Jika Positif Covid-19, Puluhan Demonstran Akan Dibawa ke Wisma Karantina Pademangan
Hingga saat ini, belum ada di antara mereka yang dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet atau menjalani karantina di Flat Isolasi Mandiri Kemayoran.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelola Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, mengklarifikasi bahwa 30 pengunjuk rasa yang reaktif tes cepat Covid-19 tidak diisolasi di RSDC Wisma Atlet, tetapi di Wisma Karantina Pademangan, Jakarta Utara. Mereka masih menunggu hasil tes usap dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) keluar guna memastikan mereka positif terjangkit atau tidak.
”Menurut salah satu petugas KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) di Wisma Karantina Pademangan, swab test telah dilaksanakan, saat ini sedang menunggu hasilnya,” ucap Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet, Letnan Kolonel Laut dokter gigi M Arifin, dalam keterangan tertulis pada Sabtu (10/10/2020).
Arifin menjelaskan, para pengunjuk rasa tersebut menjalani isolasi di Menara 9 Wisma Karantina Pademangan. Awalnya, pada Kamis (8/10/2020), ada 12 orang yang datang. Kamis sore, 18 orang lainnya menyusul.
Hingga saat ini, belum ada di antara mereka yang dirawat di RSDC Wisma Atlet atau menjalani karantina di Flat Isolasi Mandiri Kemayoran. ”Seumpama hasil swab-nya positif, rencana tidak akan dikirim ke RSDC Wisma Atlet, tetapi akan dipindahkan ke Tower 8 Wisma Karantina Pademangan untuk menjalani isolasi mandiri. Semoga tidak bertambah lagi,” ujar Arifin.
Ketiga puluh pengunjuk rasa yang reaktif tersebut merupakan bagian dari lebih dari 1.000 orang yang diamankan Polda Metro Jaya. Mereka disebut polisi sebagai terduga perusuh, baik yang diduga akan rusuh sehingga ditahan sebelum kejadian maupun yang diduga telah ikut rusuh dan ditahan setelah kericuhan. Untuk menekan risiko penyebaran Covid-19, polda menyelenggarakan tes cepat pada mereka dan memisahkan yang reaktif.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, jika nantinya ada yang positif, pelacakan bakal berjalan terhadap keluarga serta teman-teman mereka yang kontak erat. ”Jangan sampai ada kluster penularan baru pada teman-teman kita yang menyampaikan pendapat di muka umum,” ucapnya.
Sebelumnya, Yusri mengatakan, Polda Metro Jaya tidak mengeluarkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) bagi penyelenggara demonstrasi yang sebelumnya melayangkan pemberitahuan. Dengan demikian, polisi tidak memberikan izin unjuk rasa terkait penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi UU.
Alasannya, Jakarta sedang dalam kondisi darurat penyebaran Covid-19 sehingga aksi pengumpulan massa dikhawatirkan memicu pembentukan kluster penularan baru. Adanya pengunjuk rasa yang reaktif tes cepat menjadi tanda bahaya tersebut.
Namun, Pandu Riono, ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, berpendapat pemerintah semestinya menghindari membuka wacana regulasi yang kontroversial di mata rakyat jika pemerintah peduli dengan penanggulangan Covid-19. Sebab, pemerintah tentu sudah paham jika kebijakan yang mengundang banyak penolakan tetap dilanjutkan, demonstrasi bakal terjadi.
”Kalau memang serius dalam penanganan pandemi, pemerintah pasti sudah memetakan akan ada situasi kerumunan yang merespons RUU Cipta Kerja. Pemerintah juga cenderung tidak membuka ruang dialog bagi publik. Kalau situasi dibiarkan seperti sekarang, ya, memang pemerintah tidak serius dalam menangani pandemi,” kata Pandu (Kompas.id, 8/10/2020).