Pembelajaran Tatap Muka Dibayangi Kluster Sekolah
Sekolah tatap muka bisa dibuka asalkan memenuhi sejumlah persyaratan. Selain penularan Covid-19 rendah, tingkat vaksinasi tinggi dan protokol kesehatan harus dijalankan dengan ketat.
JAKARTA, KOMPAS – Pembukaan sekolah semakin didorong seiring berkurangnya level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Pemerintah Indonesia meyakini pembukaan sekolah lewat pembelajaran tatap muka terbatas semakin mendesak dilakukan selama sekolah memenuhi protokol kesehatan.
Kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) di Indonesia dianggap tidak ideal karena membuat proses belajar mengajar terkendala terbatasnya model pembelajaran berbasis teknologi pendidikan digital. Prediksi penurunan capaian pembelajaran atau learning loss juga sudah dirilis Bank Dunia Indonesia sekitar 0,9-1,2 tahun pembelajaran, serta berbagai dampak kesehatan mental dan kesejahteraan anak. Oleh karena itu, PTM terbatas di semua daerah PPKM level 1-3 pun didorong dilakukan selama dipastikan memenuhi syarat untuk kesehatan dan keselamatan warga sekolah.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Minggu (26/9/2021), dari total 537.302 satuan pendidikan jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), SD, SMP, SMA/SMK, madrasah dan pendidikan non-formal, sebanyak 72,21 persen atau 156.599 satuan pendidikan masih belajar dari rumah. PTM terbatas sudah dilaksanakan di 60.257 satuan pendidikan (27,79 persen), serta yang belum menjawab 59,64 persen atau 320.446 satuan pendidikan.
Meskipun berbagai upaya untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 di daerah PPKM level 1-3 dilakukan, tapi penularan Covid-19 di sekolah tetap terjadi. Pada Jumat (24/9), Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemendikbudristek Jumeri menyebut kasus aktif Covid-19 yang dilaporkan satuan pendidikan yakni sebanyak 222 pendidik dan tenaga kependidikan serta 156 siswa.
Laporan tentang sekolah yang ditutup karena ada penyebaran Covid-19 di masa PTM terbatas datang dari sejumlah daerah, seperti DKI Jakarta; Padang Panjang, Sumatera Barat; hingga Purbalingga, Jawa Tengah.
DI SMA 1 Padang Panjang, sebanyak 56 siswa terpapar Covid-19. Pada pekan lalu sudah 48 siswa yang negatif berdasarkan hasil tes usap PCR. Sisanya diharapkan segera negatif dalam pemeriksaan PCR yang dilaksanakan awal pekan depan.
“Sebagian siswa yang sudah negatif sudah pulang dijemput orangtua, sebagian lainnya masih menunggu di asrama,” kata Kepala SMA 1 Padang Panjang Sefriadi.
Temuan kasus Covid-19 setelah tiga pekan PTM digelar bermula dari adanya seorang siswa mengalami demam, mirip gejala Covid-19. Beberapa hari kemudian, kasusnya bertambah dua orang menjadi 56 orang.
Temuan kasus Covid-19 setelah tiga pekan PTM digelar bermula dari adanya seorang siswa mengalami demam, mirip gejala Covid-19. Beberapa hari kemudian, kasusnya bertambah dua orang menjadi 56 orang.
Menurut Sefriadi, beberapa waktu lalu, sekolah sudah mengajukan kembali izin PTM ke pemerintah kota. Akan tetapi, belum ada jawaban pasti dan PTM baru bisa dilaksanakan bila semua siswa yang diisolasi di asrama telah negatif Covid-19.
Selama masa penyelenggaraan PTM terbatas sebulan terakhir, Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga pernah menutup tujuh sekolah. Dari tujuh sekolah, itu enam di antaranya ditutup karena ada satu temuan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dan satu sekolah tutup karena melanggar protokol kesehatan.
Satu sekolah di Jakarta, yakni SD Klender 03 ditetapkan sebagai kluster karena ada dua siswa yang terinfeksi. Definisi kluster digunakan karena memenuhi syarat minimal dua orang dalam satu lingkungan terkonfirmasi positif Covid-19.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana memaparkan, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta telah membuat standar prosedur rem darurat atau emergency break dengan melakukan tracing, testing, dan treatment, serta sekolah ditutup sementara selama 3 x 24 jam untuk dilakukan disinfektasi.
"Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Dinas Kesehatan melakukan tes usap antigen secara berkala di sekolah-sekolah yang melakukan PTM terbatas, untuk melihat positivity rate yang ada di sekolah," kata Nahdiana.
Izin untuk satuan pendidikan menggelar PTM terbatas dilakukan secara bertahap dan ketat. DKI Jakarta sebelumnya sudah mengizinkan 610 sekolah, dan pada pekan ini ditambah lagi 890 sekolah. Total sekolah yang menggelar PTM terbatas sebanyak 1.500 sekolah. Pembukaan sekolah tetap disiapkan dengan berbagai penilaian dan pelatihan terkait metode pembelajaran hingga fasilitas penunjang protokol kesehatan. Namun, beberapa hal perlu dievaluasi.
Meskipun ada kejadian penyebaran Covid-19 saat PTM, Kemendikbudristek tetap yakin PTM terbatas dapat dilakukan. Selain pendataan sekolah terhadap kesiapan belajar yang aman dari penyebaran Covid-19, juga dilakukan tes dan penelurusan secara acak di sekolah-sekolah yang menggelar PTM oleh dinas kesehatan setempat.
Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam berbagai kesempatan mengunjungi daerah untuk mendorong PTM terbatas segera dilakukan. Menurut Nadiem, masih banyak pemerintah daerah yang belum mengizinkan PTM terbatas di sekolah dengan level PPKM 1-3.
“Kami mohon sekali kepada pemerintah daerah untuk menyelamatkan anak-anak kita dari learning loss dan agar sekolah-sekolah bisa menerapkan PTM terbatas sesuai SKB Empat Menteri,” kata Nadiem.
Jumeri mengatakan, survei yang dilakukan Kemendikbudristek dari kurun Juli 2020 hingga saat ini, secara umum menyebut sekolah aman. Dari survei pada 46.500 satuan pendidikan, selama 14 bulan terakhir dilaporkan 2,8 persen satuan pendidikan saja yang melaporkan ada warga sekolah yang terpapar Covid-19, baik saat PTM maupun PJJ. Data-data pelaporan yang masuk masih harus diverifikasi.
“Kolaborasi yang efektif antara guru, kepala sekolah, komite sekolah, pengawas sekolah, serta orangtua sangat diharapkan untuk menyukseskan penerapan PTM terbatas,” kata Jumeri.
Baca juga: Waspadai Kluster Sekolah di NTT Saat Pembelajaran Tatap Muka Berlangsung
Pemenuhan protokol kesehatan
Kesiapan belajar PTM terbatas yang memastikan pemenuhan protokol kesehatan terus diserukan. Namun, berdasarkan data di laman sekolah.data.kemdikbud. go.id, yang diakses pada Minggu, pelaporan tentang kondisi satuan pendidikan belum dilakukan semua institusi. Dari total 537.302 satuan pendidikan, baru 59,35 persen atau 318.870 satuan pendidikan yang merespons dan sebanyak 40,65 persen atau 218.432 satuan pendidikan belum merespons.
Jika dilihat dari data satuan pendidikan yang sudah melaporkan, pemenuhan berbagai sarana dan prasarana sekolah mendasar untuk protokol kesehatan, ada yang beberapa fasilitas yang telah tersedia dan tidak tersedia. Sarana cuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer) misalnya, yang menjawab tersedia baru 57,34 persen. Ada pula satuan pendidikan yang menyatakan belum menyediakan cairan pembersih tangan sebanyak 2,01 persen, dan belum merespons 40,65 persen
Demikian pula untuk disinfektan, sekolah yang menyediakan baru 52,35 persen, dan yang belum sekitar 7 persen satuan pendidikan. Adapun, sekolah yang mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan 50,37 persen dan yang tidak mampu sebanyak 8,98 persen satuan pendidikan. Kemudian sekolah yang telah menerapkan area wajib masker sebanyak 42,24 persen dan yang belum menyediakan 17,11 persen. Untuk fasilitas thermogun baru tersedia di 48,57 persen satuan pendidikan, dan sisanya 10,78 persen satuan pendidikan belum menyiapkan.
Persyaratan yang masih sulit dipenuhi satuan pendidikan yakni tentang pemetaan warga satuan pendidikan. Data warga satuan sekolah yang memiliki kondisi medis komorbid yang tidak terkontrol baru sebanyak 23,78 satuan pendidikan, belum menyediakan 35,58 persen, serta belum merespon 40,65 persen.
