Rencana kunjungan Pj Gubernur Heru Budi Hartono ke fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta dipandang sebagai upaya koordinasi lanjutan. Akan tetapi, relasi kerja kedua lembaga akan lebih tepat dibicarakan dalam forum bersama.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berencana menyambangi fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Kunjungan paling cepat sebelum 15 Desember 2022 ini diharapkan merekatkan kembali kerja sama kedua lembaga demi kepentingan warga Ibu Kota.
Heru diminta menyambangi fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta saat rapat pengesahan APBD tahun 2023, Selasa (29/11/2022). Atas permintaan tersebut, ia tengah menjadwalkan kunjungan paling cepat 15 Desember 2022 karena beberapa anggota DPRD masih berada di luar kota.
Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menuturkan, kunjungan ke fraksi-fraksi sangat penting untuk membangun harmonisasi antara eksekutif dan legislatif. Harmonisasi ini meningkatkan komuniksi dan koordinasi dalan penguatan paran eksekutif dan legislatif sesuai tugas pokok fungsi masing-masing.
"Faktor ini (harmonisasi) yang selama 5 tahun belakangan terabaikan. Namun demikian kami berharap kunjungan jangan hanya basa-basi," tutur Gembong pada Kamis (8/12/2022).
Pj Gubernur diputuskan oleh Presiden atas usulan dari 9 fraksi di DPRD DKI Jakarta. Kami berharapan komunikasi ini penting untuk menjaga sinergitas (Mujiyono)
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD DKI Jakarta mengharapkan kunjungan ke fraksi-fraksi mampu menjembatani harapan besar masyarakat yang dibawa oleh anggota dewan saat masa reses. Harapan besar itu sekirannya dapat dikoordinasikan oleh Heru agar dapat dieksekusi melalui perencanaan program yang menyentuh kebutuhan dasar warga Jakarta.
Senada dengan Penasehat Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta Mujiyono. Ia menyambut rencana kunjungan Heru ke fraksi-fraksi supaya terjalin komunikasi yang bak antara eksekutif dan legislatif.
"Pj Gubernur diputuskan oleh Presiden atas usulan dari 9 fraksi di DPRD DKI Jakarta. Kami berharapan komunikasi ini penting untuk menjaga sinergitas," kata Mujiyono secara terpisah.
Pertemuan bersama
Rencana kunjungan ke fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta ini dipandang sebagai upaya koordinasi lanjutan dalam mengeksekusi APBD 2023 sebesar Rp 83,78 triliun. Akan tetapi, relasi kerja antara Heru dan DPRD DKI Jakarta akan lebih tepat jika dibicarakan secara terbuka melalui forum pertemuan bersama.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Lucius Karus mengatakan, kekhawatiran adanya lobi-lobi dalam kunjungan ke fraksi-fraksi setelah ketok palu APBD merupakan hal lumrah. Namun, secara prosedural sudah tidak memungkinkan untuk lobi-lobi lantaran APBD sudah sah.
"Sowan ini untuk koordinasi lanjutan dalam mengeksekusi APBD pada waktunya. Meski begitu seharusnya hal-hal terkait relasi kerja lebih tepatnya dibicarakan secara terbuka melalui forum pertemuan bersama di DPRD," kata Lucius, Kamis sore.
Selain pertemuan bersama, Pj Gubernur juga bisa mengundang pimpinan fraksi ke Balai Kota. Tujuannya agar tidak menimbulkan kecurigaan karena pertemuan dilakukan secara terbuka.
APBD DKI Jakarta tahun 2023 terdiri dari pendapatan daerah sebesar Rp 74,38 triliun dan penerimaan pembiayaan Rp 9,40 triliun. Alokasinya untuk belanja daerah sebanyak Rp 74,61 triliun dan pengeluaran pembiayaan Rp 9,16 triliun.
APBD fokus pada tiga program prioritas dengan alokasi sebesar 41,27 persen melalui belanja dan penyertaan modal daerah. Ketiganya, yaitu pengendalian banjir, penanganan kemacetan, dan antisipasi dampak penurunan pertumbuhan ekonomi.
Tiga prioritas APBD DKI Jakarta 2023 sudah sesuai dengan kebutuhan warga. Namun, butuh kontrol anggaran supaya konsisten antara program dan belanja komponen.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FItra) Misbah Hasan menyebutkan, besaran APBD sudah sesuai dengan kebutuhan. Namun, jangan dulu terkecoh karena anggaran harus dikontrol, mulai dari rincian hingga komponen. Sebab, kerap ditemukan inkonsistensi antara program dan belanjanya.
”Beberapa program yang dikembangkan untuk pengendalian banjir juga ada yang tidak efektif. Misalnya pembuatan sumur biopori yang tidak efektif,” kata Misbah.