Satpol PP DKI Bisa Jemput Paksa Pasien Positif untuk Isolasi Mandiri
Memasuki hari kedua PSBB, Satpol PP DKI Jakarta terus melakukan sejumlah operasi pengawasan dan penegakan protokol Covid-19. Satpol PP juga berwenang menjemput paksa pasien terkonfirmasi, tetapi tidak mau diisolasi.
JAKARTA, KOMPAS — Selama penerapan pembatasan sosial berskala besar kedua, Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta tetap melaksanakan operasi tertib masker dan pengawasan di kerumunan serta membantu pengawasan perkantoran. Untuk pasien yang terkonfirmasi dan harus mengisolasi diri, satpol PP berwenang menjemput paksa apabila yang bersangkutan tidak mau dirawat atau melanggar aturan isolasi mandiri.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Arifin di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (15/9/2020), menjelaskan, untuk pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta, satpol PP tetap melaksanakan sejumlah operasi. Operasi itu akan dilakukan selama dua pekan ke depan.
Baca juga : PSBB Jakarta, Pemkot Bogor Awasi Pergerakan Warga
Yang pertama, operasi tertib masker bersama dengan operasi pengawasan terhadap rumah makan, restoran, kafe, dan sejenisnya. ”Semua tempat usaha seperti itu kami awasi. Kemudian operasi pengawasan di tempat kerja, perkantoran juga kami lakukan,” jelasnya.
Kegiatan lain yang turut diawasi adalah kerumunan. Operasi pengawasan kerumunan dilakukan karena memang ada ketentuan yang melarang orang berkerumun lebih dari lima orang.
Kemudian yang berikutnya adalah operasi simpatik. Operasi simpatik ini dilakukan sebagai upaya untuk terus-menerus mengedukasi, mengingatkan masyarakat dalam bentuk spanduk dan poster yang akan dibentangkan.
Pada hari pertama pelaksanaan PSBB, sudah ada delapan rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran. Arifin menyebutkan, antara lain, rumah makan Upnormal Resto di Rawamangun, kemudian Rumah Makan Bandar Condet, Rumbo Star, dan Kafe Rock di Jakarta Timur. Lainnya ada rumah makan Padang, rumah makan nasi uduk, dan lain-lain. ”Delapan rumah makan dan resto itu sudah ditutup,” jelas Arifin.
Dari pemantauan pada Senin malam, Arifin melanjutkan, ia melihat sepanjang jalan, mulai dari Balai Kota ke arah Thamrin hingga Kuningan, semua lengang. Kerumunan orang juga terkendali.
Untuk pasien yang mesti mengisolasi diri karena Covid-19, sesuai ketentuan pemerintah, isolasi tidak lagi dibolehkan di rumah. Isolasi mesti dilakukan di tempat yang disiapkan pemerintah.
Terkait hal itu, Arifin menjelaskan, satpol PP sifatnya menunggu informasi. ”Ketika ada orang dinyatakan positif dari dinkes dan yang bersangkutan wajib diisolasi yang memang sudah ditentukan dan tidak ada lagi isolasi mandiri di rumah. Apabila yang bersangkutan tidak bersedia, kami akan melakukan jemput paksa,” jelas Arifin.
Langkah itu dilakukan, kata Arifin, untuk membantu rekan-rekan dari dinas kesehatan. ”Bagi mereka yang terpapar Covid-19, positif, terus tidak mau melakukan isolasi di tempat yang memang sudah ditentukan sesuai yang sudah diatur, apabila mereka atau orang itu tidak mau, kami akan lakukan jemput paksa,” Arifin menegaskan lagi.
Baca juga : Dukung PSBB DKI, Bekasi Raya Batasi Aktivitas Warga di Luar Rumah
Meski begitu, sejauh ini belum ada pasien yang mesti dijemput paksa. ”Belum ada. Mudah-mudahan semua sadar bahwa jika ada yang terpapar Covid-19 kemudian isolasi mandiri. Kalau tidak mempunyai kedisiplinan, bisa jadi penularan akan terus-menerus dan itu membahayakan juga untuk keluarga yang tinggal bersama dengan mereka yang OTG maupun yang terpapar Covid-19 itu,” jelas Arifin.
Sementara terkait dengan upaya TNI dan kepolisian untuk menurunkan tim untuk turut mengawasi, Arifin menjelaskan, satpol PP akan bergabung bersama, berkolaborasi dalam operasi gabungan.
