"Berdiri" Hampir 40 Tahun, Tugu Botol Kecap Puncak Undur Diri
Tugu bagian dari tengara kota, yang selalu memiliki arti penting dalam cerita perjalanan, kewilayahan, atau seseorang walau sekejap saja melihatnya. Tugu Botol Kecap Puncak termasuk tengara ikonik bagi warga Jabodetabek.

Warga yang melintas Jalan Raya Puncak, di pertigaan Gang Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (1/8/2022), tidak lagi bisa melihat Tugu Botol Kecap karena perusahaan tidak memperpanjang masa sewa lahan tempat berdirinya Tugu Botol Kecap sejak 1983.
Di tikungan menurun di Jalan Raya Puncak, Jawa Barat, menuju Istana Presiden Cipanas arah Bandung atau dari arah sebaliknya menuju Kabupaten Bogor, sejumlah pengendara berjalan pelan dan tak melepas pandangannya ke pertigaan Gang Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pandangan mereka seperti mencari sesuatu yang kini hilang dari penanda yang kerap meraka lihat.
“Seperti ada yang kurang pas lewat tadi. Padahal itu cuma botol loh. Tapi, tetap rasanya itu sudah melekat saja di ingatan kalau lewat sini,” kata Abiansyah (38), salah satu anggota komunitas motor vespa di rest area tak jauh dari Tugu Botol Kecap, Senin (1/8/2022).
Baca Juga: Jalur Puncak II, Surga di Bogor Timur yang Sunyi
Menurut pria yang akrab disapa Abi itu, Tugu Botol Kecap di Ciloto bukan sekadar tugu atau benda mati semata. Seperti tugu atau monumen lainnya di kota-kota Indonesia, Tugu Botol Kecap seperti menjadi penanda dan jalur yang wajib dilalui.
”Kami kalau lagi jalan-jalan pasti harus melewati tugu itu. Belum lewat (botol kecap), belum sampai puncak, kira-kira begitu kesan saya. Sama seperti tugu lainnya juga sebagai identitas daerah harus dilalui juga. Sesederhana itu saja melihat tugu itu, tetapi membawa cerita dan pengalaman bahwa kita sudah sampai ke sini. Nah, sekarang kayak ada yang hilang, sudah tidak ada lagi. Sayang banget, sih, kata Abi.

Kepadatan lalulintas di ruas jalur Puncak Pass, perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (9/6/2019). Kawasan wisata Puncak menjadi salah satu tujuan hari terakhir libur lebaran bagi para pekerja. Dampa dari arus liburan dan sebagian juga arus balik, lalulintas di kawasan puncak padat.
Pelancong lainnya, Gilang Putra (43), juga menyayangkan Tugu Botol Kecap di Ciloto tak lagi berdiri. Menurutnya, tugu yang sudah berdiri pada 1983 itu kerap menjadi penunjuk arah karena letaknya berbatasan antara Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor, atau titik lokasi pertemuan.
“Dulu kan enggak ada Google Maps. Caranya cari lokasi yang ikonik seperti Tugu Botol Kecap dan semua orang pasti paham di mana lokasinya. Dan tugu itu juga ikon pariwisata puncak, ikonnya Bogor-Ciloto-Cianjur,” ujar Gilang.
Warga Ciloto, Fuad (55), yang sehari-hari selalu melihat Tugu Botol Kecap pun merasa kehilangan. Tugu itu seperti sudah menjadi identitas kampung Ciloto. Bahkan, Gang Masjid atau Gang Ciloto malah lebih dikenal dengan Gang Botol Kecap atau kampung Botol Kecap. Nama Botol Kecap hingga saat ini pun masih melekat meski tak lagi berdiri Tugu Botol Kecap.
”Ke depan, tak tahu sebutan kampung atau gang (Botol Kecap) ini jadi apa karena sudah tak ada lagi tugunya. Semoga tugunya dibangun lagi. Ada lagi tugu sebagai penanda kawasan ini,” ujar Fuad yang mengenang kawasan di Ciloto selalu ramai oleh wisatawan. Kini, seiring dengan perkembangan dan pembangunan di sejumlah kawasan Ciloto kalah ramai dengan tetangganya di Kabupaten Bogor.

