Dari total 127 SMP negeri dan swasta, ada 50 SMP yang mengajukan PTM. Setelah Disdik dan Satgas Covid-19 Kota Bogor memverifikasi faktual sekolah tersebut, ada 44 sekolah siap mengelar PTM.
Oleh
AGUIDO DRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Sebanyak 44 sekolah menegah pertama di Kota Bogor lolos verifikasi dan siap mengelar pembelajaran tatap muka atau PTM tahap pertama pada Senin (4/10/2021). Sebelum dimulai, semua yang terlibat PTM wajib tes antigen dan dalam sepekan sekali menjalani tes antigen.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Hanafi mengatakan, dari total 127 SMP negeri dan swasta, ada 50 SMP yang mengajukan PTM. Setelah Disdik dan Satgas Covid-19 Kota Bogor memverifikasi faktual sekolah tersebut, ada 44 sekolah siap mengelar PTM.
Saat ini masih ada sejumlah sekolah yang mengajukan PTM dan akan diperiksa kesiapan serta proses verifikasi faktualnya. Pada tahap kedua PTM nanti akan ada tambahan 26 SMP yang akan ikut serta. PTM tahap kedua untuk sekolah itu belum ditentukan pelaksanaannya.
”Dari 44 sekolah itu lolos verifikasi dan persyaratan, seperti izin orangtua, kesiapan sarana prasarana, ruang isolasi, dan kamar mandi bersih. Semua syarat yang kami berikan harus terpenuhi. Agar PTM aman dan lancar untuk murid dan guru. Kita tekan potensi penularan,” kata Hanafi, Selasa (28/9/2020).
Wali Kota Bima Arya mengatakan, pada saat sejumlah kota di Indonesia sudah mengelar PTM, pihaknya lebih memilih untuk menunda karena ingin memastikan kesiapan protokol kesehatan berjalan baik, situasi penanganan pandemi, proses verifikasi, dan membangun kesiapan sistem surveilans.
”Penundaan PTM didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan betul-betul bisa tetap dibuktikan di lapangan dengan sistem surveilansnya yang kuat dan berjalan. Dalam pelaksanannya nanti, sebelum PTM harus menjalani tes antigen dan seminggu sekali berkala untuk semua yang terlibat di PTM, khususnya murid dan guru,” kata Bima.
Hanafi melanjutkan, sekolah harus memenuhi syarat untuk melaksanakan PTM, seperti 2 persyaratan dokumen, 5 personel pendukung, 19 sarana-prasarana, 20 protokol kesehatan, 6 prosedur pembelajaran, 6 prosedur kesehatan, kebersihan dan keamanan, serta 5 prosedur pelatihan dan humas yang harus dipenuhi sekolah.
Dua dokumen tersebut adalah izin atau rekomendasi Satgas Covid-19 Kota Bogor dan surat keputusan kepala dinas pendidikan. Lima personel pendukung mulai dari petugas pemeriksaan suhu, pengawas protokol kesehatan, petugas kebersihan dan disinfeksi ruangan, pemeriksa di akses masuk dan keluar, serta dari satgas Covid-19 sekolah.
Syarat 20 sarana-prasarana juga harus dipastikan ada di sekolah. Sarana-prasarana itu di antaranya ruang UKS, ruang transit isolasi, posko gabungan Satgas Covid-19, fasilitas mencuci tangan dan hand sanitizer, alat pengukur suhu atau thermo gun, disinfektan, dan masker cadangan. Kelengkapan itu untuk mencegah terjadi hal yang tidak diinginkan, yakni adanya temuan kluster sekolah, misalnya di Jawa Tengah dan kota lain, seperti Jakarta.
”Hanya sekolah-sekolah yang terverifikasi secara faktual dan memiliki persiapan matang. Tidak sembarangan yang akan melaksanakan PTM terbatas. Hal ini dilakukan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi, tidak semua sekolah dikabulkan verifikasi faktualnya dan ini menjadi masukkan bagi Satgas Covid-19 Kota Bogor dalam mengambil keputusan,” kata Hanafi.
Hanya sekolah-sekolah yang terverifikasi secara faktual dan memiliki persiapan matang. Tidak sembarangan yang akan melaksanakan PTM terbatas.
Meski akan melaksanakan PTM, lanjut Hanafi, pembelajaran jarak jauh (PJJ) tetap akan berlangsung. PJJ ini untuk memfasilitasi murid yang tidak bisa ikut PTM karena izin orangtua. Adapun durasi pembelajaran selama 3 jam, mulai pukul 07.30 atau 08.00 sampai pukul 11.00.
”Tidak ada masalah dengan izin orangtua. Memang, prinsipnya izin dari orangtua dan komite sekolah. Oleh karena itu, nanti sistemnya hibrid. Selain itu, PTM hanya 50 persen saja,” ucapnya.
Menurut Bima, penting melihat tren kasus penanganan pandemi Covid-19. Satgas Covid-19 Kota Bogor tidak bisa langsung memutuskan PTM digelar meski ada penurunan tren kasus positif. Satgas ingin memastikan tren kasus harus rendah dan stabil dulu, seperti dalam satu minggu terakhir, yaitu rata-rata sekitar di bawah 10 kasus.
Selain itu, kata Bima, pihaknya juga harus fokus dengan berbagai jenis sekolah, seperti boarding school, karena memiliki risiko tinggi penularan Covid-19. ”Seperti boarding school Bintang pelajar. Kami fokus di situ, kami awasi betul,” ujarnya.
Bima kembali menegaskan pentingnya persiapan berdasarkan data, berbagai proses verifikasi, hingga membangun sistem mitigasi melalui sistem surveilans untuk mencegah penularan Covid-19.
”Sistem surveilans harus kuat dan komunikasi melibatkan orangtua, sekolah, pengawas dan semua pihak yang terkait. Ini tidak hanya sekadar prokes (protokol kesehatan) ketat, cuci tangan, jaga jarak, dan masker. Namun, mitigasinya melalui sistem surveilans,” kata Bima.
Sistem mitigas surveilans itu juga untuk mengantisipasi jika ada anak tidak masuk satu hari, sistem langsung bekerja sigap dengan proaktif mengecek kesehatan, tes usap, dan pelacakan.
Selain itu, kata Bima, jika dalam pelaksanaan PTM ditemukan kasus, sistem surveilans juga akan memetakan penyebab anak terkonfirmasi positif dari lingkungan sekolah atau dari luar atau bahkan dari lingkungan keluarga.
”Jadi, tidak bisa nanti langsung disimpulkan ada kasus, lalu disimpulkan sebagai kluster sekolah. Perlu dilacak dan dipetakan dulu. Ini untuk menjaga kondisi PTM tetap kondusif. Oleh karena itu, sistem ini perlu kuat dan terkoordinasi dengan baik. Tidak hanya untuk lingkungan sekolah, tetapi lingkungan keluarga juga,” katanya.