Setelah lebih dari setahun berperang melawan Covid-19, para tenaga kesehatan di RS Darurat Wisma Atlet bisa menyegarkan diri dengan berjalan-jalan di Dufan, Ancol, Jakarta. Keterisian di Wisma Atlet kini 21,7 persen.
Pemerintah pusat dan daerah tak memisahkan data hasil tes berdasarkan surveilans aktif atau pelacakan kontak erat dari yang terkonfirmasi positif dan surveilans pasif atau hasil pemeriksaan orang yang berinisiatif dites.
Tepat satu tahun Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, diubah menjadi rumah sakit darurat penanganan pasien Covid-19. Acara peringatan satu tahun beroperasinya rumah sakit darurat Wisma Atlet digelar di ruang terbuka.
Harapan itu sedikit demi sedikit terwujud. Tingkat keterisian RSDC Wisma Atlet Kemayoran dari hari ke hari semakin lowong.
Dinamika tingkat keterisian Wisma Atlet sangat bergantung pada kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 serta mobilitas masyarakat.
Wartawati ”Kompas”, Kurnia Yunita Rahayu, secara mendadak harus menjadi wali wisuda bagi seorang mahasiswi yang menjadi rekan sekamarnya di Menara 9 Wisma Atlet Pademangan, tempat isolasi penderita Covid-19.
Stigma terhadap penderita Covid-19 sudah muncul sejak kasus pertama ditemukan. Korbannya meluas hingga ke keluarga dan tenaga kesehatan yang menangani pandemi Covid-19. Stigma membuat penanganan kasus menjadi sulit.
Sebagian penderita Covid-19 masih tetap harus bekerja saat menjalani isolasi mandiri.
Lewat unggahan yang viral di media sosial, seorang WNI dari Rusia mempertanyakan hasil tes ulang PCR di Indonesia yang menyatakan dia positif Covid-19, padahal ia sudah pernah terpapar bulan Desember.
Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan ada hubungan antara penurunan tingkat okupansi tempat isolasi pasien Covid-19 dan PSBB ataupun pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).