Bendungan Ciawi dan Sukamahi Diresmikan, DKI Tetap Punya PR
Sebagai pengendali banjir, Bendungan Ciawi dan Sukamahi bisa mengurangi luasan area terdampak banjir di Jakarta hingga 146 hektar. Namun, untuk menghilangkan banjir di DKI dibutuhkan upaya lainnya. Apa yang kurang?
Oleh
NINA SUSILO
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Potensi banjir di DKI Jakarta akibat luapan sejumlah sungai di Ibu Kota yang hulunya berada di Bogor, Jawa Barat, akan terkendali dengan dioperasikannya Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi. Meski demikian, pembenahan sungai, rumah pompa, dan tanggul tetap dibutuhkan untuk mengatasi banjir Ibu Kota.
Pada Jumat (23/12/2022), Presiden Joko Widodo meresmikan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi di Kabupaten Bogor secara berturut-turut. Acara itu turut dihadiri Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto, Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono serta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono.
Saat meresmikan Bendungan Ciawi, selain membuka pintu air penyekat bendungan dan menandatangani prasasti, Presiden juga melepas burung ke alam bebas. Menurut Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, setidaknya 40 burung merpati, 40 kutilang, dan 40 burung tekukur yang dilepaskan.
Presiden Joko Widodo mengingatkan, ada tiga masalah utama di DKI yakni banjir, kemacetan lalu lintas, dan tata ruang. Untuk mengatasi banjir, siapa pun gubernur DKI Jakarta harus menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut secara konsisten.
”Siapa pun gubernurnya, harus konsisten menyelesaikan normalisasi 13 sungai yang ada di Jakarta. Kemudian manajemen pemompaan waduk-waduk yang ada di Jakarta. Yang ketiga, tanggul laut atau yang lebih gede lagi, giant sea wall. Ini harus diselesaikan. Kalau tiga hal ini tidak selesai, sampai kapan pun Jakarta akan selalu banjir,” ujar Presiden Jokowi.
Sejumlah upaya mengatasi banjir di Jakarta itu, menurut Presiden, harus dikerjakan secara konsisten. Rencana induk (masterplan) untuk menanganinya pun sudah ada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta. Hal serupa ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). ”Juga sodetan Ciliwung menuju BKT (Banjir Kanal Timur) itu juga harus segera diselesaikan,” ujarnya.
Presiden Jokowi pun mengulangi permintaannya kepada Pj Gubernur DKI dan Gubernur Jawa Barat yang hadir dalam peresmian. ”Saya minta betul agar dituntaskan urusan di Jakarta secara konsisten, baik yang berkaitan waduk, selesai. Kemudian, normalisasi 13 sungai yang ada di Jakarta, urusan sodetan Ciliwung menuju BKT, tanggul laut dan giant sea wall, serta pengelolaan pompa-pompa yang ada dengan manajemen yang lebih baik,” ujarnya.
Kedua bendungan ini ditambah selesainya sodetan Sungai Ciliwung ke BKT yang diperkirakan Maret 2023 akan mengurangi banjir yang biasanya berdampak pada 468 hektar menjadi 211 hektar.
Dalam sesi tanya jawab dengan wartawan, Presiden menambahkan, kedua bendungan ini ditambah selesainya sodetan Sungai Ciliwung ke BKT yang diperkirakan Maret 2023 akan mengurangi banjir yang biasanya berdampak pada 468 hektar menjadi 211 hektar. Namun, saat ini, pembuatan sodetan masih dalam proses pembebasan lahan.
Reduksi banjir akan semakin baik apabila normalisasi 13 sungai di Jakarta juga rampung. Selain itu, untuk mengatasi air laut yang masuk ke darat, lanjutnya, sementara tanggul laut sudah dikerjakan. ”Tapi, dalam jangka panjang, giant sea wall harus segera dikalkulasi dan dimulai,” ujarnya.
Bendungan Ciawi dan Sukamahi dibangun mulai tahun 2016. Bendungan Ciawi terletak di Desa Cipayung, Desa Gadog, dan Desa Sukakarya, Kecamatan Megamendung, serta Desa Kopo, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Bendungan Sukamahi yang berada di hulu Sungai Cisukabirus (anak Sungai Ciliwung) masuk wilayah Desa Sukamahi, Kecamatan Megamendung.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko menjelaskan, Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi adalah satu-kesatuan dalam pengendalian banjir Jakarta. Bendungan Ciawi berkapasitas 6.05 juta meter kubik, sedangkan Bendungan Sukamahi berkapasitas 1,68 juta meter kubik.
Bendungan Ciawi dan Sukamahi itu dapat mereduksi area terdampak banjir di Jakarta dari yang selama ini seluas 464 hektar menjadi 318 hektar. Lebih kurang ada 12 kelurahan yang akan menjadi tidak terdampak banjir lagi karena adanya waduk Ciawi dan Sukamahi ini.
Dalam siklus banjir 50 tahunan (Q50), lanjut Jarot, Bendungan Ciawi bisa mereduksi banjir sampai 30 persen, sedangkan Bendungan Sukamahi 27 persen. ”Kalau dilihat dari panjang sungai 120 km dari pantai sampai ke hulu sana, dua bendungan ini di posisi sepertiga sehingga yang bisa dikendalikan lebih kurang sepertiga atau 40 km,” ujarnya.
Ketika hujan di kawasan hulu, air yang biasanya menyebabkan banjir di Jakarta bisa ditahan di kedua bendungan tersebut. Karena itu, debit air yang tiba di Pintu Air Katulampa akan berkurang sekitar 24 persen. Selain itu, air juga masih akan ditahan di Pintu Air Depok dan Pintu Air Manggarai.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane Bambang Heri Mulyono menambahkan, Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi adalah bendungan kering pertama di Indonesia. Karena jenisnya bendungan kering, tidak ada air yang ditampung, kecuali saat hujan deras di hulu.
”Bendungan ini fungsinya hanya ketika terjadi banjir. Jadi, sebagian debit akan ditahan di sini dan tidak semua mengalir ke bawah. Ketika kondisi biasa, tidak banjir, air mengalir seperti biasa biasa dan bendungan ini tidak terisi air,” ujarnya.
Selain pengendali banjir, kedua bendungan ini bisa dimanfaatkan untuk kegiatan wisata atau kegiatan rekreasi luar ruang lainnya, seperti berkemah.
Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi adalah bendungan kering pertama di Indonesia.
Bendungan Ciawi dikerjakan PT Brantas Abipraya dan PT Sac Nusantara KSO, sedangkan Bendungan Sukamahi oleh PT Wijaya Karya dan Basuki KSO. Kedua bendungan ini menghabiskan anggaran Rp 1,3 triliun.
Kedua bendungan ini semestinya rampung pada 2019, tetapi akhirnya baru rampung akhir 2022. Keterlambatan, menurut Kementerian PUPR, disebabkan curah hujan tinggi pada 2021 sehingga pengerjaan tidak maksimal.
Namun, keterlambatan pengerjaan ini berdampak pada warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung hulu, salah satunya di Desa Pandansari, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
Di wilayah ini, sejak pembangunan dimulai 2016, air dari aliran sungai tak lagi bisa dimanfaatkan untuk mandi cuci kakus (MCK) karena kondisi airnya selalu keruh. Air Sungai Cibalok yang biasa digunakan untuk membudidayakan ikan air tawar pun tak bisa lagi dimanfaatkan (Kompas, 16 Februari 2022).