Usaha Ekstra ”Kelompok Rentan” Menjangkau Kemudahan Layanan Publik
Kelompok rentan, seperti transpuan, membutuhkan usaha ekstra untuk menjangkau kemudahan layanan publik. Negara selayaknya juga hadir bagi mereka.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Kelompok rentan masih saja kerepotan sekalipun pemerintah memudahkan kepengurusan akta kelahiran, kartu tanda penduduk, dan kartu keluarga. Dalam praktiknya, mereka terbentur akses, tingkat pendidikan, dan kemiskinan.
Aini, pendamping transpuan di Kota Tangerang, Banten, sudah mendampingi 70 transpuan untuk menurus dokumen kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tangerang. Sejak Agustus 2021, dia berkomunikasi, mengumpulkan, dan mendampingi mereka hingga pengurusan rampung.
”Mereka kekurangan informasi. Harus intens komunikasi, kumpulkan di satu titik supaya sama-sama bisa dapatkan layanan publik. Tidak mudah, tetapi masih terus berproses,” ujarnya, Jumat (24/9/2021).
Akhir Agustus lalu, misalnya, Aini mengumpulkan sembilan transpuan se-Tangerang. Mereka janjian bertemu di kantor dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Hari itu Nana Widya (53), Farlan (44), dan Erwin Lesmana (45) semringah karena dalam kurun 2 jam bisa mengantongi akta kelahiran, KTP, dan KK.
Nana, warga Bojong Renged, Kecamatan Teluknaga, kehilangan dokumen tersebut ketika banjir melanda Ibu Kota awal tahun 2020. Kala itu, rumah yang ia sewa di Kalideres, Jakarta Barat, terendam air sehingga semua dokumen kependudukan dan sebagian barang-barang salonnya rusak dan hanyut.
”Sempat stres, asam lambung naik. Berobat susah karena tidak ada KTP. Tidak bisa dapat bansos juga. Untung ada teman yang informasikan kalau ada pembuatan surat-surat di sini,” kata transpuan asal Majalengka, Jawa Barat, itu.
Farlan, transpuan dari Jawa Tengah, juga tidak punya dokumen kependudukan. Ia kabur dari rumah ke Jakarta hanya bermodal pakaian di badan. Setelah ke sana ke mari, dia berdomisili di Cipondoh dan bekerja sebagai pedagang kopi keliling.
”Tidak ada dokumen apa-apa. Saya manusia ’terbuang’ dan ’ilegal’. Untung ada teman infokan jadi bisa punya surat-surat dan sah,” ucapnya.
Berbekal dokumen itu, dia bisa mengurus buku tabungan, ATM, dan BPJS Kesehatan. Di sisi lain, dengan memiliki dokumen kependudukan, ia berpeluang sebagai penerima bansos.
Sama halnya dengan Erwin yang kabur dari rumahnya di Rangkasbitung, Lebak. Dia mengurus semua dokumen kependudukan berbekal ingatan.
”Selama ini mau ngapain saja susah,” kata pekerja serabutan di Pasar Lama Kota Tangerang itu.
Donasi
Pemerintah memudahkan kelompok rentan, seperti transpuan supaya bisa mengakses banyak layanan publik. Kemudahan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan.
Kelompok rentan yang dimaksud meliputi penduduk korban bencana alam, korban bencana sosial, orang telantar, komunitas terpencil, serta penduduk yang menempati kawasan hutan, tanah negara, dan/atau tanah dalam kasus pertanahan.
Kemudahan layanan bertujuan supaya semakin banyak transgender dan kelompok rentan lainnya yang datang untuk mendapatkan dokumen kependudukan. Itu menjadi salah satu cara agar mereka terjangkau oleh layanan publik sehingga tidak ada diskriminasi.
Perkumpulan Suara Kita yang bergerak dalam isu-isu transgender mencatat setidaknya 270 transgender telah mendapatkan dokumen kependudukan. Di sisi lain, ada hambatan rendahnya akses sumber daya, pendidikan, dan kemiskinan. Untuk itu, Perkumpulan Suara Kita bersama jaringan IAC, komunitas transgender, menggalang donasi untuk jemput bola transgender ke layanan publik.
”Mereka menyebar di beragam titik. Kami dampingi dan kumpulkan. Setiap pendamping dan transgender kami berikan ongkos,” ucap Hartoyo, pendiri Perkumpulan Suara Kita.
Setiap pendamping mendapatkan Rp 100.000 setiap kali mendampingi transgender. Adapun transgender mendapatkan Rp 50.000 untuk biaya transportasi.
Sebelumnya telah terkumpul donasi Rp 24 juta. Donasi digunakan untuk keperluan pengurusan dokumen kependudukan di Pulau Jawa.
Kemudahan
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tangerang mengkhususkan Selasa untuk transgender mengurus dokumen kependudukan. Mereka membawa surat pengantar dari RT/RW dan mengisi data sesuai ingatan untuk pengurusan.
Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tangerang Sri Warsini menuturkan, setiap hari Selasa khusus untuk transgender supaya mereka lebih nyaman dan bisa mengurus sekaligus untuk banyak orang.
”Biasanya transgender itu tertutup dan masuknya lewat komunitas. Jadi, kami sediakan satu hari khusus,” ujarnya.
Sejauh ini sudah 48 transgender mengantongi dokumen kependudukan di Kota Tangerang. Jumlahnya bakal bertambah karena masih ada yang berproses.
Sri menambahkan, rata-rata transgender yang datang ingin melengkapi dokumen kependudukan meski ada yang tidak punya dokumen sama sekali. Dinas memfasilitasi mereka untuk punya dokumen kependudukan sesuai daerah asal atau pindah sesuai domisili saat ini.
”Dengan dokumen kependudukan itu, kelompok rentan seperti transpuan bisa dapatkan layanan publik lainnya, seperti vaksinasi dan bansos,” katanya.
Adapun data kependudukan untuk transgender berdasarkan nama dan jenis kelamin sesuai dokumen yang ada. Kecuali bagi mereka yang berganti nama dan jenis kelamin berdasarkan putusan pengadilan.
Kemudahan layanan bertujuan supaya semakin banyak transgender dan kelompok rentan lainnya yang datang untuk mendapatkan dokumen kependudukan. Itu menjadi salah satu cara agar mereka terjangkau layanan publik sehingga tidak ada diskriminasi.