Resiliensi atau ketahanan psikis penting agar individu bisa bangkit setelah mengalami masa sulit. Kemampuan itu dapat dipelajari dengan manajemen emosi dan pikiran.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Kompas/AGUS SUSANTO
Aktivitas orang dengan gangguan jiwa dalam perawatan di panti rehabilitasi disabilitas mental Yayasan Jamrud Biru, Kelurahan Mustikasari, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (14/4/2021). Sebanyak 215 orang dengan gangguan jiwa dirawat di yayasan tersebut. Berbagai tekanan yang dihadapi manusia di tengah pandemi Covid-19 menyebabkan kerentanan pada kesehatan jiwa.
JAKARTA, KOMPAS — Membangun resiliensi atau ketahanan psikis dapat dipelajari setiap individu. Kuncinya, kemampuan untuk mengelola pikiran dan emosi. Resiliensi penting untuk bangkit setelah mengalami masa sulit seperti bencana, stres, hingga pandemi Covid-19.
Demikian benang merah diskusi buku Resiliensi: Bagaimana Bangkit dari Kesulitan secara daring, Kamis (25/11/2021). Buku ini ditulis oleh pendiri Center for Positive Leadership sekaligus pengajar di Universitas Bakrie, M Taufiq Amir.
Taufiq mengatakan, buku ini berhubungan dengan studi yang ia lakukan tentang hubungan resiliensi dengan inovasi. Studi berlangsung lebih kurang 10 tahun.
”Resiliensi sangat dibutuhkan di dunia kerja. Menurut riset LinkedIn Workplace Learning Report 2021, resiliensi adalah satu dari dua keterampilan yang penting di masa kini dan masa depan. Di bisnis dan organisasi pun resiliensi penting,” kata Taufiq.
Selain untuk bisnis, resiliensi juga penting untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang rentan putus asa jika tidak memiliki ketahanan psikis.
Resiliensi dimaknai sebagai kemampuan individu untuk beradaptasi dan bangkit setelah menghadapi kesulitan, kegagalan, trauma, tragedi, atau kejadian lain yang dapat menyebabkan individu stres. Resiliensi memungkinkan seseorang tumbuh dan berkembang walau ada di situasi sulit.
Resiliensi sangat dibutuhkan di dunia kerja. Menurut riset LinkedIn Workplace Learning Report 2021, resiliensi adalah satu dari dua keterampilan yang penting di masa kini dan masa depan. Di bisnis dan organisasi pun resiliensi penting
Kompas/Hendra A Setyawan
Warga memanfaatkan ruas tol Serpong-Cinere yang masih dalam tahap akhir pembangunan untuk berolahraga di kawasan Cipayung, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (12/4/2020). Pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air mendorong masyarakat untuk berolahraga. Menjaga kondisi fisik dengan baik adalah salah satu cara melawan penyakit. Kesehatan fisik dan psikis perlu ditingkatkan untuk melawan Covid-19. Masyarakat dianjurkan tetap menjaga kesehatan di saat kecemasan dan kepanikan sedang melanda.
Kendati demikian, resiliensi penduduk Indonesia tergolong rendah. Ini sesuai dengan riset Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang dilakukan pada 26 Mei hingga 2 Juni 2021 terhadap 5.817 responden.
Riset itu menyatakan bahwa daya tahan psikis mayoritas responden menurun dengan cepat setelah mengalami peristiwa emosional yang signifikan. Mereka juga cenderung tidak tahan stres ataupun sakit. Setelah mengalami masa sulit dan terpukul, mayoritas responden kesulitan membuat strategi untuk kembali pada kondisi normal. Selain itu, mereka juga cenderung memandang masa depan secara pesimistis.
Kelola diri
Menurut Taufiq, membangun resiliensi dapat dimulai dengan mengelola pikiran dan emosi. Keduanya merupakan faktor internal yang dapat dikontrol individu. Mengelola faktor internal dinilai lebih baik daripada faktor eksternal yang sulit dikontrol, misalnya pandemi, bencana, dan perilaku orang lain.
Cara lain membangun resiliensi adalah dengan menambah emosi positif. Emosi ini tidak terbatas pada kebahagiaan, tetapi juga optimisme, rasa ingin tahu, hingga rasa syukur. Untuk mencapai emosi positif, individu disarankan untuk bersosialisasi dengan orang terdekat atau berolahraga.
”Mesti ada rasio (emosi positif) yang memadai dalam kehidupan sehari-hari. Kalau hari ini ada tantangan, kita mesti aktif menciptakan atau memperoleh emosi positif itu. Dibutuhkan lebih banyak hal positif dibandingkan hal negatif,” ucap Taufiq.
Kompas/Hendra A Setyawan
Anak-anak bermain di ruas tol Serpong-Cinere yang masih dalam tahap akhir pembangunan yang dijadikan arena olahraga di kawasan Jombang, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (12/4/2020). Pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air mendorong masyarakat untuk berolahraga. Menjaga kondisi fisik dengan baik adalah salah satu cara melawan penyakit. Kesehatan fisik dan psikis perlu ditingkatkan untuk melawan Covid-19. Masyarakat dianjurkan tetap menjaga kesehatan di saat kecemasan dan kepanikan sedang melanda.
Menurut Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Fuad Nashori, membangun emosi positif dapat dilakukan dengan menulis jurnal harian. Ia menyarankan agar individu menulis tiga hal yang dialami dalam sehari. Waktu yang dianjurkan untuk menulis adalah sebelum tidur.
Managing Director Positive Psychology Development Center (PPDC) Endang Retno Wardhani mengatakan, resiliensi memungkinkan sejumlah individu berhasil tumbuh saat masa sulit pandemi Covid-19. Menurut dia, individu sebenarnya memiliki modal psikologis untuk mencapai resiliensi. Jika modal psikologis tidak cukup, individu dapat memperkuat modal psikologis itu dengan dukungan sosial dari orang sekitar.
”Resiliensi jadi hal dasar yang perlu ditumbuhkan. Hal itu dimulai dari diri sendiri, lalu keluarga, kemudian kelompok masyarakat atau organisasi. Harapannya, resiliensi meluas menjadi resiliensi bangsa,” kata Endang.