Sopir Transjakarta, Satu Kemudi Beda Nasib
Pramudi sama-sama memikul tanggung jawab besar dalam berbagai keterbatasannya. Mereka harus menjaga keselamatan jutaan penumpang Transjakarta dengan kontrak kerja yang berbeda-beda.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2Fe8392744-f748-46e0-847a-b74e30942d87_jpg.jpg)
Bus Transjakarta tengah mengantre untuk memulai operasional pengangkutan penumpang di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021). Waktu antrean berkisar dari 5 menit sampai 20 menit.
M (50) melahap sepiring nasi berlauk telur di warteg kawasan Jakarta Pusat, Minggu (5/12/2021) siang. Ia lalu menyeruput segelas kopi sambil sesekali mengisap sebatang rokok. Kantong mata pramudi Transjakarta rute Rawa Buaya, Jakarta Barat, itu kehitaman. Wajahnya pun tampak lesu.
”Jadi sopir Transjakarta itu berisiko. Misalnya, saya masuk siang, selesai operasi pukul 22.00. Setelah itu saya harus antre isi bahan bakar. Sering kali bisa antre sampai pukul 01.00. Enggak kuat kadang-kadang,” ujar lelaki asal Semarang, Jawa Tengah, yang setahun terakhir menjadi pramudi.
M menuturkan, tidak semua sopir Transjakarta berada dalam kondisi ideal ketika mengemudi. Waktu tidur terbatas lantaran tugas mereka tak hanya sebatas melayani penumpang.
Contohnya seusai mengisi bahan bakar, bus harus dibawa kembali ke pul. Hal itu acap kali membuatnya baru tiba di kontrakan pukul 03.00 dan harus kembali berangkat pukul 05.00 jika mendapat sif pagi.
Kami tidak ada tunjangan lain, hanya gaji dan uang makan. Jaminan kerja yang saya dapat hanya jaminan kecelakaan kerja.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2F10e41b61-80f3-4673-a18f-55276db5a0c9_jpg.jpg)
Suasana antrean pengisian bahan bakar gas di SPBG Coco Cililitan, Jakarta Timur, Minggu (5/12/2021) malam. Tidak ada pengaturan tempat pengisian gas sesuai ukuran kendaraan.
Menurut dia, operator menyediakan dua pramudi untuk setiap unit bus. Mereka biasanya bergantian bertugas. Satu pramudi bertugas dari pukul 05.00 hingga pukul 13.00. Kemudian pramudi kedua bertugas dari pukul 13.00 hingga pukul 21.30 atau 22.00. Setiap pramudi punya target mengemudi minimal 100 kilometer setiap hari.
”Memang ada dua sif kerja. Tetapi jadwal kerja tidak teratur. Misalnya hari ini saya masuk siang, besok bisa jadi masuk pagi. Jam tidur saya jumping (tidak teratur),” ucapnya.
M berstatus pekerja harian lepas dari salah satu operator yang bekerja sama dengan Transjakarta. Artinya, dia dibayar berdasarkan jam kerjanya. Sejauh ini, upah yang didapatkan setiap bulan rata-rata Rp 3 juta. Pendapatan itu belum termasuk uang makan Rp 50.000 setiap hari.
”Kami tidak ada tunjangan lain, hanya gaji dan uang makan. Jaminan kerja yang saya dapat hanya jaminan kecelakaan kerja,” ucapnya yang harus berutang Rp 20.000 kepada pemilik warteg untuk sepiring nasi telur, segelas kopi hitam, dan sebatang rokok.
Baca juga: Polemik Transjakarta
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2F0141a73e-0a46-4849-8722-65d4632dda20_jpg.jpg)
Bus Transjakarta tengah mengantre untuk memulai operasional pengangkutan penumpang di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021). Waktu antrean berkisar dari 5 menit sampai 20 menit.
Bus Transjakarta tengah mengantre untuk memulai operasional pengangkutan penumpang di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021). Waktu antrean berkisar dari 5 menit sampai 20 menit.Dari total gaji Rp 3 juta itu, M mengeluarkan Rp 800.000 untuk membayar kontrakan di kawasan Gelora, Jakarta Pusat. Dia juga bakal mengirim Rp 1 juta ke keluarganya di kampung lantaran M selama bekerja di Jakarta, istri dan anak-anaknya tetap tinggal di kampung.
Tanpa kepastian
M kini bekerja tanpa kepastian. Dia masih kepikiran dengan desas-desus penghentian pramudi yang identitas kependudukannya masih luar DKI Jakarta. ”Saya beban sekali. Kalau ada lowongan kerja lain bantu saya, ya. Posisi saya terancam, KTP saya masih luar Jakarta,” katanya.
