Evolusi Stasiun Manggarai Menjadi Stasiun Sentral
Pembangunan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral terus dikebut. Pengamat meminta DJKA supaya setiap perubahan karena pembangunan disosialisasikan supaya kepadatan dan kebingungan di hari-hari ini tidak terulang.
Empat hari terakhir, kepadatan dan kebingungan penumpang terus terjadi di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Pemandangan penumpang keluar dari kereta kemudian berduyun-duyun dalam antrean rapat keluar atau berganti peron dengan cara naik atau turun dua lantai menghiasi stasiun yang dalam proses akhir pembangunan serta penataan menjadi stasiun sentral di Ibu Kota.
Saat proses menuruni atau menaiki tangga manual atau eskalator, penumpang dibuat tidak nyaman. Selain harus mengantre, proses perpindahan atau pergerakan penumpang kian tidak lancar karena tanda-tanda atau papan petunjuk yang seharusnya bisa membantu mengarahkan pergerakan penumpang kurang. Belum lagi, petugas stasiun ataupun petugas keamanan di stasiun terlihat seadanya memberikan panduan.
Penumpang dibuat bingung, mereka jadi banyak bertanya, pergerakan pun melambat. Pada akhirnya, melalui media sosial, KAI Commuter meminta maaf kepada para pengguna atas kepadatan yang terjadi.
Pemandangan riuh padat berisik penuh kebingungan terjadi setelah Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan melakukan kegiatan switch over (SO) kelima pada Jumat (27/5/2022) malam.
SO 5 itu sendiri merupakan kegiatan bagian dari proses pembangunan Stasiun Manggarai dengan menata dan mengondisikan jalur kereta api di Stasiun Manggarai sehingga pembangunan bisa dilanjutkan. SO merupakan peralihan sistem persinyalan, operasional atau pelayanan untuk meningkatkan keandalan layanan kepada pengguna kereta api.
Dalam diskusi terkait Stasiun Manggarai pada November 2021, Kementerian Perhubungan akan menjadikan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral. Menjadi stasiun sentral bagi kawasan Jakarta dan sekitarnya alias Jabodetabek artinya di sana bukan hanya untuk pelayanan perjalanan penumpang kereta komuter dan kereta bandara, melainkan juga melayani penumpang kereta api jarak jauh (KAJJ). Untuk bisa menjalankan semua jenis layanan kereta itu, di Stasiun Manggarai perlu dilakukan kegiatan memisahkan jalur KRL, jalur KAJJ, dan kereta bandara.
Baca Juga: Manggarai Baru Dikembangkan sebagai Stasiun Sentral Tersibuk
Dalam keterangan tertulis, Minggu (29/5), VP Corporate Secretary KAI Commuter Erni Sylviane Purba menjelaskan, pemisahan itu merupakan bagian dari perencanaan proyek double-double track (DDT) atau jalur rel dwiganda. DDT memisahkan jalur Lintas Bekasi, Lintas Bogor, kereta bandara, kereta jarak jauh, serta pengaktifan jalur layang. Salah satu kegiatan yang dikerjakan bagian dari perencanaan itu adalah SO 5.
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jakarta dan Banten Rode Paulus, Selasa (31/5), menjelaskan, dengan pemisahan itu, Stasiun Manggarai dibangun untuk bisa mendukung kebutuhan pelayanan dan perjalanan kereta. Direncanakan, di lantai 1 at grade akan ada empat jalur untuk pelayanan KA bandara dan empat jalur untuk kereta komuter Bekasi Line. Adapun di lantai 3 jalur layang akan ada empat jalur untuk pelayanan kereta komuter Bogor Line dan enam jalur untuk pelayanan KAJJ.
Pemisahan itu juga memiliki tujuan, yaitu untuk membuat perpindahan antarperon lebih aman dan selamat, menambah kecepatan kereta, serta memangkas waktu perjalanan.
