Transjakarta kurang optimal dalam prosedur keamanan dan keselamatan sehingga memicu terjadi kecelakaan beruntun.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menemukan kelemahan prosedur keamanan dan keselamatan dari manajemen PT Transportasi Jakarta. Selain faktor kesalahan pramudi atau sopir, pengawasan dan operasional layanan belum optimal. Berbagai kelemahan tersebut harus secepatnya diperbaiki agar insiden atau kecelakaan tak berulang.
Data dari PT Transjakarta, sepanjang Januari-Oktober 2021 terjadi 502 kecelakaan melibatkan armadanya. Kasus kecelakaan berlanjut selama November hingga Desember. Ada korban luka hingga meninggal, belum lagi bangunan rusak karena ditabrak dan bus-bus lecet sampai ringsek.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Puromo Yogo mengatakan, sebagian kecelakaan bus terjadi akibat kesalahan pramudi. Kesalahannya tampak sepele, tetapi berakibat fatal karena merenggut korban jiwa.
”Sopir mengantuk, sopir tinggalkan bus ke toilet, ada yang botol minumnya jatuh, ada juga yang dongkraknya menggelinding. Ini tentunya ada prosedur keamanan yang kurang ketat. Pengawasannya tidak terlaksana dengan baik,” ucapnya, Jumat (10/12/2021).
Sopir mengantuk, sopir tinggalkan bus ke toilet, ada yang botol minumnya jatuh, ada juga yang dongkraknya menggelinding.
Pengawasan kecepatan bus maksimal 50 kilometer per jam juga tak berjalan dengan baik. Hanya ruang kontrol yang menerima peringatan kecepatan bus melebihi batas.
Sambodo mengatakan, tidak ada peringatan di dalam bus. Seharusnya ada lampu yang menyala atau bunyi peringatan supaya pramudi dan penumpang tahu. ”Kemudian tata cara berhenti dan masuk ke halte. Ada standarnya yang harus dipatuhi,” ujarnya.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya merekomendasikan sejumlah perbaikan dalam pertemuan dengan manajemen Transjakarta beberapa waktu lalu. Perbaikan mencakup waktu operasional dan istirahat pramudi, pengawasan di koridor, dan hukuman serta penghargaan kepada pramudi atau operator yang optimal dalam standar keamanan dan keselamatan.
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Bagian Ketiga Waktu Kerja mengatur, setiap perusahaan angkutan umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
”Waktu kerja bagi sopir paling lama 8 jam sehari. Wajib istirahat setelah mengemudi selama 4 jam berturut-turut atau beristirahat paling singkat 30 menit. Dalam hal tertentu sopir dapat bekerja paling lama 12 jam sehari, termasuk waktu istirahat selama 1 jam,” kata Sambodo.
Di sisi lain, upaya tersebut agar pramudi tidak sering berganti tugas di koridor dan kendaraan berbeda serta lebih memahami karakter busnya. Dengan begitu, pramudi akan lebih ahli dan paham kendaraan ataupun rutenya.
”Kami akan sidak ke pul bus untuk mengecek tempat istirahat pramudi, persiapan sebelum dan setelah operasional agar ada evaluasi optimal,” katanya.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Mochammad Yana Aditya dalam keterangan tertulisnya menyampaikan akan menindaklanjuti rekomendasi dan bekerja sama dengan Polda Metro Jaya untuk pengawasan koridor supaya bisa menekan angka kecelakaan.
Beberapa hal yang akan diperbaiki ialah tempat istirahat pramudi, evaluasi perektrutan, dan seleksi pramudi. ”Penting bagaimana Transjakarta dan Polda Metro Jaya memitigasi risiko untuk menekan kecelakaan dalam kota,” ucapnya.