Biskita Transpakuan di Kota Bogor Dihentikan Sementara
Untuk mengisi kekosongan layanan, Pemkot Bogor akan berkomunikasi dengan BPTJ untuk menyosialisasikan kepada pelanggan, termasuk membahas solusi dan kemungkinan dana talangan agar Biskita bisa beroperasi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Layanan transportasi umum Biskita Transpakuan dengan sistem program buy the service atau BTS di Kota Bogor, Jawa Barat, dihentikan sementara. Penghentian layanan karena penyesuaian mekanisme pengadaan barang atau jasa dari pelelangan umum menjadi pengadaan melalui e-catalog.
Kepala Bagian Humas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Budi Rahardjo mengatakan, penghentian operasional Biskita Transpakuan hanya sementara untuk kepentingan evaluasi.
”Mekanisme subsidi dengan skema BTS relatif merupakan hal baru. Ini wajar diperlukan evaluasi untuk perbaikan ke depan. Tujuan evaluasi justru untuk mendukung keberlanjutan mekanisme subsidi BTS tersebut,” kata Budi, Senin (3/1/2022).
Penghentian operasi Biskita Transpakuan ini diperkirakan akan berlangsung satu bulan. Penghentian sementara pengoperasian ini tidak hanya terjadi di Kota Bogor, tetapi juga di 30 daerah yang mengoperasikan layanan sejenis dari Kementerian Perhubungan.
Meskipun begitu, Budi memastikan setelah evaluasi, layanan Biskita akan beroperasi segera dan masyarakat Kota Bogor kembali bisa menikmati layanan transportasi sesuai standar operasional minimum.
Alasan penghentian sementara pengoperasian Biskita Transpakuan adalah adanya penyesuaian mekanisme pengadaan barang atau jasa dari pelelangan umum menjadi pengadaan melalui e-catalog.
Selain itu, BPTJ mengaku sedang mengusulkan kontrak tahun jamak atau kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Kementerian Keuangan. Hal itu untuk memberikan iklim investasi yang lebih menarik bagi operator sekaligus memberikan jaminan layanan jangka panjang.
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya menyayangkan berhentinya Biskita Transpakuan yang mendadak, apalagi antusias warga sangat tinggi menggunakan bus itu. Selain itu, kehadiran Biskita sangat memenuhi kebutuhan transportasi publik di Kota Bogor.
”Tapi kami tentu ke depan tetap optimistis Biskita Transpakuan akan kembali mengaspal setelah evaluasi dan kemudian proses e-catalog tuntas dalam waktu satu bulan. Kami memberikan catatan khusus agar Dirjen Hubdar memperbaiki perencanaan ini,” ujar Bima.
Menurut Bima, kebijakan penghentian pengoperasian Biskita Transpakuan tentu merugikan konsumen atau penumpang. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan layanan, Pemkot Bogor akan berkomunikasi lagi dengan BPTJ untuk menyosialisasikan kepada pelanggan, termasuk membahas solusi dan kemungkinan lainnya supaya bisa beroperasi dengan waktu yang tidak lama seperti mengalokasikan dana talangan.
”Jika memungkinkan mengalokasikan dana talangan, apabila aturannya memungkinkan, kalau ada lampu hijau dari BPTJ, maka Biskita Transpakuan ini kembali akan mengaspal dalam waktu dekat,” ujarnya.
Bima melanjutkan, konsorsium dan operator layanan dari PDJT dan Lorena mempunyai alokasi untuk dana talangan. Jika BPTJ mengizinkan, akan digunakan dana talangan tersebut untuk pramudi dan logistiknya.
”Saya berharap itu, supaya layanan tidak terganggu. Karena di lapangan sudah beroperasi dengan sangat baik. Kami akan menyurati BPTJ. Kisaran dana talangan yang sudah disiapkan kira-kira Rp 2 miliar per bulan,” tambahnya.
Direktur Utama Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor Lies Permana Lestari mengatakan, masa jeda operasional ini akan dimanfaatkan PDJT untuk melakukan pembenahan dan peningkatan layanan.
”(Sejumlah) 12 karyawan dan 109 pramudi di PDJT bisa mengerti. Mereka sudah kami sosialisasikan begitu kami mendengar kabar itu. Kami beritahukan bahwa ini jedanya hanya sementara. Mereka tetap dipekerjakan, mereka dalam posisi standby, karena memang di luar kewenangan PDJT juga,” ujar Lies.
Ketua Badan Pengawasan Koperasi Duta Jasa Angkutan Mandiri (Kodjari), sekaligus konsorsium layanan BTS, Dewiyani Tjandra menambahkan, pihaknya bersama Pemkot Bogor dan PDJT mengevaluasi pelayanan Biskita Transpakuan.
Evaluasi itu membahas tarif Biskita yang harus segera ditetapkan, pemindahan pul Biskita ke Bubulak, pemilihan kantor KSO, ketertiban halte Biskita dan juga respons warga Kota Bogor yang dinilai sangat baik dengan kehadiran Biskita, terutama di Koridor 2 Terminal Bubulak via Cidangiang-Ciawi.
”Load factor di Koridor 2 rata-rata per hari mencapai 112 persen. Itu angka yang sangat bagus, karena load factor di angkutan umum bisa mencapai 60-70 persen saja sudah bagus,” ujar Dewi.
Sejak diluncurkan awal November 2021, layanan Biskita Transpakuan memiliki load faktor atau tingkat keterisian penumpang 11.600 orang.
Berdasarkan data, di Koridor 1 Terminal Bubulak-Cidangiang per 15 Desember-31 Desember 2021, total ada 33.433 penumpang, load factor 65 persen, dan rata-rata per hari 1.967 penumpang. Di Koridor 2 Terminal Bubulak-Ciawi, total ada 55.799 penumpang, load factor 120 persen, rata-rata per hari 3.282 orang.
Adapun di Koridor 5 Ciparigi-Stasiun Bogor per 2 November-31 Desember 2021, total ada 165.594 penumpang, load factor 70 persen, dan rata-rata per hari 2.727 penumpang. Di Koridor 6 Parung Banteng-Air Mancur per 28 November-31 Desember 2021, total ada 81.978 penumpang, load factor 52 persen, dan rata-rata per hari 2.411 penumpang.
Menurut Dewi, di Koridor 2 jumlah penumpang sangat banyak dan hampir merata dari pagi hingga sore saat jam pulang kantor. Hal itu karena Biskita mempunyai keunggulan dibandingkan angkutan umum lain sehingga penumpang antusias menggunakannya. Warga dari Ciawi yang menuju Bubulak kini tidak naik dua kali angkutan kota sejak kehadiran Biskita.
Pihaknya, menurut Dewi, akan terus mengevaluasi layanan dan penumpang Biskita. Ia pun berharap shelter Biskita bisa diperuntukkan sesuai fungsinya, yakni naik dan turun penumpang serta jangan sampai ke depan area halte digunakan untuk parkir liar.
”Seperti di luar negeri, memakai transportasi umum karena merasa nyaman, murah, dan cepat. Saya optimistis Biskita bisa terus berlanjut,” ujarnya.
Sementara itu, terkait tarif Biskita, menurut Lies, penetapannya merupakan kewenangan dari Pemerintah Pusat. Namun, ia berharap pengenaan tarif Biskita tidak memberatkan dan melihat kemampuan masyarakat.
”Kalau kami inginnya tidak memberatkan, agar pengguna Biskita di Kota Bogor tetap maksimal dengan tarif yang dapat diterima masyarakat Kota Bogor,” katanya.