Pengguna Transportasi Setuju Pengaturan Jam Kerja asalkan Angkutan Umum Ditingkatkan
Dewan Transportasi Kota Jakarta menyatakan pengaturan ulang jam kerja di Jakarta harus dilandasi studi yang lebih mendetail.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengguna transportasi menyetujui pengaturan ulang jam masuk dan pulang kerja untuk mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta. Pengaturan ulang tersebut bukanlah solusi tunggal karena perbaikan angkutan umum harus dilakukan.
Pengaturan ulang jam masuk dan pulang kerja ini masih dibahas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan berbagai pihak. Pembahasan dilakukan seiring indeks kemacetan yang sudah hampir sama dengan tahun 2019 atau lebih dari 50 persen sehingga rata-rata waktu tempuh perjalanan di Jakarta 50 persen lebih lama dari waktu tempuh tanpa kemacetan.
Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) pun menyebarkan angket daring mulai 22 Mei sampai 2 Juni untuk tahu preferensi warga terhadap wacana tersebut. Total ada 881 responden yang berpartisipasi. Mereka dikelompokkan sesuai profil serta profesi umum (semua responden) dan pengusaha.
Responden tersebut dominan usia aktif 17-49 tahun, dengan 55,5 persen berdomisili di Jabodetabek, serta 74,7 persen merupakan pegawai dan 10,2 persen pengusaha. Hasil angket daring menunjukkan mayoritas atau lebih dari 80 persen pengguna transportasi setuju pengaturan ulang jam masuk dan pulang kerja.
”Hasil survei akan ditindaklanjuti dalam bentuk policy brief (ringkasan kebijakan) yang akan disampaikan resmi kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta,” ujar Ketua DTKJ Haris Muhammadun, Kamis (13/7/2023).
Ringkasan kebijakan yang dimaksud sudah dibahas dalam rapat pleno DTKJ pekan lalu. Hasilnya akan dikirim kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Jumat (14/7/2023).
Dari angket daring didapati mayoritas responden berangkat kerja pukul 06.00 sampai pukul 08.00 (sejumlah 62,3 persen). Selebihnya berangkat pukul 05.00 sampai pukul 06.00 serta pukul 08.00 sampai pukul 10.00.
Sebagian besar pulang kerja pukul 17.00 sampai pukul 19.00 (sebanyak 82,1 persen). Sisanya, pukul 19.00 sampai pukul 21.00 ke atas.
Namun, mayoritas pengguna transportasi di Jakarta menggunakan kendaraan pribadi untuk pergerakan sehari-hari. Sebanyak 62 persen responden menggunakan mobil, 34,2 persen menggunakan Transjakarta, 28,7 persen menggunakan KRL, 26,1 persen menggunakan transportasi daring, 15,4 persen memanfaatkan MRT/LRT, 13,2 persen naik Mikrotrans, dan 4,5 persen memakai taksi.
Dalam jajak pendapat itu, responden juga ditanya apakah setuju atau tidak terhadap rencana pengaturan ulang jam kerja serta aspek apa yang perlu ditingkatkan di sektor transportasi umum. Lebih dari setengah pengguna transportasi berharap peningkatan rute atau jangkauan area (66,5 persen), perbaikan waktu tunggu di halte/stasiun (72,5 persen), serta peningkatan kenyamanan dan keamanan (60,6 persen).
Hasil angket daring juga menunjukkan, 75,6 persen pengusaha percaya pengaturan jam kerja bisa mengurai kemacetan. Mereka siap mendukung kebijakan ini. Namun, perusahaan besar dan sektor perdagangan lebih siap untuk pengaturan ulang jam masuk dan pulang kerja.
Tingkatkan pelayanan
DTKJ menyimpulkan bahwa kebijakan pengaturan ulang jam masuk dan pulang kerja bukanlah kebijakan utama atau satu-satunya yang dapat dilakukan. Perbaikan sektor angkutan umum adalah langkah utama yang harus dilakukan.
Haris menyebutkan, DTKJ mengharapkan perbaikan sektor angkutan umum dengan menambah armada untuk beroperasi pada jam sibuk agar dapat mengurangi waktu tunggu. Lalu, meningkatkan keamanan dan kenyamanan penggunaan angkutan umum, memperluas area jangkauan pelayanan ke permukiman dan pinggiran Jakarta, serta memperbanyak rute pelayanan angkutan umum.
Hal tersebut dapat diawali dengan survei untuk mengidentifikasi titik perhentian tersibuk dalam berbagai jaringan angkutan kota di Jakarta, terutama jaringan-jaringan milik Transjakarta. Selanjutnya, inventarisasi armada, pengemudi, dan analisis tingkat penggunaan pada jam sibuk.
Selain berbasis studi, penerapan kebijakan sebaiknya dilakukan setelah uji coba di beberapa lokasi kerja yang representatif. Uji coba kemudian dievaluasi oleh pemangku kepentingan terkait.
DTKJ turut menggarisbawahi penerapan kebijakan tersebut harus dilandasi hasil studi atau angket yang lebih mendetail. Paling tidak mencakup sisi pasokan dan permintaan dari pergerakan harian di Jakarta.
Sisi pasokan merupakan karakter spasial dan temporal dari kemacetan sepanjang periode sibuk. Sementara sisi permintaan merupakan jam keberangkatan dan kedatangan yang diharapkan pekerja dan pemberi kerja (pengusaha) lewat angket berbasis stated preference.
Selain berbasis studi, penerapan kebijakan sebaiknya dilakukan setelah uji coba di beberapa lokasi kerja yang representatif. Uji coba kemudian dievaluasi oleh pemangku kepentingan terkait.
Uji coba
Uji coba pengaturan jam masuk dan pulang kerja ini akan diberlakukan kepada aparatur sipil negara (ASN) di lingkup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Akan tetapi, belum ada kepastian waktu uji cobanya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, uji coba itu diputuskan setelah melalui berbagai pertimbangan. Salah satunya paling cepat diimplementasikan dalam waktu dekat. Saat ini tercatat ada 70.000 ASN dan 120.000 non-ASN.
”Cukup besar. Begitu diatur ulang jam kerja, maka ada dampak dan ini yang diukur,” ujar Syafrin.
Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta menyarankan transformasi digital di berbagai sektor dan menerapkan bekerja dari rumah (WFH) seperti saat pandemi Covid-19. Kebijakan itu sejalan dengan Jakarta yang menuju kota global.
Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta August Hamonangan mengatakan, skema WFH merupakan bagian merespons tatanan baru pascapandemi sehingga digitalisasi menjadi keniscayaan. Kebijakan itu pun tanpa mengesampingkan penggunaan angkutan umum.
”Pemerintah harus menjamin kenyamanan penumpang serta mudah diakses sehingga memberikan efisiensi dan efektivitas bagi warga,” kata August.