Tontotan atau permainan yang bersifat horor, memacu adrenalin dan ketegangan, cenderung disukai sebagian warga perkotaan sebagai sarana rekreasi singkat, murah, dan mudah dijangkau. Stres dan frustrasi pun terusir.
Oleh
STEFANUS ATO
·6 menit baca
KOMPAS/STEFANUS ATO
Peserta mendapat arahan petugas berpakaian layaknya tentara, berseragam loreng dan bersenjata (mainan), terkait hal-hal yang perlu diperhatikan saat masuk ke zona zombi, di Stasiun Boulevard Utara, Jakarta Utara, Jumat (12/8/2022) sore.
Setiap pengunjung berjuang lolos dari sergapan zombi saat berada di stasiun hingga gerbong LRT Jakarta. Namun, secara tak sadar, ada yang habis dilahap zombi. Pengunjung pun keluar dari sana dengan perasaan puas dan bahagia.
Tiga zombi dengan kondisi tubuh berlumur darah dan penuh luka terus berjalan dan merayap tertatih-tatih. Makhluk yang lahir dari kepercayaan voodoo dan sihir Afrika Barat itu terus mendekat dan siap menyergap 11 orang yang terkurung di dalam sebuah gedung, di Stasiun Kereta Ringan atau LRT Velodrome, Jakarta Timur.
Pintu terkunci dan tak ada jalan keluar. Belasan orang ini panik dan ketakutan. Mereka terjebak bersama zombi-zombi yang lapar.
Tiba-tiba dari balik salah satu pintu gedung itu, ada suara samar-samar permintaan tolong. ”Saya terkunci di dalam. Kalau kalian keluarkan saya, kalian bisa selamat,” kata suara perempuan dari balik pintu itu.
Belasan orang yang awalnya panik sejenak terdiam. Ada yang menempelkan telinga di daun pintu demi mendengar lebih jelas saran dari balik pintu tersebut.
Sosok di balik pintu itu meminta belasan orang ini untuk mengambil kunci di sisi lain gedung. Kunci itu rupanya tersimpan dalam sebuah helm kuning dekat rolling door yang sedikit terbuka.
Sial, di balik rolling door itu ada penjaganya, zombi berkepala botak, bermata putih, dan tubuhnya berlumuran darah. Kunci pintu letaknya kurang dari 30 sentimeter dari makhluk tersebut.
Melalui berbagai upaya, kunci pintu berhasil didapatkan. Suara di balik pintu itu pun berhasil diselamatkan. Dia seorang gadis. Perempuan muda itu bergegas mengeluarkan kunci dari kantong celananya dan membuka pintu utama. Semua lolos.
Kemarin, ada yang pipis di celana. Jadi, saya sarankan sebelum masuk ke sarang zombi, sebaiknya ke toilet dulu. Ada juga yang pingsan, ada yang cakar-cakar tembok. Entah mau ngapain.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Peserta saat mengante untuk masuk ke zona bahaya atau danger beware of zombie, di Stasiun Boulevard Utara, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (12/8/2022) sore.
Suasana menegangkan yang terekam di salah satu gedung di Stasiun LRT Velodrome, Jakarta Timur, pada Jumat (12/8/2022) sore itu merupakan tantangan terakhir yang harus dilalui warga atau penumpang LRT Jakarta yang tertarik mengikuti hiburan ”Train to Apocalypse”yang digagas LRT Jakarta bersama Pandora Box. Acara ini berlangsung sejak 5 Agustus hingga 11 September 2022. Hingga Minggu (14/8), jumlah tiket yang telah terjual mencapai 9.000 tiket.
Acara ini menawarkan sensasi hiburan teatrikal dikejar zombi di stasiun hingga gerbong LRT. Rute sensasi dikejar zombi dimulai dari Stasiun LRT Boulevard Utara. Setelah berhasil melewati sergapan zombi di stasiun itu, pengunjung bakal melewati rintangan berikut dengan menumpang LRT melewati tiga stasiun dan berakhir di Stasiun LRT Velodrome.
Tegang sejak awal
Pada Jumat (12/8), warga antusias hadir di Stasiun Boulevard Utara, Kelapa Gading, Jakarta Utara, untuk merasakan hiburan teatrikal dikejar zombi. Warga yang datang ke tempat itu tak hanya dari Jakarta, tetapi dari Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, hingga Bandung, Jawa Barat.
Meski ”Train to Apocalypse” merupakan wahana hiburan, perasaan tegang sudah mulai terasa sejak berada di luar area stasiun. Hiruk pikuk kendaraan yang melintas di dua ruas jalan stasiun seakan tak mampu menutupi teriakan histeris warga, suara zombi, dan alarm tanda bahaya dari dalam stasiun.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Suasana pintu masuk ke Stasiun Boulevard Utara, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (12/8/2022) sore.