Sep Ridwan (60), pemilik lahan tempat Tugu Botol Kecap yang berdiri sejak 1983, Gang Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sep Ridwan menunjukkan bekas bangunan fondasi Tugu Botol Kecap yang tak lagi diperpanjang kontrak sewa lahan oleh perusahaan kecap ternama, Selasa (2/8/2022).
Dibangun tugu baru
Sep Ridwan (60), ahli waris sekaligus pemilik lahan tempat berdirinya Tugu Botol Kecap selama hampir 40 tahun terakhir, mengatakan, pihak perusahaan pemilik merek kecap ternama mengakhiri masa sewa di lahannya.
Berakhirnya masa sewa itu pun ditandai dengan kesepakatan pembongkaran Tugu Botol Kecap setinggi sekitar enam meter itu pada Jumat (29/7/2022) silam.
”Kontraknya per lima tahun. (Namun) Tidak perpanjang lagi setelah 40 tahun berdiri. Setiap tahun selalu di cat ulang biar rapi dan bersih, tetapi akhir tahun lalu tidak. Meski sudah jadi ikon, kami menghargai karena itu keputusan mereka atas berbagai pertimbangan marketing dan lainnya,” kata Ridwan, Selasa (2/8/2022).
Kepala Desa Ciloto Marwan menuturkan, pihaknya berencana membangun monumen sebagai pengganti Tugu Botol Kecap. Hanya belum dipastikan lokasi pendirian tugu baru di lokasi halaman rumah Sep Ridwan atau mencari lokasi baru.
Menurut pihak perusahaan, kata Ridwan, promosi produk iklan luar ruang dengan keberadaan Tugu Botol Kecap dinilai tak lagi efektif sehingga mereka akan lebih menggencarkan produk mereka secara daring mengikuti perkembangan teknologi dan zaman.

Tugu Botol Kecap, di Gang Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, hanya menyisakan bongkahan semen, Senin (1/8/2022). Perusahaan kecap tidak lagi memperpanjang sewa lahan sehingga bersama pemilik lahan sepakat untuk membongkar Tugu Botol Kecap yang sudah berdiri sejak 1983.
Sejak Tugu Botol Kecap dirobohkan, sejumlah perusahaan seperti produk minuman dan lainnya kerap mendatangi Ridwan untuk menjalani kerja sama pendirian tugu baru di lahan rumahnya.
”Belum ada keputusan, kami pertimbangkan dulu dan komunikasi dengan keluarga lainnya. Itu ide yang menarik, kita lihat tunggu dua bulan ke depan bisa saja ada tugu baru,” ujar Ridwan, keturunan ketiga yang menempati tanah dan bangunan peninggalan kakek neneknya itu.
Ridwan menyadari kehadiran sebuah tugu di Ciloto memiliki arti penting tidak hanya bagi warga sekitar, tetapi juga warga lainnya yang sering melalui simpang Desa Ciloto di Jalan Raya Puncak.
Oleh karena itu, Ridwan akan mempertimbangkan jika ada perusahaan yang ingin bekerja sama mendirikan tugu serupa agar Ciloto tidak hilang dalam ingatan warga.
”Meski hanya sebatas lintasan, tetapi karena tugu ini Desa Ciloto dikenal. Ini membawa memori bagi warga. Tapi kita lihat ke depan seperti apa,” ujarnya.

Kepadatan lalu lintas di ruas jalur Puncak Pass, perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (9/6/2019). Kawasan wisata Puncak menjadi salah satu tujuan hari terakhir libur Lebaran bagi pekerja. Dampak arus liburan dan sebagian arus balik, lalu lintas di kawasan Puncak padat.
Gayung bersambut, Pemerintah Desa Ciloto menilai, keberadaan tugu sebelumnya sudah menjadi identitas dan dikenal luas sebagai ikonik wilayah Ciloto di Puncak Cianjur.
Kepala Desa Ciloto Marwan menuturkan, pihaknya berencana membangun monumen sebagai pengganti Tugu Botol Kecap. Hanya belum dipastikan lokasi pendirian tugu baru di lokasi halaman rumah Sep Ridwan atau mencari lokasi baru.
”Kami diskusikan dulu. Apakah di lokasi lama atau baru. Atau tugu serupa botol kecap atau lainnya. Kalau botol kecap, kan, ada sponsornya. Mungkin nanti botolnya saja tanpa brand. Memang disayangkan, ya, karena sudah berdiri 40 tahun, sudah menjadi ikon,” kata Marwan.
Penanda peristiwa
Tugu Botol Kecap di Ciloto, Puncak Cianjur, bagi pengamat Tata Kota Yayat Supriatna juga memiliki kesan dan kenangan saat masih muda. Ia kerap mengikuti berbagai kegiatan atau menikmati alam dan jalan-jalan laiknya banyak anak-anak muda.
Di sekitar kawasan tugu itu, ia pernah berkemah bersama teman-temannya. Selain itu, salah satunya ada cerita lucu dengan sang mantan pacar.