”Satuan kepolisian dan TNI bergerak bersama. Mereka juga mengerahkan cukup banyak personel, masing-masing lebih dari 3.000 orang. Baik dari TNI maupun polisi, mereka juga melakukan operasi yang sama untuk mendisiplinkan masyarakat dan kita juga bergabung bersama, berkolaborasi operasi gabungan,” jelas Arifin.
Langkah bersama penegakan disiplin masyarakat itu mendapat apresiasi dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Saat menghadiri secara virtual Kuliah Kerja Dalam Negeri Pendidikan Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri Dikreg Ke-29 Tahun Anggaran 2020, Selasa (15/9/2020), Ahmad Riza menyampaikan apresiasinya kepada seluruh jajaran Polri yang telah bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dalam melakukan penegakan displin selama masa PSBB.
”Dalam kesempatan ini, saya juga mengucapkan selamat kepada Polri karena untuk mencegah penyebaran Covid-19, Polri telah melaksanakan operasi ketupat yang biasa hanya 14 hari sekarang berlangsung sampai dengan 54 hari. Yaitu sejak 10 April sampai dengan 3 Juni 2020. Ini merupakan operasi ketupat terlama dalam sejarah,” ujar Wagub Ahmad Riza.
Baca juga : Polda Metro Jaya Dorong Adanya Perda Penegakan Hukum Covid-19
Ahmad Riza menambahkan, tak hanya saat masa PSBB, sejak diberlakukannya masa pelonggaran PSBB transisi pada 4 Juni 2020 hingga 13 September 2020, Pemprov DKI Jakarta telah mengikuti arahan dari Pemerintah Pusat untuk melibatkan personel TNI/Polri untuk juga terlibat dalam pengawasan, pemantauan, dan penindakan PSBB bersama satpol PP.
”Tidak kurang dari 380.000 personel TNI/Polri dilibatkan dalam pengawasan dan pemantauan. Itu sudah dimintakan langsung oleh Bapak Presiden. Sehingga, kami terus berkoordinasi tidak hanya dalam hal sumber daya manusia atau personel dalam pengawasan dan pemantauan di lapangan, tapi juga termasuk di wisma atlet kami serahkan kepada TNI/Polri untuk membantu melaksanakan. Termasuk kegiatan penindakan ganjil genap bekerja sama dengan Dishub DKI Jakarta,” papar Ahmad Riza.
Keterlibatan Polri bersama satpol PP dan TNI ini, jelas Ahmad Riza, juga semakin ditingkatkan. Utamanya setelah adanya Pergub Nomor 79 Tahun 2020 dan Pergub Nomor 88 Tahun 2020 tentang Perubahan Pergub Nomor 33 Tahun 2020 yang mulai berlaku sejak 14 September 2020, dalam rangka Pengetatan PSBB melalui operasi yustisia.
”Dan sejak Senin 14 September 2020, kita memberdayakan TNI/Polri lebih lagi ada peningkatan signifikan terkait penambahan jumlah personel dalam rangka membantu melaksanakan pemantauan, pengawasan, dan penegakan disiplin di DKI Jakarta,” kata Ahmad Riza.
PSI minta Pemprov DKI lakukan 5 langkah
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jakarta dari Fraksi PSI Anggara Wicitra Sastroamidjojo secara terpisah menegaskan, agar Pemprov DKI Jakarta tidak mengulangi kesalahan pada pelaksanaan PSBB masa transisi yang menyebabkan status diperpanjang berkali-kali setelah gagal menekan angka infeksi Covid-19 di Jakarta.
Untuk memastikan PSBB berjalan efektif, Fraksi PSI DKI Jakarta meminta Pemprov DKI melakukan lima langkah. Pertama, pemprov mesti meningkatkan kapasitas tes di laboratorium kesehatan daerah (labkesda).
Langkah kedua, PSI meminta Pemprov DKI Jakarta meningkatkan jumlah penelusuran kontak erat kasus Covid-19. ”Peningkatan jumlah tes harus diimbangi dengan penelusuran kontak erat kasus Covid-19,” jelasnya.
Saat ini, Puskesmas DKI Jakarta hanya menelusuri kontak hingga 3-5 orang saja, yang menyebabkan banyak kasus orang tanpa gejala (OTG) yang tidak tahu kondisi kesehatannya dan menyebarkan virus ke lingkungannya. Anggara meminta, penelusuran kontak ditingkatkan menjadi 2-3 kali lipat hingga 30 orang per kasus.
”Tenaga pelacakan di puskesmas bisa ditambah, membentuk satuan khusus pembentukan atau bahkan melibatkan LSM yang memang bergerak di bidang kesehatan untuk melakukan contact tracing,” jelasnya.