Risiko terpapar Covid di luar sekolah akibat penggunaan transportasi umum juga tinggi, Dari data diketahui warga satuan pendidikan yang tidak memiliki akses transportasi yang memungkinkan penerapan jaga jarak tersedia data berkisar 27,79 persen, yang tidak tersedia 31,56 persen. Pendataan untuk warga satuan pendidikan yang memiliki riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri selama 14 hari baru tersedia di 21,06 persen satuan pendidikan dan tidak tersedia di 32,18 persen satuan pendidikan. Demikian pula, data warga satuan pendidikan yang memiliki riyawat perjalanan dari zona kuning, oranye, merah, dan belum menyelesaikan isolasi mandiri selama 14 hari baru 23,88 persen, serta tidak tersedia 35,47 persen.
Kepala SMAN 6 Yogyakarta Siti Hajarwati mengatakan, PTM di sekolah tersebut sudah dimulai sejak Senin pekan lalu. Sesuai dengan aturan pemerintah, PTM hanya diikuti oleh 50 persen siswa. Untuk menghindari kerumunan, waktu kedatangan dan kepulangan para siswa yang mengikuti PTM itu pun dibagi menjadi dua sif.
Hajarwati menambahkan, setiap akan mengikuti PTM, setiap siswa juga harus mengisi formulir melalui aplikasi Google Form. Pengisian formulir itu sebagai bentuk skrining untuk mengetahui kondisi siswa.
Dalam formulir itu, terdapat sejumlah pertanyaan, misalnya apakah siswa mengalami demam, batuk, pilek, atau gejala lain yang mengarah ke Covid-19 atau tidak, apakah ada keluarga siswa yang sedang positif Covid-19 atau tidak, dan sebagainya. Berdasarkan hasil pengisian formulir itu, bisa ditentukan apakah siswa tersebut boleh mengikuti PTM atau tidak.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Aman B Pulungan mengatakan, jumlah kasus anak yang terkena Covid-19 dan meninggal dunia masih tinggi. Pada Juni hingga akhir Agustus 2021, anak yang meninggal karena Covid-19 mencapai lebih dari 100 anak per minggu. “Kami tidak mengkritisi level PPKM. Kondisinya bahwa pada Agustus, masih ada anak yang meninggal dan kasus masih bertambah. Lalu, pada September ini kita mulai gencar PTM terbatas. Jadi, harus hati-hati,” kata Aman.
Menurut Aman, PTM tetap bisa dilaksanakan dengan jaminan kesehatan dan keselamatan anak. Karena itu, PTM jangan tergesa-gesa dan masif, tapi dilakukan dengan perhitungan yang cermat. Syarat vaksinasi jadi penting, baik bagi pendidik dan tenaga kependidikan, anak, dan keluarga anak.
Aman menegaskan, PTM dilaksanakan bagi sekolah yang sudah terverifikasi memenuhi protokol kesehatan, ada sistem test, tracing, dan treatment, serta vaksinasi. “Untuk anak yang belum divaksin, ya jangan,” kata Aman.
Baca juga: Sekolah Bisa Dibuka dengan Sejumlah Syarat
Retno Listyarti, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan, menggelar PTM dalam kondisi laju penularan kasus yang belum di bawah lima persen dan lemahnya kepatuhan dalam penerapan protokol kesehatan merupakan suatu keputusan yang riskan bagi anak-anak Indonesia. Hak hidup anak adalah nomor satu. Yang nomor dua adalah hak sehat anak, sedangkan hak pendidikan anak bisa ditaruh di nomor tiga.
“Argumentasinya adalah jika anak sehat dan tetap hidup maka semua ketertinggalan pelajaran masih dapat dikejar,” ujar Retno.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman mengatakan, pembukaan sekolah harus dilakukan bertahap dan ada mitigasi risikonya, dengan syarat utama tingkat penularan Covid-19 benar-benar sudah menurun. "Jangan sampai kasus menurun di atas kertas saja, yaitu menurun karena tes dan lacaknya tidak dijalankan," kata dia.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka di 1.509 Sekolah Mulai 1 Oktober
Masih ditemukannya kasus Covid-19 di sekolah selama PTM digelar menunjukkan sistem deteksi dan mitigasi dalam kaitan respons ketika terjadi kasus sudah mulai berjalan. "Ini modal penting dan selama pandemi ini harus dijaga untuk mencegah kasus membesar. Perlu dipahami, potensi kasus Covid-19 di sekolah akan tetap ada karena itu sistem deteksi harus terus diperkuat," kata dia.(ELN/SKA/HRS/JOL/DIA/ERK/AIN)