Siap-siap, DKI Akan Tutup 27 ”U-Turn”
Indeks kemacetan Jakarta meningkat sampai 48 persen seiring landainya pandemi. Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan menutup 27 titik putar balik atau ”u-turn” sebagai salah satu solusi mengurangi kemacetan.
JAKARTA, KOMPAS — Warga mengharapkan tidak timbul masalah baru dari rencana penutupan 27 titik putar balik atau u-turn di Jakarta.
Sutarya (30) melaju dengan sepeda motornya di Jalan Pejompongan Raya, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Ia hendak putar balik ke Jalan Gatot Subroto untuk pulang ke rumah di Palmerah Utara, Minggu (12/2/2023) sore.
Ia tak bisa memutar di samping Menara BNI Pejompongan karena dua putar balik telah ditutup. Satu tertutup tiang dan rantai besi, serta satunya lagi dipalang beton pembatas jalan.
Sepeda motornya baru dapat memutar di Jalan Penjernihan I, tepatnya depan Alfamidi. Ada seorang ”pak ogah” atau pengatur lalu lintas liar di situ yang sigap menahan laju kendaraan agar bisa putar balik. Tak pelak, satu-satunya putar balik yang tersisa di Jalan Penjernihan I ini memicu kemacetan karena laju kendaraan tersendat menuju Senayan, Semanggi, dan Slipi atau sebaliknya ke Karet.
”Tidak masalah kalau putar balik Palmerah Utara ditutup. Masih ada putar balik lain di depannya sebelum pasar. Namun, di Pejompongan bisa macet sampai perempatan lampu merah SPBU Penjernihan,” kata Sutarya.
Baca juga: Penutupan Jalur Putar Balik Jangan Sampai Pindahkan Titik Kemacetan Jakarta
Putar balik di Jalan Palmerah Utara masih diakses kendaraan dari arah Semanggi/Cawang dan Jalan Tentara Pelajar/Jalan Nasional menuju Palmerah atau ke Jati Baru/Tanah Abang dan ke Jalan Gatot Subroto/Jalan Pejompongan Raya. Padahal, sudah terpasang rambu dilarang belok dan putar balik serta beton pembatas jalan.
Namun, larangan itu tidak dihiraukan kendaraan dan ”pak ogah” yang mengatur putar balik. Putar balik ini tetap dipilih karena lebih dekat ke jalan utama ketimbang lima titik lain di sepanjang jalan ke arah Pasar Palmerah.
Apa yang dialami Sutarya adalah contoh kecil dampak penutupan titik putar balik di Jakarta. Saat ini, kebijakan penutupan 27 titik putar balik diambil oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebagai salah satu solusi mengurangi kemacetan.
Kebijakan tersebut diambil karena indeks kemacetan Ibu Kota meningkat sampai 48 persen seiring dengan landainya pandemi Covid-19.
Noviati (25), warga Cilandak, Jakarta Selatan, tidak setuju dengan rencana penutupan putaran balik. Menurut dia, hal itu tak mengurai kemacetan, tetapi memindahkan macet dari putaran balik di titik A yang ditutup ke titik B sebagai putaran balik baru. ”Akhirnya lalu lintas padat di titik B. Contohnya putaran balik di Jalan Raya Pasar Minggu banyak yang ditutup. Ujung-ujungnya kendaraan putar balik sebelum Kalibata, macetnya pindah ke situ,” ujar Noviati.
Baca juga: Otak-atik Atasi Kemacetan Jakarta
Karyawan swasta ini berharap ada alternatif lain yang lebih cocok. Pembangunan Jalan Layang Tapal Kuda Lenteng Agung dan Tanjung Barat, Jakarta Selatan, untuk fasilitas berputar arah dinilai sebagai salah satu terobosan yang baik. Jalan layang itu menghapus pelintasan sebidang kereta api, meminimalkan kecelakaan, dan mengurai kemacetan.
”(Di sisi lain) Sama saja tutup putar balik, tetapi masih banyak orang pakai kendaraan pribadi. Lebih baik tingkatkan lagi akses angkutan umum,” ujarnya.
Berbeda dengan Yudi (29), pengguna bus Transjakarta. Warga Cawang, Jakarta Timur, ini setuju dengan penutupan putar balik asalkan tak timbul masalah lain. Salah satunya membuat pengguna kendaraan menerobos jalur bus Transjakarta yang steril agar cepat sampai ke tujuan.
Permodelan
Ketua Forum Studi Transportasi Antarperguruan Tinggi Universitas Indonesia Andyka Kusuma menyarankan adanya pemodelan lalu lintas sebelum penutupan jalur putar balik dan implementasi satu arah. Penerapannya pun dalam satu kawasan agar tak memindahkan kemacetan dari satu titik ke titik lain.