Perkebunan teh di kawasan Puncak di perbatasan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
”Tugu, monumen, benda dengan karakteristik tertentu menjadi tengara atau simbol yang membentuk cermin atau penanda peristiwa sebagai representatif bagi yang bersinggungan langsung atau melihat saja. Oleh karena itu, menjadi bermakna dan bernilai,” ujar Yayat.
Tugu Botol Kecap, secara strategi pemasaran melalui iklan di media cetak, elektronik, dan luar ruang, memang berhasil melekatkan ingatan kepada khalayak atau target konsumen pada kalanya.
Berbeda dengan generasi 2000-an, bagi generasi 80-90-an, botol kecap bukan sekadar penanda merek tertentu yang kebetulan memang terkenal pada saat itu dan selalu hadir di meja makan, seperti menjadi sajian utama, tetapi membawa catatan kisah dari peristiwa dan memori yang mereka alami.
”Orang-orang pasti melihat tugu itu karena merupakan lintas utama dari jalur kendaraan. Namun, sekarang mungkin tidak banyak yang mengenal tugu itu karena sudah banyak jalur dan akses kendaraan lain ke sejumlah kota seperti Bogor, Cianjur, Bandung. Hanya lewat saja orang bisa mengenang penanda yang memorable itu,” kata Yayat.
Meski begitu, menurut Yayat, tugu atau monumen selalu memiliki arti penting bagi cerita perjalanan, kewilayahan, atau seseorang yang sekadar bersinggungan saja.

Kepadatan lalulintas di ruas jalur Puncak Pass, perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (9/6/2019). Kawasan wisata Puncak menjadi salah satu tujuan hari terakhir libur Lebaran bagi para pekerja. Dampa dari arus liburan dan sebagian juga arus balik, lalulintas di kawasan puncak padat.
”Jadi hati-hati menghilangkan sesuatu, benda, atau catatan atas peristiwa. Jika itu dihilangkan, akan dilupakan, bagi yang masih ingat akan terkikis ingatan itu. Namun, bagi yang tidak mempunyai kedekatan atau singgungan, keberadaan monumen itu mungkin tidak persoalan,” ujarnya.
Terkecuali dalam konteks Tugu Botol Kecap, hilangnya tugu itu bukan karena upaya mengikis peristiwa atau sengaja menghilangkan catatan peristiwa khusus, tetapi kesepakatan pihak sponsor dan pemilik lahan untuk mengakhiri kerja sama.
Yayat pun sepakat dengan kemajuan teknologi dan informasi, iklan luar ruang yang menampilkan merek tertentu dengan kondisi dan situasi lingkungan yang tidak lagi menjadi perhatian utama masyarakat bisa merugikan perusahaan dan kurang berdampak pada generasi muda.
Oleh karena itu, agar memori dan penanda itu bisa terus dikenang, pemerintah bisa membangun tugu serupa atau tugu dengan bentuk lebih ikonik dan modern menyesuaikan perkembangan zaman.
Baca Juga: Jalan Tol Bakal Dibangun untuk Atasi Kemacetan di Kawasan Puncak
”Setiap generasi punya nilai masa lalu. Misalnya pun itu tetap botol kecap mungkin lambangnya atau merek diganti. Atau dengan membangun tugu baru. Memori itu akan kembali, bahwa itu dulu di situ pernah berdiri tugu kecap,” ujar Yayat.
Tugu memang hanya benda mati, tetapi bagi sebagian orang keberadaan tugu menjadi catatan kisah perjalanan mereka. Hilangnya sebuah tugu atau penanda seperti menghilangkan catatan peristiwa dari kisah romantisisme masa lalu.