Kecelakaan beruntun melibatkan Transjakarta memicu ketakutan penggunanya. Pramudi berbagi kisah beban kerja yang di luar batas. Transjakarta butuh dibenahi dan diselamatkan.
Oleh
Helena F Nababan/ Stefanus Ato/Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Polisi dan petugas Transjakarta mengatur lalu lintas di kawasan Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (2/12/2021)
Kecelakaan berulang yang melibatkan bus Transjakarta membuat sebagian penggunanya khawatir.
Rasa takut di antaranya menghinggapi Mohamad Fajar (35), warga Pulo Gadung, Jakarta Timur, yang biasa menggunakan bus Transjakarta ke tempat kerjanya di Kebon Sirih, Jakarta Pusat. ”Sekarang di bus, saya duduk di bagian tengah. Di tengah bisa melihat sekeliling dan waspada,” ujarnya, Selasa (7/12/2021).
Data dari PT Transjakarta, sepanjang Januari-Oktober 2021, terjadi 502 kecelakaan melibatkan armadanya. Kasus kecelakaan berlanjut selama November hingga Desember ini. Ada korban luka hingga meninggal. Belum lagi bangunan rusak karena ditabrak dan bus-bus lecet sampai ringsek.
Kami tidak ada tunjangan lain, hanya gaji dan uang makan.
Sejauh ini, sebagian kecelakaan dikaitkan dengan kesalahan manusia, khususnya sopir. Pada Senin (6/12), misalnya, bus Transjakarta menabrak pejalan kaki di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan hingga korban meninggal. Ada kelalaian sopir ataupun korban dalam kejadian tersebut.
”Jadi sopir Transjakarta itu berisiko. Misalnya, saya masuk siang, selesai operasi pukul 22.00. Setelah itu harus antre isi bahan bakar. Sering kali bisa antre sampai pukul 01.00,” ujar M (50), lelaki asal Semarang, Jawa Tengah, yang setahun terakhir menjadi pramudi Transjakarta.
Seusai mengisi bahan bakar, bus harus dibawa kembali ke pul. M acap kali baru tiba di kontrakan pukul 03.00 dan harus kembali berangkat pukul 05.00 jika mendapat sif pagi.
”Memang ada dua sif kerja. Tetapi jadwal kerja tidak teratur. Hari ini saya masuk siang, besok bisa jadi masuk pagi. Jam tidur saya jumping (tidak teratur),” ujarnya.
M berstatus pekerja harian lepas di salah satu operator yang bekerja sama dengan Transjakarta. Setiap bulan rata-rata ia mendapat upah Rp 3 juta. Selain itu, ada uang makan Rp 50.000 setiap hari.
”Kami tidak ada tunjangan lain, hanya gaji dan uang makan. Ditambah jaminan kecelakaan kerja,” ucapnya yang harus berutang Rp 20.000 kepada pemilik warteg untuk sepiring nasi berlauk telur, kopi hitam, dan sebatang rokok.
Selama ini, pramudi bus terbagi dua. Ada yang langsung bekerja di bawah PT Transjakarta dan pekerja di perusahaan operator.
Suasana antrean pengisian bahan bakar gas di SPBG Coco Cililitan, Jakarta Timur, Minggu (5/12/2021) malam. Tidak ada pengaturan tempat pengisian gas sesuai ukuran kendaraan.
Beban berlebih
Gito, pramudi dari PPD, salah satu operator Transjakarta, mengatakan, sesuai aturan, seharusnya pramudi bekerja delapan jam per hari. Namun, pengaturan jam kerja sering membuat pramudi nyaman.
Selama pandemi Covid-19, juga ada kebijakan mengangkut tenaga kesehatan yang dimulai setelah layanan reguler selesai. Transjakarta disebutkan tidak menyiapkan bus dan pramudi terpisah dari layanan reguler. Program itu menjadi beban tambahan bagi pramudi.
Daryono, Manajer Operasional Mayasari Bhakti, salah satu operator mitra Transjakarta, menambahkan, ia melihat Transjakarta selalu cepat memindah tugas seorang pramudi dari satu rute atau koridor ke rute atau koridor lain.
”Keuntungannya, pramudi kenal semua koridor. Kekurangannya, pramudi kurang memahami karakteristik koridor,” katanya.
Dalam rapat kerja antara Komisi B DPRD DKI Jakarta dan direksi Transjakarta, Senin (6/12), Adi Kurnia, anggota Komisi B dari Fraksi Gerindra mengatakan, Transjakarta menebar teror ketakutan bagi warga Jakarta. Gilbert Simanjuntak, anggota Komisi B dari Fraksi PDI-P yang menampung keluh kesah pramudi meminta Transjakarta mengevaluasi total kinerja dan manajemennya.
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Direktur Utama Transjakarta Mochammad Yana Aditya, Sabtu (4/12/2021), ketika memberikan keterangan pers tentang pembenahan keselamatan operasional sebagai tindak lanjut penanganan insiden Transjakarta di Kantor Transjakarta, Cawang, Jakarta Timur.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun kini turun tangan menginvestigasi Transjakarta. Direktur Utama Transjakarta Yana Aditya menegaskan, pihaknya mengambil tindakan pencegahan agar kecelakaan tak berulang sembari menunggu penyelidikan polisi dan KNKT.
Diharapkan masalah di tubuh Transjakarta segera diatasi tuntas. Tulang punggung transportasi publik Ibu Kota ini jangan sampai terus mengecewakan masyarakat dan para pekerjanya.