”Perlu pembatasan kendaraan, bukan mobilitasnya, untuk urai kemacetan. Pembatasan ini harus menyeluruh tidak sepotong-sepotong supaya tak ada masalah baru. Supaya berkeadilan bagi semua pengguna jalan,” kata Andyka.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, kemarin, menjelaskan, ke-27 titik putar balik yang akan ditutup terletak tersebar di lima wilayah di Ibu Kota. ”Kami rencanakan penutupan secara bertahap,” katanya.
Penutupan titik putar balik dilakukan bertahap. Secara keseluruhan, di semester satu tahun ini tuntas. Paling lambat Juni 2023.
Paralel dengan penutupan titik putar balik, Dishub DKI akan melakukan pengaturan sistem arah jalan. Hal itu dilakukan supaya terjadi peningkatan kinerja jaringan semua ruas jalan. Dari evaluasi Dinas Perhubungan, putar balik cukup tinggi memengaruhi pergerakan. Begitu seorang pengendara akan berputar, manuver itu akan memakan satu setengah lajur.
Jika dia akan berputar ke sebelah kanan, otomatis ruas sebelah kiri dia gunakan sehingga dia memiliki radius tikung yang tepat untuk kemudian berpindah jalan yang di sebelahnya. ”Dua lajur paling kanan biasanya itu sangat terdampak. Ini yang kami coba evaluasi,” ujar Syafrin.
Untuk penutupan titik putar balik itu, menurut Syafrin, dilakukan kajian melalui simulasi dengan menggunakan software transportasi. ”Kemudian kami implementasikan. Setelah itu, kami kaji. Kami evaluasi secara rutin,” katanya.
Di tahap awal, Dishub DKI akan melakukan uji coba penutupan titik putar balik dalam tiga bulan. Penutupan titik putar balik itu dilakukan dengan memasang pembatas oranye atau water barrier. ”Langkah itu diharapkan mengurangi upaya masyarakat berputar balik di titik tersebut,” kata Syafrin.
Setelah uji coba tiga bulan tuntas, Dishub DKI akan menempatkan movable concrete barrier (MCB) atau pembatas beton di 27 titik putar balik, yaitu untuk menutup lokasi tersebut secara permanen.
”Penutupan titik putar balik dilakukan bertahap. Secara keseluruhan, di semester satu tahun ini tuntas. Paling lambat Juni 2023,” ujarnya.
Dukungan Polda Metro
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman mendukung kebijakan penutupan 27 jalur putar balik di Jakarta. Kebijakan itu dinilai penting untuk memperlancar arus lalu lintas kendaraan dan mengurai kemacetan di ruas-ruas jalan Ibu Kota.
Menurut Latif, ada sejumlah jalur putar balik kendaraan yang tidak pada tempatnya atau tidak layak lagi jadi tempat putar balik. Kebijakan penutupan oleh Pemprov DKI Jakarta sudah melalui kajian, evaluasi, dan masukan dari Dirlantas Polda Metro Jaya.
”Oleh karena itu, Pemprov DKI melakukan beberapa penutupan. Setelah dievaluasi, u-turn itulah yang menjadi penyebab terhambatnya arus lalu lintas sehingga perlu ditutup. Ini terutama jalur arteri protokol, seperti Jalan Daan Mogot, Antasari, Pasar Minggu, Rasuna Said,” kata Latif.
Berdasarkan data, kata Latif, pada masa pandemi Covid-19 indeks kemacetan di Jakarta hanya 34 persen. Namun, setelah pandemi Covid-19, indeks kemacetan di Jakarta pada 2022 naik mencapai 48 persen. Angka itu hampir mendekati indeks kemacetan sebelum pandemi pada 2019, yaitu 53 persen.
Indeks di atas 40 persen itu dinilai sudah masuk dalam kategori tidak nyaman berkendara. Jumlah perjalanan per hari rata-rata 22 juta pergerakan dari berangkat, pulang, dan aktivitas tambahan lainnya.
Baca juga: ”Pak Ogah” yang Dibenci dan Dicari
Aktivitas warga yang kembali normal membuat produktivitas kembali tinggi dan meningkatkan sektor ekonomi. Namun, dampak lainnya, volume kendaraan makin tinggi pula di jalan.
”Ini yang perlu menjadi pekerjaan kita bersama. Seluruh pemakai jalan harus mengetahui ini. Mari kita jaga ketertiban berlalu lintas sehingga diharapkan yang bisa memperlambat arus lalu lintas, khususnya pada jam kerja, mulai ditertibkan kembali,” ujarnya.
Dalam pelaksanaannya, kata Latif, pihaknya akan melakukan rekayasa lalu lintas kendaraan. Hal itu sekaligus untuk mengevaluasi terkait jalur mana saja yang masih bisa fleksibel untuk putar balik dan jalur yang memang harus ditutup secara permanen.