Isu yang santer dan jadi perbincangan di kalangan pekerja di PT Transjakarta maupun operator-operator bus itu memang meresahkan. Namun, tidak ada narasumber resmi yang dapat memastikannya. Selama ini, pramudi bus memang terbagi dua. Ada yang langsung bekerja di bawah PT Transjakarta dan ada yang berstatus pekerja di perusahaan operator yang berkontrak dengan PT Transjakarta.
Meskipun ada standar tertentu yang seharusnya berlaku baik sebagai sopir di PT Transjakarta maupun operator, tidak selalu standar itu diterapkan dengan memadai terutama untuk pramudi yang bekerja di perusahaan operator.
Perasaan tidak pasti seperti dialami M menghinggapi pula banyak pramudi lain. Muskim, misalnya, yang Senin sore itu tengah duduk bersama rekan pramudi lain di samping bus-bus Transjakarta yang terparkir di akses masuk Terminal Blok M, Jakarta Selatan. Di sana mereka tengah mengantre jadwal operasional yang memakan waktu 5 hingga 20 menit.
Baca juga : Transjakarta Evaluasi Total Layanan, Dua Operator Bus Dihentikan Sementara
Pramudi rute Blok M ke Cipedak itu bekerja Senin hingga Jumat dalam dua sif, pagi dan siang secara bergantian. Dalam sehari operasionalnya 4-5 jam untuk rute sepanjang 40 kilometer.
”Sebulan tidak tentu. Sesuai kilometer. Besarnya tidak sampai UMR (upah minimum regional),” katanya sembari menghela napas. UMR Jakarta tahun 2021 sebesar Rp 4,4 juta.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2F7f5d5e00-2bd5-4ef9-9976-0d8cfe16110a_jpg.jpg)
Bus Transjakarta tengah mengatre jadwal operasional di Terminal Blok M Jakarta Selatan, Senin (6/12/2021) sore.
Muskim mengatakan, pramudi sepertinya bekerja sesuai kontrak antara operator dan Transjakarta. Satu bus dikemudikan dua pramudi sesuai sif dan panjang rutenya berbeda-beda.
”Ada pramudi yang dapat 40 kilometer pulang pergi. Ada juga hanya 15 kilometer pulang pergi. Jadi tidak sama setiap bus,” ucapnya.
Baca juga : Kecelakaan Lagi, Sorotan untuk Manajemen Transjakarta
Di balik ketidakpastian, lelaki paruh baya itu bersyukur bisa memperpanjang sertifikat mengemudi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Perpanjang dilakukan setelah kecelakaan beruntun bus Transjakarta di Cililitan, Jakarta Timur, dan Senayan, Jakarta Pusat.
Dia juga bakal menjalani pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur. Pemeriksaan yang sudah lama tak dijalaninya semenjak jadi pramudi tiga tahun lalu.
Pekerjaan ideal
Siang di hari yang sama, di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta Pusat, Yayank (35) mengantre dengan sabar di Jalur Transjakarta Halte Harmoni. Lelaki asal Garut, Jawa Barat, itu terseyum sembari bercerita bahwa bekerja sebagai pramudi dari salah mitra Transjakarta sungguh mengasyikan.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2F58e3886b-0b8b-43e1-af84-6cb683a023fe_jpg.jpg)
Yayank (35), salah satu pramudi Transjakarta rute Harmoni-Lebak Bulus, mengantre jadwal operasional di Halte Harmoni, Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021).
Jam kerja mereka teratur, yakni delapan jam kerja setiap hari. Dari delapan jam itu, mereka tak harus bekerja non-stop karena diberi waktu istirahat satu atau dua jam. Waktu libur mereka satu bulan paling sedikit empat hari. Di saat tertentu, akumulasi hari libur bahkan bisa sampai satu pekan.
”Kerja paling benar, ya, di Transjakarta. Target kerja sebenarnya tidak ada. Kami sesuai standar operasional saja,” ucap pramudi Transjakarta Rute Harmoni-Lebak Bulus, itu.
Salah satu standar operasional yang dimaksud Yayank, antara lain mereka setiap bulan minimal harus mengemudi bus mulai dari 20-24 hari kerja atau 20-24 surat pertanggungjawaban (SPJ). Jika dia memenuhi 20-24 SPJ, penghasilan yang didapatkan mencapai Rp 5 juta tiap bulan.
