Belum Semua Warga Kurang Mampu Terdata sebagai Penerima Bantuan Langsung Tunai
Warga kurang mampu berharap akan menerima bantuan sosial tunai. Namun, di hari pertama peluncuran bantuan ini, nama mereka belum tercantum dalam daftar penerima.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belum semua masyarakat kurang mampu di Jakarta terdata sebegai penerima bantuan sosial tunai (BST) yang diluncurkan pemerintah, Senin (4/1/2021). Mereka berharap mendapat BST karena paket sembako setiap bulan sudah tak ada lagi.
Penerima BST adalah warga terdampak pandemi Covid-19 yang tidak termasuk dalam penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Sembako. Penerima BST mendapat Rp 300.000 per bulan selama empat bulan. Pencairannya melalui PT Pos Indonesia.
Tuminah (47), penjaga salah satu indekos di Rawa Belong, Jakarta Barat, misalnya, tidak terdaftar sebagai penerima BST. Namanya tidak terdaftar di dtks.kemensos.go.id, situs untuk mengecek penerima BST. Padahal, Tuminah bukan penerima PKH ataupun Program Sembako.
Selama pandemi Covid-19, Tuminah hanya mendapat bantuan sembako dari paket bantuan presiden. Ketika menyadari namanya tak terdaftar sebagai penerima BST, Tuminah cemas. ”Paket sembako, kan, sudah tak ada. Terus saya juga enggak dapat yang bantuan tunai. Nasib saya bagaimana. Ini kosan juga lagi sepi,” katanya.
Jumlah penghuni indekos yang dijaga Tuminah tinggal dua orang. Padahal, jumlah kamar ada 35. Di bulan lalu, pemilik tempat kos masih membayar gajinya Rp 1 juta. ”Yang bulan ini saya enggak tahu apakah masih digaji atau tidak. Soalnya tinggal dua orang yang kos," ujarnya.
Selain Tuminah, pedagang kopi keliling di Jalan Joglo Raya, Jakarta Barat, Ibrahim (56), juga tak tercatat sebagai penerima BST. Selain memasukkan nomor induk kependudukan (NIK), Ibrahim juga mencoba memasukkan Nomor Kartu Indonesia Sehat miliknya di situs dtks.kemensos.go.id. Namun, namanya tetap tak ada.
Selama Covid-19, Ibrahim dan keluaga hanya menerima paket sembako dari bantuan presiden. Dia juga bukan penerima PKH ataupun Program Sembako dari Kementerian Sosial. Dia berharap masih dibuka tahapan selanjutnya dari BST sehingga dirinya bisa masuk.
”Padahal, ketua RT setempat sudah bilang paket sembako sudah diganti uang tunai, dan saya kemungkinan menerima. Ternyata enggak masuk, ya,” ujarnya.
Pengojek daring di Jalan Joglo Raya, Pahala Pardede (55), juga kecewa lantaran tak terdaftar sebagai penerima BST. Padahal, dia tadinya berharap uang sebesar Rp 300.000 itu bisa sedikit mengurangi kesulitan hidupnya.
Pada bulan September tahun lalu, istri Pahala meninggal. Pahala merogoh kocek hingga belasan juta rupiah untuk biaya pemakaman. Ini karena dia harus membayar sewa rumah duka sekaligus biaya makan dan minum untuk pelayat yang datang. Ditambah lagi anak bungsunya saat ini masih kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta.
”Saya habis-habisan ketika istri meninggal. Ngutang sana ngutang sini sama beberapa anggota keluarga untuk biaya prosesi pemakaman. Sampai sekarang belum lunas. Orderan ojek daring juga lagi sepi, dari pagi sampai siang baru dapat satu orderan,” ujar ayah dua anak ini.
Dibanding dua warga di atas, nasib Karimah (36), sedikit lebih baik. Pemulung yang tinggal di salah satu lapak pemulung di Petukangan Utara, Jakarta Selatan, ini tercatat sebagai penerima BST. Bantuan ini akan dia gunakan untuk menambah biaya kebutuhan keluarga. Sebab, mereka sering tekor karena harus membayar cicilan utang.
Karimah dan suaminya meminjam uang Rp 10 juta kepada salah seorang penyedia pinjaman, lima bulan lalu. Uang itu di antaranya digunakan untuk membeli kulkas karena kulkas lama milik mereka rusak. Setiap bulan, keluarga pemulung ini membayar cicilan Rp 1,2 juta selama 10 bulan. Artinya, mereka harus membayar total bunga pinjaman sebesar Rp 2 juta. ”Mudah-mudahan bisa cepat cairnya, ya,” ujar Karimah.
Dalam peluncuran bantuan tunai secara daring, Senin siang, Menteri Sosial Tri Rismaharini menjelaskan, ada tiga paket bantuan yang diberikan pemerintah pada tahun ini. Pertama, PKH untuk 10 juta penerima manfaat dengan total anggaran Rp 28,7 triliun. Selanjutnya ada Program Sembako dengan besaran uang Rp 200.000 untuk setiap keluarga dengan sasaran 18,8 juta penerima manfaat.
Dan terakhir, ada BST untuk 10 juta penerima manfaat dengan total anggaran Rp 12 triliun. BST disalurkan melalui PT Pos Indonesia dengan besaran Rp 300.000 per bulan selama empat bulan (Januari-April). Sementara PKH dan Program Sembako disalurkan oleh bank-bank milik negara.
Presiden Joko Widodo menambahkan, pemerintah menganggarkan Rp 110 triliun untuk bantuan sosial di tahun ini. Dia berharap bantuan ini dapat memperkuat daya beli masyarakat sekaligus mendongkrak perekonomian nasional. Dia memastikan bahwa setiap bantuan harus diterima masyarakat dalam jumlah utuh. Tidak boleh ada pemotongan dalam bentuk apa pun.