Tingkatkan Kualitas Layanan, Tenaga Verifikator BPJS Kesehatan Disertifikasi
Verifikator BPJS berperan dalam mengendalikan mutu dan biaya dalam program JKN-KIS. Keberadaan mereka penting untuk meningkatkan layanan sehingga meningkatkan pula kepercayaan masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan program Jaminan Kesehatan Nasional terus didorong agar lebih transparan dan akuntabel. Hal ini dilakukan melalui penguatan kapabilitas verifikator yang bertugas memvalidasi pembiayaan kesehatan peserta di rumah sakit.
Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Andi Afdal Abdullah di Jakarta, Kamis (22/4/2021), mengatakan, verifikator BPJS Kesehatan bertugas untuk memverifikasi klaim pembiayaan perawatan peserta di rumah sakit serta mengevaluasi pemanfaatan layanan kesehatan rujukan. Verifikator pun bertanggung jawab untuk memitigasi kecurangan dalam pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
”Seluruh proses verifikasi ini harus dilakukan secara terstandar sehingga bisa menimbulkan kepercayaan yang tinggi di masyarakat. Karena itu, sertifikasi dari verifikator ini menjadi sangat penting sehingga para verifikator ini memiliki skill dan performa yang baik. Kepercayaan dari pemangku kepentingan bisa meningkat,” ujarnya.
Seluruh verifikator dalam BPJS Kesehatan pun harus menguasai proses verifikasi sesuai standar regulasi penjaminan manfaat dan kode manual yang berlaku. Mereka juga bertugas untuk melakukan verifikasi pascaklaim secara rutin di seluruh rumah sakit. Pengolahan dan pemanfaatan basis data dan aplikasi Defrada (Deteksi Fraud dan Analisa Data Klaim) untuk mendeteksi potensi ketidaktepatan pembayaran klaim juga harus dikuasai.
Andi mengatakan, jumlah verifikator BPJS Kesehatan yang terdata saat ini 1.291 orang. Dari jumlah itu baru 112 orang atau 8,68 persen orang yang tersertifikasi. Ditargetkan, seluruh verifikator bisa tersertifikasi pada tiga tahun mendatang.
Untuk mempercepat proses sertifikasi tersebut, 11 tenaga asesor telah disiapkan. Sumber daya asesor tersebut akan ditambah hingga 300 orang pada tahun ini. Harapannya, tingkat pemanfaatan dalam layanan JKN-KIS serta perbaikan performa dalam manajemen klaim peserta bisa ditingkatkan. Itu sekaligus dapat meningkatkan kepercayaan dari pemangku kepentingan yang berhubungan dengan BPJS Kesehatan.
Prinsip akuntabilitas dan kehati-hatian serta efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan program JKN-KIS kita wujudkan melalui keberadaan verifikator yang profesional dan akuntabel. (Ali Gufron Mukti)
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Gufron Mukti menyampaikan, verifikator juga berperan dalam mengendalikan mutu dan biaya dalam program JKN-KIS. Verifikasi pembayaran yang baik dapat meningkatkan layanan kesehatan yang efektif dan mencegah adanya penyalahgunaan dalam pembiayaan.
Selama masa pandemi, verifikator BPJS Kesehatan juga bertugas untuk memverifikasi klaim rumah sakit atas pemberian pelayanan kesehatan terkait Covid-19. Seluruh verifikasi diupayakan selalu dijalankan sesuai dengan prinsip pemerintah yang baik, akuntabel, dan transparan.
”Prinsip akuntabilitas dan kehati-hatian serta efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan program JKN-KIS kita wujudkan melalui keberadaan verifikator yang profesional dan akuntabel di setiap kantor cabang BPJS kesehatan di seluruh Indonesia,” ucapnya.
Ali mengatakan, pengembangan kompetensi verifikator melalui sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BPJS Kesehatan juga sesuai dengan hasil rapat koordinasi antara BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat inI LSP BPJS Kesehatan telah menyusun dan mengembangkan skema sertifikasi kompetensi okupasi bagi verifikator penjaminan manfaat rujukan. Skema tersebut telah mendapatkan sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Kunjung Masehat menyatakan, jumlah asesor kompetensi yang berada di BPJS Kesehatan perlu segera ditambahkan. Penambahan jumlah asesor diperlukan untuk mempermudah proses sertifikasi profesi vaksinator karena besarnya cakupan program JKN-KIS di Indonesia.
”Sertifikasi ini dilakukan agar terjadi penyetaraan kompetensi tenaga vaksinator secara nasional. Dalam proses pelaksanaannya, apabila dibutuhkan, proses assessment jarak jauh bisa dilakukan,” katanya.