Saat ini, proses pembangunan fisik Stasiun Manggarai masih mencapai 60 persen dari target. Kegiatan SO 5 menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan untuk tetap mendukung pelayanan selama proses pembangunan berlangsung.
Dengan SO 5, DJKA mengaktifkan jalur sementara untuk jalur 1 dan jalur 2, sekaligus menutup jalur 3. DJKA juga mengganti sistem persinyalan serta memasang dan mengganti jaringan listrik aliran atas (JLAA) untuk menyesuaikan perubahan jalur.
Hasil SO 5, terjadi penyesuaian jalur di Stasiun Manggarai yang digunakan untuk melayani penumpang kereta api. Jalur 1 dan jalur 2 Stasiun Manggarai hanya melayani KAJJ dan jalur 3 dinonaktifkan. KRL Commuterline lintas Bekasi/Cikarang Line dilayani di jalur 6 dan jalur 7 Stasiun Manggarai, sedangkan lintas Bogor Line akan dilayani di jalur 10, jalur 11, jalur 12, dan jalur 13.
”Perubahan itu yang kurang tersosialisasikan dengan baik,” kata Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana.
Masyarakat bisa jadi sudah mendengar akan ada perubahan, baik jalur ataupun rute, juga akan ada transit.
”Tetapi saya yakin tidak banyak yang paham sebetulnya secara teknisnya seperti apa? Nanti begitu kaki saya menginjak di peron, saya ke arah mana? Kemudian setelah itu saya naik kereta yang mana yang tidak setiap orang sudah terbiasa seperti itu,” tutur Aditya.
Apabila pandemi semakin terkendali, lanjut Aditya, tidak dipungkiri angka penumpang akan kembali ke 1,2 juta orang, bahkan bisa jadi bertambah. Belum lagi dengan konsep Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral, volume pengguna kereta di Stasiun Manggarai sudah pasti bertambah.
Seharusnya dari awal ada sosialisasi yang cukup detail. Rute Bogor Line yang sebelum SO 5 melayani Bogor-Manggarai kemudian melintas di jalur lingkar (loop line) Mangarai-Sudirman-Tanah Abang-Duri-Kampung Bandan maupun Bogor-Jakarta Kota berubah. Bogor Line hanya akan melayani rute Bogor-Jakarta Kota demikian juga sebaliknya.
Lalu, rute Bekasi/Cikarang Line yang selama ini melayani ke Jakarta Kota dan juga masuk ke loop line berubah menjadi rute Bekasi/Cikarang masuk ke jalur melingkar.
Detail rute ini yang kurang tersampaikan dalam sosialisasi yang hanya pendek sebelum SO 5 berlangsung. Kemudian juga cara-cara perpindahan dari peron ke peron di Stasiun Manggarai semestinya juga disampaikan terus-menerus.
Seperti yang juga disampaikan Ketua MTI DKI Jakarta Yusa C Permana bahwa dalam proses transit itu penumpang dilengkapi informasi, papan petunjuk, ataupun pemandu yang jelas. Petugas juga sebaiknya bisa memandu penumpang sehingga tidak muncul kebingungan.
Aditya meyakini, dengan pembangunan stasiun yang belum selesai, masih akan ada kegiatan SO-SO berikutnya. Ketika kegiatan SO itu nanti terjadi, ia meminta DJKA juga KAI Commuter untuk bisa menyosialisasikan perubahan dengan lebih baik. Juga sosialisasi secara teknis supaya masyarakat paham dan tahu.
Masalah selanjutnya yang perlu dicermati, menurut Aditya, adalah persentase pengguna sesuai destinasi. Mereka yang menuju stasiun-stasiun di jalur lingkar Sudirman, Tanah Abang, Duri, Angke lebih banyak persentasenya yang dari Bogor dibandingkan dengan yang dari arah Bekasi/Cikarang ke jalur lingkar. Demikian juga mereka yang menuju Jakarta Kota lebih banyak penumpang yang dari Bekasi/Cikarang dibandingkan dengan yang dari arah Bogor.
