”eskalator dalam perbaikan” yang terletak di depan eskalator. Akan tetapi, belum ada tanda-tanda perbaikan oleh petugas. Penumpang pun terpaksa turun secara manual.
Meski mendapati tulisan itu, Aulia Permata (24) tetap menuruni eskalator tersebut dengan berjalan kaki seperti biasa, alih-alih mencari tangga manual. Seingat Aulia, eskalator tersebut sudah rusak hampir satu bulan lamanya. ”Sebenarnya kepala saya pusing menuruni eskalator mati, tapi apa boleh buat, biar lebih cepat,” katanya.
Baca juga: Panas Dingin Relasi KRL Jabodetabek
Kepadatan penumpang kini tak lagi menjadi masalah bagi warga Tangerang Selatan itu. Asalkan, fasilitas stasiun tidak menghambat pergerakan penumpang.
”Tidak hanya di Palmerah, lift dan eskalator di Manggarai juga sering rusak. Padahal, stasiun itu merupakan tempat transit ribuan penumpang. Tidak masalah padat, asal jangan sering ada gangguan dan kereta diperbanyak,” ujar Aulia yang setiap hari pergi-pulang Tangerang Selatan-Jakarta Pusat.
Matinya eskalator hingga berbulan-bulan, bagi dia, merupakan hal yang tidak wajar. Ia menilai, seharusnya pihak terkait langsung memperbaiki eskalator tersebut saat mendapatkan informasi rusaknya layanan publik tersebut.
”Kerusakan eskalator, lift, dan fasilitas publik lainnya itu sebenarnya hal wajar karena rutin digunakan. Yang menjadi tidak wajar karena tidak segera diperbaiki hingga berbulan-bulan dan perbaikan dilakukan saat banyak warga yang protes,” ujarnya.
Tidak hanya di Stasiun Palmerah, sebelumnya, kerusakan eskalator juga terjadi di Stasiun Bekasi sejak Juli lalu. Eskalator yang rusak merupakan eskalator turun di pintu utara stasiun yang menghubungkan lantai 1 ke lantai dasar.
Eskalator turun dari peron 12 dan 13 di Stasiun Manggarai juga pernah tidak berfungsi. Lift yang terkoneksi dengan kedua peron tersebut juga tidak dapat diandalkan. Akibatnya, para penumpang harus menggunakan tangga manual.
Baca juga: KRL Berubah Pola Operasi, Transjakarta Tambah Armada di Stasiun Manggarai
Di Stasiun Gondangdia, tepatnya pada Rabu (13/9/2023), eskalator naik menuju peron 2 juga sempat mati. Saat itu, terdapat penumpang KRL lansia tampak tertatih menaiki anak tangga dengan membawa alat bantu jalan. Ia naik dengan penuh hati-hati dan memerlukan waktu yang lama. Tidak ada petugas yang membantunya melalui tangga itu.
Warga Jakarta Pusat, Fahrizal (28), menilai, eskalator dan lift yang mati menambah beban bagi penumpang. Bukan hanya penumpang disabilitas atau lansia, melainkan juga penumpang umum. ”Beban kami semakin berat. Sudah lama menunggu kereta, berdesakan di dalam gerbong, lalu berdesakan di tangga karena eskalator mati saat sampai di stasiun tujuan,” katanya.
Lihat juga: KRL Tambah 28 Perjalanan di Malam Tahun Baru
Febri Jenty (26), penumpang asal Tangerang, juga setiap hari menggunakan moda ini. Menurut dia, KRL saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan awal tahun 2000-an saat pedagang kaki lima diperbolehkan berjualan di dalam KRL. Namun, ada beberapa kendala yang masih sering ia hadapi. Salah satunya terjadinya penumpukan arus keluar masuk saat naik turun KRL ataupun saat naik dan turun tangga atau eskalator.
”Ini sebagai saran untuk PT KAI bisa memperlebar atau memperbaiki arus keluar masuknya pengguna KRL dalam melakukan transit. Kemudian, sering pula terjadi keterlambatan atau jadwal tidak sesuai,” tutur Febri.
