Upaya 3T Mengendur, Keterisian Tempat Tidur di Kota Bogor Capai 83 persen
Kewaspadaan kian turun saat kasus Covid-19 terus naik. Semua pihak tidak boleh jenuh selama pandemi belum terkendali.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyoroti rendahnya kedisiplinan warga dalam menerapkan protokol kesehatan di tengah semakin naiknya kasus harian Covid-19. Saat ini, Bima tengah fokus mengevaluasi upaya pengetesan, pelacakan kontak, dan perawatan atau 3T di Kota Bogor yang ia nilai mulai mengendur.
”Sekarang ini ironis dan tragis. Satu sisi lonjakannya naik tajam, di sisi lain kepedulian dan kesiapsiagaan warga justru semakin turun. Itulah yang terjadi sekarang,” kata Bima pada kegiatan diskusi publik secara daring bertajuk ”Bogor Kala Wabah”, Sabtu (28/11/2020).
Bima melihat sebagian besar warga mulai jenuh menghadapi pandemi. Di satu sisi, kesadaran mengenakan masker saat berada di luar rumah sudah mulai terbentuk. Namun, kegiatan berkumpul dan tak menjaga jarak masih jamak ditemui sehingga penularan terjadi di mana-mana.
Kota Bogor tengah mengalami kenaikan kasus sebagaimana wilayah lain di Indonesia. Menurut Bima, pada awal pandemi jumlah kasus harian yang terdeteksi hanya 10 hingga 30 kasus. Kini, kata Bima, jumlah kasus per hari bisa menembus hingga 50 kasus.
Berdasarkan data Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor, per 28 November 2020, tercatat ada penambahan 49 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dan 12 orang yang dirawat. Total jumlah orang yang masih menjalani perawatan di Kota Bogor saat ini 573 orang. Jumlah korban meninggal 97 orang. Adapun korban meninggal berstatus probable bertambah dua orang menjadi 67 orang.
Tren kenaikan kasus Covid-19 di Kota Bogor membuat tingkat keterisian tempat tidur sebanyak 83 persen.
Bima menyebut ada kejenuhan menghadapi Covid-19 yang timbul di tengah masyarakat dan aparatur pemerintah. Itu setidaknya tecermin dari mulai kendurnya upaya 3T. Selain kedisiplinan masyarakat rendah, lonjakan kasus juga disebabkan oleh upaya pengawasanyang melemah.
”Saya lihat 3T mulai kendur. Ini yang sedang kami coba untuk evaluasi,” ucap Bima.
Untuk pelacakan kontak, misalnya, Bima memerintahkan jajarannya agar setidaknya bisa menelusuri 20 orang yang pernah kontak erat dengan pasien positif Covid-19. Meski demikian, perintah itu tak pernah berhasil diwujudkan. Tim pengawasan masih lemah dalam melakukan pelacakan kontak sehingga jumlah orang yang dilacak hanya 6 hingga 8 orang. Situasi tersebut bagi Bima tidak ideal karena ketika banyak kontak erat yang lolos, ia akan menularkan virus ke banyak orang.
Mengatasi persoalan itu, Bima telah merekrut 60 orang untuk tim pengawasan yang bertugas melacak kontak.
Upaya melakukan pengetesan juga belum optimal. Masyarakat masih harus menunggu lama untuk mendapatkan hasil tes usap. Selagi menunggu hasil tes tersebut, mereka berjalan-jalan dan menularkan virus. Demikian pula pada tindakan perawatan yang masih lemah.Hal ini membuat kluster keluarga terus bermunculan dan makin mendominasi peta penyebaran Covid-19.
”Kluster keluarga terjadi karena banyak orang isolasi mandiri yang tidak berkualitas. Di rumahnya dia menulari anggota keluarganya,” kata Bima.
Tren kenaikan kasus Covid-19 di Kota Bogor membuat tingkat keterisian tempat tidur mencapai 83 persen. Padahal, pada Oktober lalu persentasenya masih di bawah 50 persen. Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor, misalnya, dari 120 tempat tidur yang tersedia telah terpakai 107 tempat tidur. Untuk mengatasi masalah itu, Pemerintah Kota Bogor masih menjajaki kemungkinan kerja sama dengan rumah sakit swasta agar bersedia menjadi rumah sakit yang secara penuh menangani pasien Covid-19.
Lebih lanjut, Bima mengatakan telah menyiapkan sejumlah rencana untuk meningkatkan kesadaran warga, antara lain, menyeimbangkan aspek edukasi dan penegakan hukum di lapangan bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, penambahan kasus Covid-19 yang signifikan dan penuhnya rumah sakit harus segera diantisipasi agar korban jiwa tidak bertambah banyak. Apalagi, penularan di masyarakat jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terkonfirmasi karena pemeriksaan masih minim.
Pecahkan rekor
Di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, penambahan kasus harian mencapai rekor baru pada 27 November 2020, yaitu 125 kasus. Korban meninggal juga bertambah dua orang sehingga totalnya menjadi 114 orang.
Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany mengatakan, kematian pasien Covid-19 di Tangsel cenderung disebabkan pasien yang terlambat diperiksa atau sudah tiba di rumah sakit dalam kondisi kritis. Selain itu, kematian lebih banyak menimpa pasien tanpa gejala, tetapi memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Tangerang Raya kini diperpanjang hingga 19 Desember 2020. Namun, Airin menyebut tidak ada perubahan aturan untuk menekan laju penyebaran virus karena tengah menunggu peraturan daerah yang tengah dirancang Gubernur Banten bersama DPRD Banten. Selama perda belum rampung, Airin menggunakan PSBB untuk mengendalikan penularan virus. Namun, yang dijalankan masih PSBB dengan berbagai pelonggaran.
”Kami sekarang masih menunggu perda selesai dibuat. Kemarin Pak Gubernur (Banten) mengatakan akan merancang perda,” kata Airin.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, penambahan kasus positif harian harus menjadi peringatan bagi semua pihak termasuk kepala daerah. Apabila tidak ada langkah serius dari masyarakat dan pemerintah daerah dalam mencegah penularan, kasus positif masih akan terus bertambah.