Sekarang, persentase penumpang yang sama-sama banyak itu mesti mengalah, harus transit. Untuk itu, frekuensi perjalanan KRL feeder atau pengumpan dari Manggarai harus ditambah supaya tidak terjadi penumpukan penumpang.
Satu hari setelah SO 5, kereta pengumpan itu belum ada. Kereta pengumpan baru dijalankan dalam beberapa hari setelah hari pertama.
Hal lain yang mesti juga diperhatikan DJKA Kemenhub sebagai pihak yang merencanakan dan membangun, serta juga KAI Commuter, adalah akses di dalam Stasiun Manggarai. Akses-akses yang disiapkan dan disediakan haruslah akses-akses yang mampu mengakomodasi penumpang transit dengan volume tidak hanya untuk angka penumpang setahun ini, tetapi juga untuk penumpang hingga ke tahun-tahun depan.
Baca Juga: Jadi Stasiun Sentral, Seberapa Siapkah Manggarai?
Dalam diskusi November 2021 disebutkan, pada 2019, sebelum pandemi Covid-19, angka perjalanan orang di Jabodetabek menggunakan kereta komuter terus bertambah. Kementerian Perhubungan mencatat, penumpang kereta komuter mencapai 1,2 juta penumpang per hari. Dari total perjalanan kereta, 50 persen di antaranya dilayani di Stasiun Manggarai.
Apabila pandemi semakin terkendali, lanjut Aditya, tidak dimungkiri angka penumpang akan kembali ke 1,2 juta orang, bahkan bisa jadi bertambah. Belum lagi dengan konsep Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral, volume pengguna kereta di Stasiun Manggarai sudah pasti bertambah.
Saat ini, di dalam Stasiun Manggarai, untuk naik dan turun penumpang menuju peron tujuan, penumpang bisa menggunakan akses tangga manual, lift, dan tangga berjalan (eskalator). ”Akses naik dan turun itu sudah cukup memadai atau belum? Itu yang kritikal saat ini,” kata Aditya.
Namun, dengan PPKM sudah di level satu, kemudian kapasitas angkut sudah lebih banyak seperti sekarang, di satu waktu tertentu, seperti jam sibuk, lalu lintas penumpang untuk naik dan turun tersendat karena kapasitas akses terbatas.
Rode menambahkan, SO 5 dilakukan supaya pembangunan Stasiun Manggarai bisa diselesaikan pada 2023. Saat ini baru gedung stasiun sisi barat yang selesai.
Setelah sisi timur nanti selesai, kapasitas stasiun akan bertambah dua kali lipat. Termasuk di antaranya lift, tangga manual, dan eskalator. ”Sehingga diharapkan mampu menampung jumlah penumpang yang semakin bertambah,” kata Rode.
Aditya mengingatkan, dengan menjadi stasiun sentral, Stasiun Manggarai akan menjadi stasiun tersibuk dengan volume pengguna yang meningkat. Ia meminta perencanaan pembangunan beserta akses di dalam stasiun bisa mengakomodasi proyeksi pertambahan volume penumpang. Juga perbaikan dari aspek layanan.
”Sehingga, kembali lagi, kalau nanti ada penambahan volume pengguna, mari kita persiapkan dengan baik mengenai, mungkin saja grafik perjalanan kereta sudah harus ditambah, waktu tempuhnya harus sudah disesuaikan, kereta-kereta yang tertahan sinyal masuk sudah harus dikurangi,” tutur Aditya.
Selain itu, imbuh Aditya, menjadi stasiun sentral berarti DJKA Kemenhub mesti bisa merencanakan agar pergerakan penumpang yang berpindah moda di dalam stasiun ataupun penumpang yang berpindah dari kereta ke moda lain di luar stasiun bisa leluasa dan lancar.