Langkah ketiga, PSI meminta Pemprov DKI Jakarta menambah kapasitas ruang isolasi. Mengacu pada Peraturan Gubernur 88 Tahun 2020 Pasal 20, Pemprov DKI mewajibkan warga yang positif Covid-19 untuk melakukan isolasi terkendali di Wisma Atlet Kemayoran ataupun di beberapa hotel atau wisma yang telah ditunjuk oleh Pemprov DKI.
PSI meminta Pemprov DKI menanggung semua pembiayaan penggunaan wisma, hotel, ataupun tempat penginapan maupun kebutuhan makan, minum, dan obat selama isolasi. ”Jangan sampai nantinya membebankan biaya kepada pasien, yang akhirnya berujung pada penelantaran pasien karena tidak ada biaya,” ujar Anggara.
Lebih lanjut, Pemprov DKI harus memastikan mekanisme pasien yang diisolasi mendapatkan bantuan sosial dan perlindungan agar mereka tidak di-PHK.
”Apabila pasien isolasi merupakan kepala keluarga, Pemprov DKI juga harus memastikan kebutuhan keluarganya tetap terpenuhi selama isolasi. Jika tidak, akan banyak orang menolak isolasi karena harus menanggung kebutuhan keluarganya,” jelasnya.
Pemprov DKI harus memastikan mekanisme pasien yang diisolasi mendapatkan bantuan sosial dan perlindungan agar mereka tidak di-PHK. (Anggara Wicitra Sastroamidjojo)
PSI, lanjut Anggara, juga meminta Pemprov DKI Jakarta menambah jumlah angkutan umum. Dalam Pergub 88 Tahun 2020 Pasal 18 disebutkan, Pemprov DKI akan membatasi jam operasional kendaraan umum dan kapasitas di dalam kendaraan umum.
”Ini berisiko menyebabkan penumpukan penumpang angkutan umum ketika jam pergi dan pulang kantor. Jangan sampai Pemprov DKI mengulangi kesalahan di awal PSBB Maret 2020, yang menyebabkan antrean panjang dan menyebabkan penumpang berdesak-desakan,” kritik Anggara.
PSI meminta Pemprov DKI untuk mengantisipasi hal ini dengan menambah jumlah angkutan umum agar tidak terjadi penumpukan penumpang. Dengan menambah jumlah angkutan umum, masa tunggu antarkendaraan menjadi lebih pendek dan semakin banyak penumpang yang diangkut pula sehingga risiko penumpukan penumpang dapat berkurang.
Terakhir, kata Anggara, PSI meminta Pemprov DKI melakukan pemutakhiran data penerima dan mengubah bansos menjadi BLT. Hal itu menjadi perhatian
akibat besarnya dampak pandemi yang menyebabkan pergeseran status ekonomi warga Jakarta.
”Yang tadinya tidak masuk daftar penerima bansos, tapi karena PHK, sekarang jadi membutuhkan bansos. Ini harus menjadi perhatian dari Pemprov DKI,” tegas Anggara.
Terkait Covid-19 di DKI Jakarta, perkembangan pandemi sampai dengan Selasa ini, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia memaparkan, berdasarkan data terkini Dinkes DKI Jakarta, dilakukan tes PCR sebanyak 8.927 spesimen. Dari jumlah tes tersebut, 7.141 orang dites PCR hari ini. Hasilnya, 1.027 positif dan 6.114 negatif.
”Untuk rate tes PCR total per 1 juta penduduk sebanyak 72.395. Jumlah orang yang dites PCR sepekan terakhir 59.594,” katanya.
Adapun jumlah kasus aktif di Jakarta sampai saat ini 12.179 orang dengan posisi masih dirawat atau isolasi. Sementara, jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini 56.953 kasus.
Dari jumlah total kasus tersebut, total orang dinyatakan telah sembuh 43.306 dengan tingkat kesembuhan 76,0 persen dan total 1.468 orang meninggal dunia dengan tingkat kematian 2,6 persen, sedangkan tingkat kematian Indonesia 4,1 persen.
Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta 13,4 persen, sedangkan persentase kasus positif secara total 7,4 persen. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.
Adapun untuk penanganan, Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan tempat tidur isolasi dan tempat tidur ICU dalam penanganan Covid-19. Dari jumlah tempat tidur isolasi sebanyak 4.254 di 67 rumah sakit rujukan, hingga 13 September, persentase keterpakaiannya 75 persen. Sementara, dari jumlah tempat tidur ICU sebanyak 594 di 67 rumah sakit rujukan, hingga 13 September, persentase keterpakaiannya 83 persen.