Berkunjung ke sana sendiri bakal memunculkan keraguan. Berat rasanya melangkahkan kaki masuk ke area stasiun. Ada kecemasan membayangkan bagaimana rasanya berlarian sendiri menghindari ancaman dari makhluk-makhluk lapar itu.
Perasaan takut kian memuncak ketika sudah berada di tempat penukaran tiket dan antrean memasuki zona danger, beware of zombie. Di tempat antrean, ada petugas berpakaian layaknya tentara, yakni berseragam loreng dan bersenjata (mainan) laras panjang. Dia berulang kali mengarahkan pengunjung untuk tak panik dan, yang terpenting, jangan sampai tertangkap zombi.
”Kemarin, ada yang pipis di celana. Jadi, saya sarankan sebelum masuk ke sarang zombi, sebaiknya ke toilet dulu. Ada juga yang pingsan, ada yang cakar-cakar tembok. Entah mau ngapain,” kata lelaki berseragam itu.
Bertemu teman baru
Peringatan berulang dari petugas membangkitkan naluri perlawanan dari pengunjung. Mereka yang awalnya mengantre sendiri atau berkelompok sesuai ikatan pertemanan atau kekeluargaan sontak mengajak kelompok lain untuk bergabung membentuk tim.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Peserta Train to Apocalypse saat berada di gerbong LRT pada Jumat (12/8/2022) sore.
Komunikasi pun mencair. Jalinan pertemanan terbentuk secara tak sengaja. Masing-masing kelompok yang rata-rata berjumlah 6 orang kemudian saling berdiskusi atau menyusun strategi dalam menghadapi ancaman zombi.
Staregi sudah dimatangkan, saatnya memasuki zona bahaya. Namun, sekali lagi, petugas berbaju loreng kembali diberondong pertanyaan. Apa yang terjadi jika ada yang tertangkap?
”Datang ke sini untuk berjuang. Kalau ke sini untuk pasrah di tangkap zombi, anda sebaiknya ke psikiater. Ouw, ya, zombinya ganteng dan cantik-cantik. Tapi, ingat ini bukan tempat cari jodoh,” katanya. Ucapannya sontak mengundang tawa pengunjung.
Anah Parhanah (25) dan kerabatnya, Fazza Agustina (20), mengaku puas dengan wahana permainan ”Train to Apocalypse”. Harga atau tiket masuk yang mencapai Rp 60.000 per orang dinilai sepadan dengan sensasi yang dirasakan selama sekitar 30 menit.
”Akting zombi-zombinya oke, kitanya juga jadiexcited banget. Deg-degannya dapat dan enggak terlalu berbahaya,” kata Fazza, warga yang berdomisili di Jakarta Selatan itu.
Menurut psikolog Mira Amir, tingginya antusiasme warga memburu hiburan seperti film atau wahana permainan horor tidak terlepas dari rasa penasaran. Hal ini tidak muncul begitu saja, tetapi dampak dari masifnya kampanye melalui berbagai wadah, baik itu media sosial maupun media massa.
”Kadang, unsur horornya sebenarnya tidak seberapa. Namun, yang menarik itu, masyarakat cenderung mengikuti atau menyesuaikan dengan tren yang lagi ramai,” katanya.
Tontotan atau permainan yang bersifat horor, memacu adrenalin, dan ketegangan juga cenderung disukai sebagian warga perkotaan sebagai sarana rekreasi dengan durasi singkat, murah, dan mudah dijangkau. Melepas ketegangan atau memulihkan frustrasi dengan memicu ketegangan baru dalam durasi singkat juga ampuh menghilangkan stres.
”Fokus otak jadi teralihkan atau bergeser. Situasi ini memberi kesempatan kepada otak untuk bergeser dari sumber stres,” ucapnya.
Menurut sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Yuanita Aprilandini, antuasiasme warga menyaksikan film horor atau hiburan yang memacu adrenalin tak lepas dari aktivitas warga yang selalu sibuk, baik yang bekerja, sekolah, maupun kuliah. Artinya, kehidupan warga di Jabodetabek selalu tertata.
”Memang mereka harus ada katarsis untuk keluar dari rutinitas. Salah satunya dengan mencari hiburan,” ucap Yuanita.
Katarsis tidak serta-merta muncul karena selera atau rasa. Namun, ada faktor yang turut memengaruhi, misalnya mereka pernah menonton film yang bertema zombi, seperti, Train to Busan (2016), Rampant (2018), Kingdom (2019), Peninsula (2020), #Alive (2020), Happiness (2021), dan All of Us Are Dead (2022).
”Ini yang beli tiket kebanyakan usia produktif, kaum milineal. Mereka terkenal dengan (suka) proses memacu adrenalin. Ini khas bagi anak-anak muda yang suka menantang bahaya,” ucap Yuanita.