Melonjak 230 Kasus, Perkuat Kolaborasi agar Pengetatan Berjalan Maksimal
Kasus positif Covid-19 secara nasional meningkat, begitu pula di Kota Bogor yang dalam enam hari terakhir konfirmasi positif sebanyak 983 kasus. Penanganan perlu kolaborasi kuat dari hulu ke hilir melalui pengetatan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, memberlakukan pembatasan jam operasional unit usaha di Kota Bogor dan kebijakan bekerja dari rumah hingga 28 Juni mendatang. Pembatasan ini akan diperkuat dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM mikro seperti ganjil genap pada akhir pekan mendatang.
Perlu kolaborasi kuat agar pembatasan kali ini berjalan maksimal sehingga mampu menekan lonjakan kasus Covid-19 yang pada Selasa (22/6/2021) mencapai 230 kasus positif, tertinggi selama pandemi.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, berdasarkan arahan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Pusat, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Pemerintah Kota Bogor menerapkan pengetatan dan pembatasan jam operasional unit usaha hingga pukul 20.00 serta pemberlakuan kerja dari rumah (WFH) 75 persen.
Pembatasan itu, kata Bima, karena kasus positif Covid-19 secara nasional meningkat, begitu pula di Kota Bogor. Dalam enam hari terakhir, tercatat konfirmasi positif di Kota Bogor sebanyak 1.213 kasus.
”Hari ini ada 230 kasus positif harian, tertinggi selama pandemi. Masih darurat. Keterisian tempat tidur sudah 78 persen. Kita harus bergerak cepat. Penanganan harus dari hulu ke hilir, seperti pembatasan jam operasional unit usaha hingga pukul 20.00 dengan pembatasan 25 persen,” kata Bima, Selasa.
Dampak dari tingginya kasus positif harian membuat rumah sakit rujukan di Kota Bogor semakin penuh. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, Ketua Satgas Covid-19 Kota Bogor Bima Arya sudah meminta seluruh rumah sakit rujukan untuk segera menambah tempat tidur minimal 30 persen dan menambah fasilitas isolasi bagi pasien tanpa gejala.
Retno menjelaskan, dari pembaruan data pada Senin (21/6/2021), tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di 21 rumah sakit rujukan sudah 77,3 persen atau terisi 662 tempat tidur dari total 856 tempat tidur. Adapun BOR di ruang ICU 78,7 persen dan BOR di pusat isolasi Pusdiklat BPKP Ciawi 75 persen.
Melonjaknya BOR hingga 77, 3 persen karena peningkatan kasus yang tinggi dalam sepekan terakhir. Padahal dua pekan lalu angka BOR masih 20 persen.
Protokol kesehatan ketat
Bima menambahkan, dari lonjakan kasus positif dan BOR, perlu disikapi serius dengan protokol kesehatan ketat dan langkah penanganan kolaborasi dari semua pihak agar kasus positif tidak semakin melonjak. Dampak dari meningkatnya kasus covid-19 yang sangat mengkhawatirkan dan darurat ini bisa mengganggu pelayanan kesehatan untuk warga.
”Kita tak ingin semakin banyak warga terpapar apalagi sulit mendapatkan ruang perawatan. Kita tak ingin ini juga berdampak pada tenaga kesehatan yang begitu besar dedikasi mereka. Kita harus saling menjaga dengan patuh pada protokol kesehatan. Kita jaga keluarga dan para tenaga kesehatan,” kata Bima.
Menurut Bima, tindakan penanganan Covid-19 di hilir, seperti penambahan kapasitas fasilitas kesehatan dengan menambah tempat tidur, menyiapkan tambahan tempat isolasi, dan percepatan vaksinasi saja tidak cukup.
Perlu penguatan penanganan di hulu atau tindakan preventif. Langkah itu, di antaranya PPKM makro dengan patroli kepatuhan protokol kesehatan, aturan ganjil genap, dan pembatasan jam operasional unit usaha. Adapun penguatan PPKM mikro dengan pengetatan aktivitas warga dan edukasi.
Bima mengatakan, penanganan di hulu yang juga penting adalah kebijakan bekerja dari rumah (WFH). Pihaknya memberikan atensi khusus pada mobilitas warga Jakarta-Kota Bogor atau sebaliknya.
Oleh karena itu, perlu ada koordinasi lanjutan dengan sejumlah lembaga dan instansi agar warga Kota Bogor yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya tidak bekerja dari kantor atau work from office (WFO) atau pembatasan WFO 25 persen benar-benar terlaksana.
”Kebijakan WFH ini penting. Saya prioritaskan warga Kota Bogor yang bekerja di Jakarta untuk WFH saja. Di kota Bogor ada dua kluster besar, yaitu keluarga dan dari luar kota. Jika dibedah, kluster keluarga banyak juga yang berasal dari kluster luar kota, terutama dari Jakarta. Untuk itu, kita atensi khusus untuk mobilitas warga ini terutama para pekerja,” tutur Bima.
Pembatasan jam operasional unit usaha, pengetatan aktivitas warga, dan WFH, kata Bima, akan semakin memperketat kebijakan penanganan Covid-19 yang sudah berjalan di Kota Bogor seperti ganjil genap pada akhir pekan mendatang dan patroli rutin kepatuhan protokol kesehatan.
”Ganjil genap masih berlaku pada minggu depan. Ini efektif untuk menekan mobilitas kendaraan dan warga luar masuk ke Kota Bogor atau warga Kota Bogor sendiri,” kata Bima.
Bima menuturkan, pihaknya berusaha maksimal untuk pengetatan terutama untuk aturan ganjil genap. Warga perlu memahami aturan itu sebagai upaya bersama menekan angka kasus positif. Selain itu, ganjil genap bukan untuk memperlancar lalu lintas. Jika terjadi kemacetan di beberapa ruas jalan, itu tidak terhindarkan.
”Pesan kepada publik, jika tak mau terjebak kemacetan, sebaiknya di rumah saja. Ada yang protes ganjil-genap bikin macet. Itu tidak apa-apa, itu risiko. Jika memaksa bepergian atau bermobilitas, maka terjebak macet. Pesan untuk kita semua untuk patuh dan ketat protokol kesehatan,” tutur Bima.
Agar pengetatan ganjil genap di Kota Bogor berjalan maksimal, lanjut Bima, ada koordinasi lintas satgas daerah, dinas perhubungan, satpol PP, hingga TNI dan Polri, agar bersama memantau mobilitas warga serta yang utama kepatuhan protokol kesehatan.