Febri menyarankan, dengan volume pengguna KRL yang setiap tahun meningkat, sebaiknya PT KAI bisa menambah gerbong atau menambah jadwal kereta agar tidak terjadi penumpukan penumpang terus-menerus.
Kami sudah melaporkan beberapa stasiun yang masih dan sempat terkendala fasilitasnya, seperti eskalator mati di Stasiun Palmerah, Bekasi, hingga Manggarai.
Adapun saat ini KAI Commuter mengoperasikan 1.100 perjalanan selama pukul 04.00-24.00 WIB. Persebaran penggunanya pada hari kerja terfokus pada jam sibuk pagi, yakni pukul 05.30-08.00 WIB, serta pada jam sibuk sore, yakni pukul 16.00-18.30 WIB.
Jumlah penumpang sepanjang Oktober 2023 mencapai 18,06 juta orang. Rerata pengguna selama hari kerja mencapai 897.550 orang, sedangkan pengguna KRL saat akhir pekan dan hari libur mencapai 657.850 orang.
Memerlukan waktu
Vice President Corporate Secretary KCI Anne Purba mengatakan, pihaknya saat ini tengah menggenjot pembangunan prasarana penunjang di stasiun KRL. Lebih lanjut, domain kebijakan pembangunan prasarana berada di Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
Anne menyampaikan, pihaknya juga memberikan layanan yang mengutamakan para disabilitas agar didampingi petugas. Pihak KCI juga terus melakukan evaluasi dan perbaikan fasilitas lainnya di stasiun KRL.
”Kami sudah melaporkan beberapa stasiun yang masih dan sempat terkendala fasilitasnya, seperti eskalator mati di Stasiun Palmerah, Bekasi, hingga Manggarai. Kami sebagai operator yang diutamakan adalah bagaimana kami bisa meminimalkan masalah pada masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal mengatakan, perbaikan eskalator di sejumlah stasiun membutuhkan waktu lama karena mengalami beberapa kendala, seperti perlu menjalani proses lelang, serta suku cadang harus melalui impor.
Untuk di Stasiun Manggarai, eskalator yang bermasalah di peron 12 dan 13 mulai bisa digunakan kembali sejak Selasa (21/11/2023). Sama halnya dengan di Stasiun Bekasi. Setelah sekitar empat bulan rusak, eskalator di Stasiun Bekasi kini beroperasi kembali sejak Jumat (24/11/2023). Adapun perbaikan eskalator di Stasiun Bekasi membutuhkan waktu kurang dari satu minggu.
Terkait perbaikan di Stasiun Palmerah, pihaknya telah meminta PT KCI untuk melakukan perbaikan dan perawatan. Akan tetapi, yang menjadi kendala perbaikan eskalator di sejumlah stasiun adalah mekanisme pengadaan barangnya melalui lelang. Kemudian, kendala lainnya adalah barangnya harus impor.
Menurut Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang, perlu pelaksanaan audit untuk mengetahui sumber masalah pada rusaknya eskalator di sejumlah stasiun. Audit diperlukan untuk mengetahui apakah spesifikasinya masih sama dengan permintaan sebelumnya. Jika berbeda, berarti ada pelanggaran.
”Audit ini untuk mengetahui apakah spesifikasinya masih sama dengan permintaan sebelumnya. Jika berbeda, berarti ada pelanggaran di sana,” ujarnya.
Deddy mengatakan, proses audit perlu dilakukan sebab akan sangat meresahkan apabila kondisi tersebut tidak kunjung diperbaiki. Audit diperlukan untuk mengetahui letak kerusakan eskalator.
”Misalnya, katanya eskalator tersebut mampu membawa beban sampai 1 ton. Namun, ternyata tidak kuat dan kemampuannya hanya sampai 500 kilogram. Berarti, ini ada kesalahan,” katanya.
Publik memiliki harapan yang demikian besar atas layanan prima KRL. Harapan itu tidak boleh dibiarkan terlalu lama bertepuk sebelah tangan hanya gara-gara eskalator di stasiun yang rusak.