Melihat Lebih Jauh Paparan Polusi Udara Ibu Kota
Seluruh sudut Ibu Kota, dari Jakarta Utara hingga Jakarta Selatan, tak luput oleh polusi udara. Butuh kerja sama multisektor guna mengatasi persoalan ini.
Polusi udara DKI Jakarta masih jadi masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini. Imbasnya, masyarakat telah hidup terbiasa menghirup udara dengan kualitas udara yang kerap jauh dari ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
WHO menentukan standar pedoman tahunan PM 2,5 sebesar 5 mikrogram per meter kubik (ug/m3 ), sedangkan batas harian pada titik 15 ug/m3. Kedua pedoman ini menggambarkan risiko paparan polusi udara, baik jangka pendek maupun panjang.
PM 2,5 dianggap dapat mewakili gambaran jumlah partikel aerosol berdiameter hingga 2,5 mikron. Polutan itu juga jadi salah satu standar klasifikasi kualitas udara yang dinilai menimbulkan beragam dampak buruk bagi kesehatan masyarakat, seperti dikutip dari Laporan Kualitas Udara Dunia oleh WHO dan IQAir (2022).
Selama ini, banyak pihak fokus pada persebaran polusi udara di kawasan industri. Salah satunya adalah kawasan Marunda dan Cilincing, Jakarta Utara. Partikel-partikel debu yang cenderung kasat mata dan berdampak langsung pada masyarakat sekitar, termasuk murid Sekolah Dasar Negeri Marunda 05, siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 290, dan anak Taman Kanak-kanak Negeri Cilincing 02.
Sekolah dan permukiman penduduk berada tepat di antara area bongkar muat batubara serta kawasan industri. Tak heran jika selama ini masyarakat mengeluhkan polusi udara yang dampaknya mengganggu kesehatan, seperti gatal-gatal, batuk, dan sesak napas.
Menurut data penyedia layanan aplikasi Nafas, tercatat rata-rata harian partikel PM 2,5 sebesar 30 ug/m3 pada 1-31 Maret 2023 di kawasan Marunda. Angkanya dua kali lipat dari standar harian yang ditentukan WHO.
Baca juga: Menelisik Jejak Polusi Marunda
Meski demikian, angka ini masih lebih baik ketimbang musim kemarau. Saat memasuki musim kering, rata-rata partikel PM 2,5 lebih tinggi. Dalam delapan bulan terakhir, kondisi tertinggi tercatat pada Juli 2022 dengan 44 ug/m3. Sensor Marunda milik Nafas mencatat, rata-rata partikel PM 2,5 lebih tinggi nyaris dua kali lipat saat musim kemarau dibandingkan musim hujan.
Sensor Nafas mendeteksi polutan PM 2,5 dari arah barat laut, tempat berdirinya PT Karya Citra Nusantara (KCN). Kondisi ini terjadi pada Januari-Maret 2023.
Chief Growth Officer(CGO) dan pendiri Nafas, Piotr Jakubowski, mengatakan, beberapa faktor memengaruhi tingkat polusi udara di suatu tempat. Marunda, misalnya, secara geografis terletak dekat laut sehingga embusan angin akan lebih kencang dan bercampur polusi udara lain.
”Batubara merupakan masalah, tetapi ternyata bukan satu-satunya sumber masalah di daerah situ. Ada sumber-sumber lain juga,” kata Jakubowski di Jakarta, Senin (3/4/2023).
Pernyataan Jakubowski senada dengan petugas kebersihan SMPN 290, Rahman (28). Ia mengatakan, air rendaman pel akan berubah warna jadi hitam jika debu-debu batubara menempel. Namun, ada sumber polusi lain, yakni debu-debu produksi galangan kapal yang cenderung berwarna kuning berkarat.
Baca juga: Debu Batubara Berdampak pada 11.000 Warga Marunda
Tepat di belakang sekolah, terdapat para pekerja yang mengampelas sejumlah badan kapal saat siang hari. Suara bising perbaikan kapal diikuti debu-debu tak terlihat juga jadi masalah lain, tetapi tak terlalu banyak jadi sorotan bak isu batubara.
Dalam periode yang sama, PM 2,5 di Jalan Pattimura, termasuk kawasan Jalan Hang Tuah, Jakarta Selatan, pada Maret 2023, mencapai 37 ug/m3. Bahkan, angkanya lebih tinggi dibandingkan tingkat polusi udara Marunda, meski tak berada di pusat kawasan industri.
”Kalau sekitar Hang Tuah itu kebanyakan daerah residensial, tak ada daerah industri. Adanya bakaran sampah, seperti Bintaro atau Serpong (Tangerang Selatan),” ujar Jakubowski.
Setidaknya ada sembilan hari partikel PM 2,5 melebihi 35 ug/m3 di daerah Hang Tuah tergolong kategori tak sehat pada Maret 2023 dibandingkan Marunda. Kondisi ini berisiko bagi kelompok sensitif. Buruknya kualitas udara Hang Tuah disebabkan risiko sumber polusi udara lain, seperti pembakaran sampah, industri rumahan, transportasi, dan konstruksi.
Jakubowski menambahkan, dari sisi polusi partikel, daerah Hang Tuah memang tampak tingkat polusi udara lebih tinggi dibandingkan Marunda. Namun, bukan berarti tingkat risikonya berbeda lantaran adanya kemungkinan polusi udara jenis lain tak terukur Nafas. Sebab, aplikasi itu fokus pada PM 2,5, sedangkan ada polutan lain, antara lain, sulfur dioksida (SO2), ozon (O3), dan karbon monoksida (CO) yang beterbangan.