Baca juga : Bus Transjakarta Tabrak Pos Polisi di Jakarta Timur
”Kalau saya rata-rata 20 hari SPJ, karena harus berbagi dengan teman-teman juga. Sopir, kan, banyak, jadi kalau ada teman yang SPJ-nya belum sampai 20, kami bantu,” ucap lelaki yang tinggal di Halim Perdama Kusuma, Jakarta Timur, itu.
Selain waktu kerja yang fleksibel, Yayank menuturkan bahwa perusahan otobus tempatnya bekerja juga menyediakan mes. Meski sudah memiliki rumah, Yayank saat ini memilih untuk tinggal di mes di daerah Ciputat, Jakarta Timur. Mes itu satu kesatuan dengan pul bus. Dia hanya kembali ke rumahnya saat hari libur.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2Fdf20246b-a46c-49e5-92e3-8f8b08d4f7e5_jpg.jpg)
Surat pertanggungjawaban operasional pramudi Transjakarta. Mereka wajib mengisi surat tersebut sebelum operasional. Foto diambil di Halte Harmoni, Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021).
Mes itu sangat membantu para pramudi yang bertugas atau masuk sif pagi. Sebab, meski ada pramudi yang memiliki rumah di Jakarta, mereka dibolehkan perusahaan untuk menginap di mes itu agar memiliki waktu tidur yang cukup sebelum mengoperasikan kendaraan di pagi hari.
Yayank sudah hampir satu tahun bekerja di perusahan otobus mitra Transjakarta. Sebelum jadi pramudi mitra, Yayank dua tahun bekerja sebagai pramudi yang terikat kontrak langsung dengan PT Transjakarta. Namun, kontrak kerjanya harus berakhir setelah manejemen mengurangi jumlah karyawan imbas pandemi.
Selama dua tahun terikat kontrak kerja dengan PT Transjakarta, kemampuan mereka hampir setiap saat diperbarui. Setiap kali ada kendaraan baru, mereka selalu mendapatkan pelatihan.
Baca juga : Serangan Epilepsi Sopir Picu Kecelakaan Bus Transjakarta
Saat ini, setelah Yayank bergabung dengan salah satu operator bus mitra Transjakarta, pelatihan itu juga masih sering mereka peroleh. Namun, tidak lagi serutin saat masih bersama PT Transjakarta. Di perusahaan mitra, pelatihan biasanya mereka peroleh dari pihak eksternal, salah satunya dari kepolisian dan agen pemegang merk.
Sorotan publik
Di balik suka duka bekerja sebagai pramudi, Transjakarta tengah menjadi sorotan publik. Selama satu pekan terakhir terjadi tiga kecelakaan beruntun melibatkan bus Transjakarta. Berdasarkan data PT Transjakarta, dari Januari hingga Oktober 2021, ada 504 kecelakaan.

Bus Transjakarta menabrak pos polisi lalu lintas di depan Pusat Grosir Cililitan, perempatan Cililitan, Jakarta Timur, Kamis (2/12/2021) siang.
Pengamat transportasi Djoko Setijawarno mengatakan, insiden kecelakaan Transkakarta akhir-akhir ini dinilai sebagai imbas dari buruknya manajemen Transjakarta. Belajar dari operator angkutan umum kereta api, PT KAI, kata Djoko, Transjakarta yang melayani jutaan penumpang harus membentuk dan memiliki divisi keselamatan.
”Kita tahu, dulu kereta-kereta PT KAI sering mengalami kecelakaan. Itu terjadi akibat manajemen yang buruk. Setelah melalui pembenahan manajemen, sekarang kecelakaan di kereta api menjadi yang paling rendah,” kata Djoko, (Kompas, 6/12/2021).
Direktur Utama Transjakarta Mochammad Yana Aditya menuturkan, pihaknya langsung mengambil tindakan pencegahan supaya kecelakaan tak berulang sembari menunggu hasil penyelidikan polisi.
Baca juga : Sopir Bus Transjakarta Tidak di Bawah Pengaruh Obat-obatan
Sebulan terakhir tengah berlangsung pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh kepada pramudi oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan klinik, pembinaan oleh master driver Transjakarta dan Polda Metro Jaya, serta pemeriksaan armada bekerja sama dengan agen pemegang merek.
Operator mitra Transjakarta juga wajib mengecek seluruh busnya, kesehatan fisik dan mental pramudi, serta perbaikan prosedur berkendara. Di sisi lain Transjakarta menggandeng Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk perbaikan aspek keselamatan, seperti evaluasi kondisi jalan dan lalu lintas, kondisi pengemudi dan berkendara, armada yang mencakup perawatan dan pemeliharaan, serta pembenahan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Baca juga : Transjakarta Butuh Divisi Keselamatan untuk Tekan Angka Kecelakaan Bus