Baca juga: Gubernur DKI Terima Vonis Bersalah atas Gugatan Polusi Udara Jakarta
Pembersih udara
Baik Marunda maupun Hang Tuah memiliki risiko yang sama terhadap paparan polusi udara. Hang Tuah sebagai kawasan residensial ternyata memiliki kualitas udara lebih buruk, bahkan dari Marunda sebagai kawasan industri.
Guna mengatasi kondisi polusi udara yang tak menentu, Mighty Minds Preschool Hang Tuah memasang pembersih udara (air purifier) di tiap kelasnya. Pihaknya bekerja sama dengan Nafas untuk membangun zona udara bersih. Kelas-kelas yang tertutup karena berpendingin ruangan membantu mereka memasang perangkat tersebut.
Mau enggak mau hal ini harus jadi program pemerintah. Pemakaian data kualitas udara untuk menjamin kesehatan orang bukan sesuatu yang baru.
Dalam dua bulan terakhir (23 Januari-23 Maret 2023), polutan PM 2,5 di dalam kelas dapat terkendali meski kondisi luar ruang tak sehat. Aplikasi Nafas mencatat, kondisi dalam ruang 4,5 kali lebih sehat dibanding di luar. Apabila di luar ruang partikel PM 2,5 mencapai 18, maka di dalam kelas terdeteksi 4. Kondisi dalam ruang tergolong hijau atau baik, sebab Nafas berpedoman pada standar Agensi Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection Agency/EPA) Amerika Serikat. Suatu area berstatus ”baik” jika polutan PM 2,5 kurang dari 12 ug/m3.
Jakubowski mengatakan, pihaknya terbuka pada siapa saja untuk bekerja sama mengatasi polusi udara. Selama ini, memang baru pihak swasta yang bekerja sama guna membangun sistem zona udara bersih. Hal itu, setidaknya, bisa jadi solusi untuk membersihkan udara di dalam ruang.
Melalui program tanggung jawab sosial korporasi (CSR), perusahaan dapat memasang instalasi pembersih udara di sekolah-sekolah yang paling terpapar, termasuk SDN 05 Marunda. Harapannya, program ini dapat mengurangi risiko anak-anak menghirup polutan PM 2,5.
”Mau enggak mau hal ini harus jadi program pemerintah. Pemakaian data kualitas udara untuk menjamin kesehatan orang bukan sesuatu yang baru,” kata Jakubowski.
Baca juga: Penjabat Gubernur DKI: Penghijauan untuk Mengurangi Polusi Udara
Ia menyebut, Indonesia dapat berkaca pada sejumlah sekolah di Inggris memiliki alat pengukur kualitas udara. Mengutip laman Pemerintah Inggris, pihaknya menggelontorkan 25 juta poundsterling atau Rp 467,6 miliar pada 2021 guna memasang monitor-monitor pengukur kualitas udara. Ada pula pengadaan air purifier untuk sekolah agar dapat mengurangi transmisi polusi udara.
Hingga saat ini, SDN 05 Marunda membuka pintu dan jendela kelas untuk memastikan pergerakan udara. Padahal, butuh dukungan lebih guna menekan paparan polusi udara dalam ruang.
Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Budi Haryanto mengatakan, pemerintah turut bertanggung jawab mengendalikan polusi udara. Pihaknya diharapkan dapat mengatasi sumber masalah, seperti persoalan bongkar muat batubara dan kepadatan kendaraan bermotor. Apa pun cara yang ditempuh, hal ini merupakan pekerjaan multisektor.
Selain itu, tiap individu perlu memiliki kesadaraan untuk melindungi diri. ”Pakai masker yang memadai ketika di luar, di dalam rumah pakai air purifier,” ujar Budi.
Perlindungan pada manusia tak dapat efektif sepenuhnya sehingga harus dibarengi dengan pengendalian dari sumber pencemaran. Sebab, penggunaan masker dan air purifier secara maksimal, tetapi sumber polutan tak diatasi, maka tak akan menyelesaikan masalah.
Dalam kasus Marunda, bongkar muat batubara dapat dilakukan tertutup. Batubara dimasukkan dalam kontainer, kemudian baru dibuka di lokasi tujuan. Alhasil, partikel-partikel debu tak terurai ke sembarang tempat.
Efeknya panjang sekali.
Apabila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, fungsi saluran pernapasan kelompok sensitif (anak-anak, ibu hamil, dan orang lanjut usia) dapat lebih cepat terganggu saluran pernapasannya dibanding kelompok normal. Dampaknya beragam, mulai dari gangguan saluran pernapasan hingga bermasalahnya fungsi paru-paru.
Unsur-unsur logam berat yang terdapat pada batubara berisiko menimbulkan komplikasi pada anak-anak. Dari gangguan pernapasan dapat menyebar ke persoalan jantung sebab senyawa-senyawa kimia ini bersifat merusak.
”Efeknya panjang sekali,” kata Budi.
Data menunjukkan kawasan sekolah di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan menghadapi masalah yang sama, yakni polusi udara. Jangan sampai keberadaan sekolah membuat lengah lantaran tiap anak menghadapi risiko yang sama ketika berada di luar ruang.
Sejumlah pihak mengulurkan tangannya untuk membantu masyarakat terdampak polusi udara. Namun, mereka tak dapat bergerak sendiri sebab butuh campur tangan pemerintah pula untuk menuntaskan persoalan ini. Kolaborasi antarpihak diharapkan bisa jadi salah satu opsi menekan risiko jangka panjangnya. Jika tak bergerak sekarang, mau sampai kapan mempertaruhkan kesehatan anak-anak di tengah lautan polutan?